Mohon tunggu...
Saparuddin Santa
Saparuddin Santa Mohon Tunggu... Freelancer - Founder dan Direktur Eksekutif Visi Indonesia Consulting

Menyukai kebaikan dan kebenaran. Peneliti dan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membaca Siasat Nasdem, Bisakah Anies Jadi Presiden?

25 Oktober 2022   11:09 Diperbarui: 29 Oktober 2022   09:20 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Senin, 3 Oktober 2022, menjelang pukul 11:00 WIB, mungkin adalah hari yang paling membahagiakan bagi seorang Anies Rasyied Baswedan, atau lebih akrab di panggil Anies. Di usianya yang cukup matang bagi seorang calon presiden, Anies  yang lahir di Kuningan Jawa Barat , 7 Mei 1969, akan menapaki jalan politik tertinggi negeri ini. Partai Nasional Demokrat ( Nasdem), setelah melewati banyak proses dan dinamika, akhirnya Partai secara resmi, dan mungkin lebih cepat dari jadwal yang di rencanakan sebelumnya, telah menetapkannya Anies menjadi Calon Presiden resmi usungan partai.

Dengan penuh percaya diri,  Ketua Umum ( Ketum ) Partai  Nasdem, Surya Paloh mengumumkan calon resmi partainya, setelah sekitar empat bulan sebelumnya, tepatnya 17 Juni 2022, dalam Rapat Kerja Nasional ( Rakernas ) Surya Paloh membacakan hasil keputusan usulan para pengurus daerah Partai Nasdem, bahwa ada 3 nama yang di rekomendasikan Rakernas hari itu, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa. Tentu, Surya Paloh tak perlu di tanya, mengapa kemudian nama Anies yang muncul dan di umumkan sebagai Capres resmi Partai Nasdem?  Mengapa bukan Ganjar Pranowo ataupun Andika Perkasa?

Dalam analisa penulis, pertama, khusus untuk Ganjar Pranowo misalnya, alasan tidak terpilih, selain faktor hitungan-hitungan electoral partai, dimana jika Nasdem mengusung Ganjar sebagai Capres, maka efek ekor jas atau Coat tail effect akan berpihak dan menguntungkan Partai PDI-P. Secara otomatis Nasdem tidak akan memperoleh limpahan suara pemilih ke partainya, karena semua orang paham betul bahwa Ganjar adalah PDI-P. Alasan kedua, tentu saja, Ganjar Pranowo, belum tentu mau jika di usung oleh Nasdem. Kenapa Ganjar akan menolak Nasdem? Selain karena Ganjar masih berpeluang di usung sendiri oleh partainya, dan partai-partai di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), juga karena Nasdem masih sendiri dalam pengumuman Capres pada 3 Oktober lalu, dan sampai saat ini tidak ada jaminan juga akan ada partai lain setuju dan yakin bahwa, berkoalisi dengan Nasdem ( dengan Anies sebagai Capres) akan menguntungkan partai mereka. Sebutlah misalnya Partai Keadilan Sejahtera ( PKS). PKS akan berhitung ulang jika mengusung Anies sebagai Capres apabila Calon Wakil Presiden yang di usung bukan dari partainya. Demikian halnya Partai Demokrat, kemungkinan hanya akan mengusung Anies sebagai Capres apabila Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) menjadi Cawapresnya.

Lalu mengapa Surya Paloh dengan begitu percaya diri mengatakan bahwa, alasan memilih Anies adalah Why is Not The Best? Yang secara harfiah, Surya Paloh menganggap bahwa Anies-lah Capres terbaik yang di miliki bangsa ini. Tentu, kalau pernyataan Surya Paloh di lempar ke publik, akan menjadi wacana yang debatable. Sebuah perdebatan yang tidak akan usai hingga hari pencoblosan, tentang siapa sosok terbaik untuk memimpin negeri dengan keragaman suku, budaya dan agama, yang berjumlah sekitar 278.000.000 jiwa.  Bagi penulis, alasan Surya Paloh lebih ke persoalan politik electoral. Nasdem butuh tokoh yang bisa mengangkat electoral partainya di pemilu 2024. Sebab, di internal partainya sendiri, tidak ada tokoh yang bisa di usung oleh Nasdem sebagai Capres Potensial di 2024. Berbeda dengan partai PDI-P dan Partai Gerindra. PDI-P punya Ganjar Pranowo, yang meskipun saat ini secara strukur PDI-P gencar mempopulerkan Puan Maharani, tapi pada akhirnya ketua umumnya, -Megawati Soekarnoputri,  akan realistis. Dan Gerindra sendiri, punya Parbowo Subianto, yang dari berbagai survey, bersama dengan Anies dan Ganjar, selalu berada dalam Top Three Capres potensial menang di 2024.

Jadi, mungkinkah Anies jadi Presiden RI ke-8? Kalau membaca siasat Nasdem ( baca; Surya Paloh) yang dengan gigih berteori kebangsaan dan alasan persatuan dalam memilih Anies, rasanya sulit untuk meyakini itu sebagai sebuah 'niat tulus' seorang Surya Paloh. Dan jika ini di baca oleh para kolega politiknya di Partai yang hendak berkoalisi dengannya, tentu tidak mudah mendorong Anies menjadi Capres. Dalam politik, semua tokoh dan pengambil keputusan tertinggi partai, kalau mereka mau jujur, tidak mudah menempatkan persoalan bangsa dan masa depan rakyat Indonesia, sebagai alasan utama memilih Pemimpin. Politik, adalah tentang positioning, apa yang akan mereka dapatkan jika mendukung siapa?  Ini fakta yang lazim di Indonesia. Demokrat dan PKS perlu melihat ulang, bukan hanya peluang menang yang sulit untuk partainya di 2024, jika bukan dari Partai mereka Cawapresnya, tetapi juga betulkah mereka mau memilih Anies karena ingin memperbaiki dan memajukan bangsa ini? Atau karena tidak ada pilihan lain untuk berkoalisi?

Dalam hitungan penulis, langkah Surya Paloh dan Nasdem, tidak hanya terburu-buru, yang sebelumnya mereka menyampaikan bahwa akan medeklarasikan capres tanggal 10 November 2022, tetapi juga sikap over confident ini, telah membuka jalan bagi partai lain untuk mendukung Calon Presiden selain Anies Baswedan. Kalaupun pada akhirnya Partai PKS dan Partai Demokrat akan bergabung dengan Nasdem, partai ini hanya akan jadi pengikut, bukan penggagas. Kesan yang akan muncul di pemilih, Anies adalah Nasdem. Di sinilah letak ke-tidak-sabaran Surya Paloh. Harusnya, jika pun akan mendeklarasikan Anies sebagai Capres, mestinya itu adalah keputusan bersama dengan partai se-koalisinya sejak awal.

Tetapi apapun itu, politik adalah seni. Seni memenangkan kuasa. Kuasanya siapa? Bukan Kuasanya Surya Paloh atau kuasanya Nasdem, ataupun kuasanya partai-partai dan Ketum Partai lainnya di Indonesia. Politik dan Kuasa adalah milik rakyat Indonesia, seutuhnya. Bukan hanya untuk kepentingan Pemilu 2024, tapi juga untuk masa depan Indonesia yang lebih maju, adil, sejahtera dan damai untuk semua anak bangsa. Untuk alasan inilah, Pemilu di buat. Bukan untuk alasan lainnya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun