Lapar, haus, menahan amarah dan syahwat merupakan realita perjalanan orang berpuasa. Dengan meninggalkan pemenuhan kebutuhan jasmani di bumi, mereka yang berpuasa seolah ditarik perhatian sepenuhnya ke arah langit, dengan jaminan tanpa makan dan minum sebagai kebutuhan pokok jasmani manusia akan tetap sehat dan dapat beraktivitas.
Dalam kondisi berpuasa menyiratkan eksistensi kekuasaan Tuhan, bahwa selama manusia menjalankan perintah-Nya sesuai aturan, tanpa sarana dunia pun ia akan tetap hidup. Karena sejatinya Tuhanlah sang pemberi kehidupan.
Jika kesadaran bahwa Tuhanlah yang memberi kehidupan telah muncul dalam setiap pribadi orang yang berpuasa, maka penghambaan manusia kepada Tuhan mencapai kesempurnaan penuh. Di posisi seperti ini kesadaran untuk beribadah kepada-Nya semakin meningkat.
Berangkat dari titik inilah seyogyanya pondasi gairah beribadah di bulan ramadhan dibangun oleh masyarakat muslim. Kita jangan terjebak tradisi semata tanpa meraih hakikat yang sebenarnya.
Berpuasa adalah rukun Islam yang ke empat, berada di posisi ke empat karena ada satu, dua dan tiga yang tidak boleh dilewati, artinya syahadat, shalat, dan zakat jangan ditinggal lantaran menjalankan puasa, karena rukun Islam merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Berupaya mengejar pahala puasa tetapi shalat ditinggalkan, bagaikan berusaha memperbesar keran air, tetapi tempat penampungan air itu sendiri dibiarkan mengalami kebocoran hebat, tentu saja pahala tidak akan pernah terhimpun.
Puasa diwajibkan kepada orang beriman, seperti firmannya "hai orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, supaya kamu menjadi orang yang bertakwa" ( 2:183)
Perintah puasa bersifat umum kepada orang beriman, sedikit berbeda dengan perintah zakat yaitu hanya bagi mereka yang berharta. Dalam hal ini kaya miskin wajib berpuasa.
Orang-orang kaya yang biasa hidup tanpa kekurangan, sandang pangan selalu tercukupi, diperintahkan sama untuk berpuasa, merasakan lapar dan haus seharian. Dari sini ia akan merasakan seperti itulah orang-orang miskin menjalani kehidupan dan dengannya diharapkan muncul kesalehan sosial untuk saling berbagi. Memperhatikan sisi ini puasa jelas bertujuan menajamkan kesalehan sosial.
Orang-orang tak berpunya di tolong kehidupannya oleh mereka yang memiliki kelebihan harta, mengajarkan untuk sama-sama menghormati kemanusiaan, jika ini landasan orang beriman maka tidak seharusnya setiap mendekati puasa ada serangan bom bunuh diri yang telah menodai dan menista jiwa kemanusiaan.
Dengan memperhatikan puasa bertujuan untuk menajamkan kesalehan sosial dibandingkan dengan perilaku para bomber jelas menunjukan kekeliruan mereka. Bahkan bukan saja keliru, tetapi pada akhirnya menunjukan dirinya buta akan jalan Tuhan. Jika jalan Tuhan saja gelap gulita bagi mereka, maka tidak mungkin mereka akan mendapatkan bidadari surga.
Berbeda penilaian kita dengan memperhatikan sekelompok ibu-ibu yang membagikan takjil kepada tukang beca, tukang parkir, driver ojek online, dan para pedagang kaki lima yang rutin mereka lakukan setiap ramadhan tiba, telah membuat  saya terenyuh, bahwa sejatinya mereka sedang mentriger kesalehan sosial mulai dari bawah, saya yakin mereka tidak butuh publikasi, niatnya murni ingin berbagi santapan berbuka. Di mata saya mereka adalah pahlawan kemanusian yang sedang mencari celah-celah kecil menuju jalan keridoan Tuhan, semoga diberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H