Selain itu, hal yang dirasakan dalam budaya sekularisasi dan pengaruhnya bagi kekebalan pertahanan nasionalisme religiusitas para TKI ini juga disebabkan oleh kebebasan dalam menjalankan ibadah ketika bekerja di negara ginseng.
Meski kebebasan beragama diatur secara mutlak dalam hukum dan pemerintahan Korea selatan, kesempatan untuk beribadah dinegara ini tergantung pada profesi dan lingkungan kerja.
Bagi WNI yang berstatus pelajar dan professional memang tidak mengalami kendala untuk melakukan ibadah kecuali semata mata permasalahannya adalah karena lokasi tempat ibadah yang jauh dan jarang saja.
Namun, ini berbeda halnya dengan nasib para TKI yang terikat dengan waktu dan pengawasan dari perusahaan yang menjadi tempat kerjanya.
Sehingga, dalam realitanya jarang ada perusahaan di negara Korea selatan yang memberikan toleransi untuk menjalankan ibadah terutama sholat wajib 5 waktu, sholat jum'at serta perayaan keagamaan bagi para TKI yang beragama Islam.
Hal itu dikarenakan tidak semua pemimpin perusahaan memahami kebutuhan para TKI dinegara Ginseng yang memahami tentang kebutuhan ibadah.Â
Meski di Korea Selatan banyak ditemukan organisasi Islam seperti KMF (Korea Muslim Federation) dan organisasi yang berdasarkan negara asalnya seperti KMI (komunitas Muslim Indonesia), IKMI (Ikatan Keluarga Muslim Indonesia), IMUSKA (Ikatan Muslim Korea), Ikatan Muslim Banglades, Arab dan lainnya (Soneza Ladiana,Skripsi, 2012:259) yang menaungi tentang pelaksanaan ibadah negara sekural ini. Tetap saja, kebebasan untuk menjalankan ibadah keagaaman untuk umat muslim sangat minim didapatkan di negara ini.
Ditambah lagi dengan adanya peristiwa serangan Prancis yang juga berdampak pada islamofobia di Korea Selatan.
Rangkaian kejadian tersebut menimbulkan keraguan di dalam masyarakat Korsel sendiri. Mereka khawatir akan adanya potensi serangan teroris di Negeri Gingseng dan mendesak agar pihak keamanan segera meningkatkan keamanan.
Terlebih lagi setelah Badan Intelijen Nasional (NIS) juga mengumumkan adanya 10 warga Korsel yang secara publik menyatakan dirinya mendukung kelompok Islamic State /ISIS (internasional.metrotvnews.com, diakses tanggal 25 Januari 2016).
Ditambah juga dengan WNI/TKI yang tinggal di luar negeri sering kali menjadi incaran kelompok radikal seperti ISIS tersebut .