Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki dimensi paling banyak, dimensi yang dimaksud adalah perihal yang berhubungan dengan misi kehidupan yang dilalui manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, yang sudah semestinya dikembangkan secara serasi dan seimbang, melalui jalur pendidikan formal maupun non formal yang akan berimplikasi signifikan bagi pengembangan multi dimensi manusia.
Zakiah Daradjad (1995:2) memaparkan pendapatnya bahwa ada tujuh macam dimensi manusia yang perlu dikembangkan, yaitu dimensi fisik, dimensi akal, dimensi iman, dimensi akhlak, dimensi kejiwaan, dimensi keindahan dan dimensi sosial kemasyarakatan.
Dimensi fisik manusia sangat komplek mulai dari setetes nutfah yang bercampur dengan ovum, lalu berkembang dalam rahim kemudian dilahirkan ke dunia-menjadi anak-anak lalu dewasa, kemudian menjadi tua dan kembali ke tanah. Kemudian dimensi akal, akal menjadi pembeda dengan makhluk ciptaan lainnya, kesempurnaan dimensi fisik manusia masih ditambah dengan akal dan fikiran, sehingga manusia dikatakan penciptanya sendiri sebagai ahsani takwim, melalui akal dan fikirannya manusia berimajinasi, berinovasi, dan berkreasi melahirkan karya-karya dalam berbagai hal.
Selanjutnya dimensi Iman, karena manusia dianugrahi akal fikiran maka kepada manusialah syariat Tuhan diberikan dengan tuntutan harus secara kaffah menjadi hamba Tuhan, realitas beriman kepada Tuhan menuntuk terintegrasinya tiga elemen pokok yaitu percaya dalam hati, diucapkan oleh lisan dan teraplikasikan dalam bentuk tindakan. Sebagai contoh ia menetapkan dalam hatinya percaya dan mencintai Tuhan, lisannya berucap dzikir mengingat Tuhan dan perbuatannya mencerminkan sosok Tuhan yang penyayang, santun dan menghormati semua orang.
Berikutnya adalah dimensi akhlak, akhlak adalah budipekerti yang bersinonim dengan etika dan moral, ia merupakan kolaborasi antara pertimbangan akal, fikiran dan nurani. Keadaan alami manusia yang bertaraf rendah dirubah melalui pertimbangan akal yang dibimbing syari'at, hingga mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, dari keadaan rendah itu berubah menjadi berakhlak yang mulia yang akan menyampaikannya pada taraf rohani, dimana jiwa manusia sudah sepenuhnya tunduk pada kehendak Ilahi. Â Â
Dimensi Kejiwaan, istilah populernya adalah Psikologis yang darinya timbul dorongan untuk menampilkan perilaku keseharian yang dapat diukur melalui tindakan, Zakiah Daradjat menyebutnya dengan istilah mental yang melingkupi keadaan perasaan, fikiran dan kelakuan. Pada dimensi ini manusia sering diibaratkan dengan teko, jika jiwanya bersih maka yang keluar adalah ucapan dan tindakan yang baik, seperti teko yang terisi air bersih pasti mulut teko akan mengalirkan air yang bersih dan sebaliknya.
Keenam adalah Dimensi Keindahan, dimensi ini mempertegas keunggulan manusia, dimana jasmaninya yang sempurna, dibekali akal dan fikiran, mampu merubah diri menjadi berakhlak baik, kemudian menyampaikan manusia pada kondisi mental yang sehat, selanjutnya ia akan mengenal yang namanya estetika (keindahan) hakikat dari estetika adalah kebahagiaan dan kesenangan, hal ini tiada lain merupakan harapan terbaik dari dimensi kejiwaan, enam dimensi tadi sesungguhnya dipersiapkan untuk menuju Dimensi Sosial Kemasyarakatan, karena pada dimensi ini manusia dituntut untuk belajar menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi yang ada.
Pada dimensi fisik, akal, iman, akhlak, kejiwaan dan keindahan sebagai hak secara individu bisa mutlak dinikmati sendiri, akan tetapi ketika bersinggungan dengan sosial kemasyarakatan dalam praktek interaksi antar sesama, hak pribadi dibatasi oleh adanya hak orang lain, kesenangan pribadi ternyata akan lebih indah ketika juga menghormati kesenangan orang lain, inilah yang dimaksud melebur menjadi sebuah kesatuan dalam kehidupan sosial masyarakat untuk saling berkomunikasi dan bekerjasama. Â
Dimensi manusia selalu menarik untuk dikaji karena ia bersifat dinamis, di setiap zaman dan di setiap waktu terus mengalami perubahan. Istimewanya manusia mampu mendidik generasinya secara terencana bahkan untuk puluhan tahun ke depan. Kajian tentang hal ini telah membawaku pergi ke sebuah lembaga pendidikan bernama Al-Wahid.
Al-Wahid adalah sebuah lembaga pendidikan berbasis komunitas Ahmadiyah yang memberikan layanan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Ia berada di Dusun Wanasigra, Desa Tenjowaringin-Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Sebuah sekolah dengan bangunan utama 3 tingkat berdiri kokoh di tengah-tengah sebuah desa yang penduduknya telah mendeklarasikan diri sebagai desa siaga Donor Darah dan Donor Mata. Merupakan pengalaman baru yang luar biasa bisa mengunjunginya, sekaligus membuka wawasan bahwa tidak selamanya kaum marginal berada pada kondisi terpuruk, dengan komunitas yang ada ia bisa bekerja maksimal melebihi yang lain. Ide besar komunitas ini adalah memberikan pelayanan kemanusiaan terbaik kepada setiap orang tanpa kecuali, termasuk dalam memberikan layanan pendidikan dan moto yang melekat ditengah komunitas ini adalah Love for all hatred for none.
SMU Al-Wahid terletak di sebuah desa yang sangat indah, di sebelah barat terlihat Gunung Cikuray yang bersambung dengan pesawahan yang terhampar indah berpadu dengan sungai Cikuray yang menjadi batas alam antara Garut dan Tasikmalaya sungguh merupakan landscape sempurna dari bentangan alam ciptaan Tuhan. Penduduk  Wanasigra yang ramah-ramah jelas menegaskan bahwa mereka siap menjadi tuan rumah bagi para pelajar SMU Plus Al-Wahid yang datang ke sini. Â
SMU Al-Wahid mendapatkan izin oprasi dari Kemendikbud sejak tahun 2000, sampai sekarang 2021 telah meluluskan 18 angkatan kurang lebih 1000 siswa telah lulus dari sekolah ini, para lulusannya tersebar di seluruh pelosok tanah air, tentu saja karena siswa SMU AL-Wahid datang dari seluruh pelosok Indonesia.
SMU Al-Wahid mengokohkan diri sebagai SMU bernilai plus yang ditandai dengan adanya tambahan mulok pendidikan agama islam yang secara nyata terintegrasi dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Di samping itu SMU Plus Al-Wahid konsens menanamkan nilai-nilai karakter dari berbagai sumber:
Karakter Bersumber dari Budaya Bangsa Indonesia : Â Religius, Toleransi, Kerja Keras dan Disiplin
Karakter bersumber dari dasar negara Pancasila : Demokrasi dan Gotongroyong
Karakter bersumber dari tuntutan Abad 21: Kompetitif, Kritis, Kreatif-Inovatif, Kolaboratif dan Komunikatif
Karakter bersumber dari Moto Love For All Hatred For None : Religius, Kemampuan Bersosial dan Peka Terhadap Kemanusiaan
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SMU Plus Al-Wahid memiliki tujuan yang mendukung terlaksananya visi, misi, dan tujuan sekolah. Karakter yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia dan dasar negara Pancasila ditanamkan dengan semangat untuk mengembalikan, menguatkan dan mengembangkan karakter kebangsaan.
Kemudian karakter yang bersumber dari tuntutan abab 21 dipersiapkan dengan tujuan membekali siswa dalam menghadapi kemajuan zaman, dalam istilah Ki Hajar Dewantara adalah kodrat alam yang mengandung kemajuan dan terakhir karakter yang bersumber dari moto Love For All Hatred For None bertujuan untuk mewariskan nilai-nilai kebaikan organisasi yang diharapkan dapat membangun militansi anggota.
Penanaman pendidikan karakter di SMU Plus Al-wahid dilakukan di empat pos kegiatan yaitu: proses KBM kelas, kegiatan eskul, kehidupan asrama dan kehidupan sosial masyarakat komunitas Ahmadiyah. Ciri khas dalam kehidupan asrama SMU Plus al-Wahid menerapkan sistem Hunian Mitra Sekolah (HMS). HMS adalah rumah warga yang menjadi tempat kos siswa pendatang tetapi terintegrasi dengan  pihak sekolah. Sistem HMS ini saangat membantu para siswa menajamkan kepekaan sosial dan mempermudah pergaulan sosial masyarakat dari para siswa yang datang dari seluruh Indonesia.
Proses evaluasi pendidikan karakter di SMU Plus al-Wahid dilakukan berjenjang di empat pos kegiatan tadi dengan para guru, mentor dan pengurus cabang Jemaat Ahmadiyah yang tersentral dalam pengeelolaan sekolah, sehingga lebih presisi menggambarkan capaian ril dari perkembangan sikap anak didik. Keterlibatan masyarakat sekitar dalam penerapan pendidikan karakter sangat membantu proses praktikum dari teori pendidikan karakter yang diajarkan dalam proses KBM, namun kelemahannya anak didik rentan mendapatkan pengaruh lingkungan yang kurang baik. Untuk mengatasi pengaruh lingkungan yang kurang baik SMU Plus Al-Wahid sedang merancang kampung edukasi yang selaras dengan visi misi sekolah.
SMU Plus Al-Wahid telah 21 tahun bediri dan atas kerja keras seluruh civitas akademika Al-Wahid telah banyak meraih prestasi akademik maupun prestasi olahraga di tingkat kabupaten, tingkat propinsi maupun tingkat nasional, bahkan kepala desa Tenjowaringin memberikan keterangan ada 68 orang Al-Wahidian (wadah alumni Al-Wahid) yang terserap menjadi aparatur desa Tenjowaringin, mulai dari RT sampai pamong desa. Sementara alumni yang lain tersebar di seluruh Indonesia dan banyak juga yang diterima dan lulus di berbagai perguruan tinggi tanah air, 68 orang diataranya menempuh pendidikan Jamiah ahmadiyah Indonesia dan menjadi mubaligh yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H