Mohon tunggu...
Sanusi at Maja
Sanusi at Maja Mohon Tunggu... Penulis - Da'i/ Anggota PISHI/Alumni Pasca UNIRA MALANG

Love for All Hatred for None

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Natal dan Pesan Moral

25 Desember 2020   16:46 Diperbarui: 1 Januari 2021   08:28 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Pribadi GKJW Paleran-Jember

Mereka memilih hari Solstice (hari balik matahari) di musim dingin karena hari itu merupakan pesta rakyat yang terpenting. "Chambers Encyclopedia" pada kata "Christmast" juga mengatakan bahwa Hari balik matahari di musim dingin dianggap sebagai pesta orang-orang Musyrik memperingati Solstice. Gereja yang tidak mampu menghapuskan pesta rakyat ini, namun memberi rona ruhani sebagai hari lahir Matahari Kesalehan.

Kisah dibalik natal rupaya menjadi iconic yang menyedot perhatian banyak kalangan,  wikipedia.org menuliskan bahwa perayaan natal baru dimulai sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir) para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei, tetapi juga tanggal 19-20 April. Di tempat-tempat lain pada 5 atau 6 Januari. Perayaan pada tanggal 25 Desember di mulai pada tahun 221 M oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke 5 dan berjalan hingga sekarang.

Itulah serentetan kisah dibalik penetapan Natal, memang sangat beragam dan memahaminya merupakan bonus pengetahuan dan bagi saya sebagai seorang muslim tidak sepatutnya memperdebatkan kebenaran 3 milyard keyakinan manusia, tetapi memberikan apresiasi kepada saudara sebangsa, dan saudara sesama umat manusia yang tengah berbahagia dengan adanya perayaan Natal adalah kearifan sosial yang semestinya di tunjukan kepada siapapun, selanjutnya sebagai saudara yang baik ingin selalu mengingatkan agar dalam perayaan itu tidak terbawa arus pesta semata tetapi ada makna kesalehan rohaniah yang harus dikembangkan seperti yang disebutkan Heather Riggleman sebagai refleksi spiritual, yang intinya merayakan kasih sayang Tuhan atas kelahiran juruselamat mereka.

Seperti halnya umat Islam dan umat-umat yang lainnya, makna setiap perayaan hari besar agama adalah untuk untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta dan karenaya akan lahir kesalehan-kesalehan sosial. Faktanya memang demikian seorang Kristen yang memahami makna natal yang sebenarnya ia akan menjadi penganut agama Kristen yang sejati, dan real ectionnya di masyarakat ia akan saling mengasihi, saling berbagi, saling menolong dan saling menyelamatkan orang-orang disekitarnya sekalipun berbeda keyakinan.

Demikian juga dengan umat Islam yang memahami makna terdalam dari setiap perayaan hari besar agamanya, ia akan menjadi Muslim sejati, dan muslim sejati dalam prakteknya di masyarakat ia senantiasa akan membagikan cinta dan kasih sayang, bukan kebencian dan kekerasan.
Jika seorang muslim hidup di lingkungan Kristen yang shaleh maka ia akan aman dan selamat, begitu juga seorang Kristen yang hidup di tengah-tengah komunitas Muslim sejati ia akan aman dan selamat juga, inilah narasi sosial yang harus kita bangun. 

Dan jika narasi ini telah semakin kuat di masyarakat, maka tidak ada lagi Gereja yang ditutup, tidak ada lagi doa rohani di rumah seorang Kristiani yang dibubarkan. Begitu pula tida akan ada lagi cerita di bumi pertiwi ini mesjid yang dibakar atau dirobohkan atau dilarang pembangunannya karena berada di tengah mayoritas Kristen apalagi mesjid yang berada di tengah-tengah kaum muslim sendiri.

Saya pikir perayaan natal selamanya membawa pesan tentang perdamaian dan kasih sayang yang harus senantiasa mereformasi jiwa setiap Kristiani agar tunduk dan patuh pada titah Yesus  untuk menghadirkan kerajaan damai di muka bumi, Natal pada dasarnya memiliki kesamaan dengan perayaan Idul Fitri, Id artinya kembali dan Fitri artinya suci, jika ini direnungkan maka tidak mungkin umat Islam akan kembali kepada kesucian jika dalam jiwanya terdapat kebencian.

Jika sudah seperti ini maka tidak menjadi persoalan mengucapkan selamat natal kepada saudara-saudara Kristiani, karena ucapan itu hanya mengapresiasi saudaranya yang tengah berbahagia, dengan ucapan itu tidak lantas menjadikannya beragama Kristen, begitu juga umat kristen yang mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri tidak serta merta mengalihan keyakinan agamanya menjadi Islam.

Keniscayaan yang harus diterima semua pemeluk agama adalah bahwa perbedaan itu akan tetap ada, baik di internal pemeluk agama itu maupun dengan pemeluk agama lainnya. perbedaan adalah kodrat kehidupan manusia dan siapa saja yang tidak menerima perbedaan sama dengan melawan kodratnya sendiri. Salam damai.

Daftar Pustaka
Al-Ketab, e dhalem Basa Madura, LAI, Jakarta 1994
Cristianity.com, diakses 25 Desember 2020 Jam. 8.15 WIB
wikipedia.org, diakses 25 Desember 2020 Jam. 9.58 WIB
Al-Qur'an, Terjemah dan Tafsir Singkat, edt. Malik Ghulam Farid, Neratdja Press, ttp, 2014
Encyclopedia Britanica (15th edition, vol. 15 page 642 & 642A) dan "Chambers Encyclopedia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun