Mohon tunggu...
Sapar Diyono
Sapar Diyono Mohon Tunggu... profesional -

Komunitas Peduli Lingkungan, Alumni Fakultas Kehutanan UGM http://sapardiyono.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ahok, Kurban PERPPU Pertama

31 Oktober 2014   15:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:04 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2

Ahok, Kurban PERPPU Pertama

Ahok, sang wakil Gubernur DKI Jakarta ini, siapa sih yang tidak kenal?  Kariernya meroket tajam sejak dipasangakan menjadi wakil gubernur mendampingi Jokowi kala itu. Sejak mendampingi Jokowi pun ia adalah patrner yang hebat,  karakternya yang meledak-ledak dan sangat berani adalah ciri khas utamanya. Ketegasannya juga mmbuat orang salut dan mulailah ia memperoleh simpati dan dukungan dari kalangan masyarakat luas.  Namun demikian akibat sifatnya itu pulalah ia sering membuat kontroversi, beberapa statementnya sering membuat kuping panas dan oleh karenanya terbelah-lah  dukungan kepadanya, ada yang pro dan ada yang kontra.

Sejak Sang Gubernur Jokowi bertarung untuk menjadi presiden dan akhirnya menang, bak durian runtuh kariernya  melonjak semakin terang benderang. Sebagai wakil gubernur, tinggal selangkah lagi ia menjabat  Gubernur DKI Jakarta, keren bukan main, DKI 1..., bayangkan. Sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah yang berlaku saat itu, aturan sudah sangat jelas, apabila gubernur berhenti atau diberhentikan, wakil gubernur menggantikan menjadi gubernur, begitulah kira-kira.

Namun perkembangan politik di negri ini sangat-sangat dinamis dalam 6 bulan terakhir ini. Munculnya 2 blok koalisi antara KMP dan KIH adalah pemicunya. Koalisi itu sendiri merupakan kelanjutan dari berbagai pertarungan dan proses kontestasi selama pilpres berlangsung dimana terjadi pertarungan yang begitu sengit. Jokowi dan KIH memenangkan pilpres dan otomatis seluruh kabinetnya. Sementara KMP berhasil memenangkan pertarungan di parlemen dengan menyapu bersih unsur pimpinan DPR serta berlanjut juga di berbagai alat kelengakapnnya.

Perppu No 1/2014 yang dikeluarkan SBY diakhir masa jabatannya sebetulnya juga merupakan buah dan warna lain dari betapa sengitnya proses perebutan kekuasaan itu. Setelah KMP berhasil memenangkan voting dengan KIH akibat demokrat walk out saat itu, maka otomatis berlakulah UU Pilkada tidak langsung atau oleh DPRD. SBY tidak senang dengan keputusan DPR itu, akhirnya UU  no 22/2014 tentang Pilkada tidak langsung tersebut  dibatalkan keberadaannya dengan menerbitkan Perppu no 1 tahu 2014.

Maksud SBY mungkin baik, beliau ingin mengembalikan hak rakyat, yang menurut beliau telah dirampas oeh DPR melalui voting dan lahirnya UU baru tersebut. Perppu yang dibuat dengan suasana tergesa-gesa ini mungkin masih jauh dari sempurna. Mungkin juga terlalu memegang aspeks subtansinya atau materiilnya, sehingga dampak sampingan atau akibat hukum yang terjadi juga belum terantisipasi secara jelas, dan kadang justru menimbulkan polemik hukum lainnya yang tidak kalah pelik.

Ibarat santapan pagi, hidangan super lezat yang akan disantap Ahok  sedikit bergeser dan bahkan hampir tumpah, atau nanti malah tumpah saya tidak tahu. Wa Allohu ‘Alam, sungguh hanya Alloh yang mengetahui  semua rahasiaNya.

UU Pemerintahan Daerah yang telah telah memberikan tiket gratis bagi Ahok untuk menduduki jabatan Gubernur telah dianulir oleh UU Pilkada no 22/2014. Selanjutnya UU tersebut juga telah di “aborsi “  atau  dipupus sebelum lahir  dengan Perppu no 1/2014.

Perppu menjelaskan dalam pasal 174 :

Pasal 174

(1)Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan penjabat Gubernur atas usul Menteri sampai dengan berakhirnya masa jabatan Gubernur.

(2)Apabila sisa masa jabatan Gubernur berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan sisa masa jabatan  lebih dari 18 (delapan belas) bulan maka dilakukan Pemilihan Gubernur melalui DPRD Provinsi.

Berdasarkan  pasal inilah yang menyebabkan Ahok bisa kehilangan hak konstitusinya. Terutama ayat (2) karena jabatan Gubernur Jokowi yang ditinggalkannya masih lebih dari 18 bulan. Ini artinya  Ahok tidak otomatis menjadi Gubernur DKI. Gubernur DKI sendiri harus dipilih dalam sidang paripurna DPRD.

Celakanya ditegaskan dalam pasal 206  : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai  berlaku pada tanggal diundangkan. Alias tanggal 2 Oktober 2014.

Namun masih ada pintu   yaitu di pasal 199 :

Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri.

Monggo dicermati  lebih dalam.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun