Mohon tunggu...
Hasan Sanusi
Hasan Sanusi Mohon Tunggu... Teknisi - Nothing else

Think Globally Act Locally

Selanjutnya

Tutup

Money

Peran Keluarga dalam Mempengaruhi Keputusan Pembelian Produk

4 Desember 2017   22:50 Diperbarui: 23 November 2018   00:09 7182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Seorang manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan individu lain. Naluri sosial ini bukan hanya bisa dipakai dalam segi untuk berkomunikasi dan berinteraksi saja antar manusia satu dengan yang lainnya. Tetapi juga di dalam segi pemenuhan kebutuhan ekonomi yang digunakan manusia dalam memenuhi konsumsi dirinya terhadap suatu barang dan jasa.

          Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang digiatkan oleh seorang individu, perlu diketahui terlebih dahulu definisi secara harfiah dari konsumsi itu sendiri. Menurut Drs. T.Gilarso dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Ekonomi Mikro" dijelaskan bahwa konsumsi adalah titik pangkal dan tujuan akhir seluruh kegiatan ekonomi masyarakat (Gilarso, 2003; 89).

          Dalam memenuhi kebutuhannya individu yang menjadi konsumen hubungan interaksi dengan distributor atau penyedia produk lainnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang diinginkannya ini. Sehingga secara tidak langsung konsumen akan membentuk suatu pola prilaku ekonomi yang ada dalam proses tersebut. 

          Hal ini biasa sering disebut dengan istilah prilaku ekonomi. Menurut Angel, Blackwell, dan Miniard, perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan produk dan jasa, yang termasuk di dalamnya adalah proses keputusan yang mengawali dan mengikuti tindakan pembelian dengan terlibat secara langsung dalam proses mendapatkan, mengkonsumsi, bahkan membatalkan suatu barang atau jasa (Lelembut, alihamdan.id,dikutip pada tanggal 6 Oktober 2017). Sehingga pada prilaku konsumsi ini menurut Bilson Simamora dalam bukunya yang berjudul "Panduan Reset Prilaku Konsumen" dijelaskan bahwa ilmu ekonomi dikatakan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi yang selalu berusaha memaksimalkan kepuasannya dan selalu bertindak rasional. Dimana para konsumen akan berusaha memaksimalkan kepuasannya selama kemampuan finansialnya memungkinkan (Bilson Simamora, 2008; 3).

          Perlu diketahui, dalam membeli suatu barang dan jasa, konsumen selalu menunjukan prilaku yang berkaitan dengan pola yang di pengaruhi oleh kepribadian, keluarga dan budaya. Pertama, Kepribadian. Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang menentukan dan merefleksikan bagaimana seseorang merespon lingkungannya (Schiffman & Kanuk , 2000). Apabila dilihat dari definitifnya, dalam suatu prilaku konsumen, secara otomatis memiliki tipe responsive terhadap barang dan jasa sesuai dengan kepribadian yang dimilikinya. Seperti dalam tipe kepribadian yang dikemukan Maslow. 

           Dimana manusia dibagi menjadi 4 golongan kepribadian. Sanguinis, Melankolis, Korelis dan Plagmatis. Misalkan dalam tipe kepribadian sanguinis yang mana merupakan seorang perasa yang menyukai keindahan namun ceroboh dalam mengambil suatu keputusan. Akan berbeda pola prilaku konsumennya dengan seorang melankolis yang dominan dengan kesempurnaan, mendetail dan dan tegas dalam mengambil semua keputusan. Kita ambil contoh dari dalam prilaku konsumen sabun mandi Seorang konsumen sanguinis pastinya akan membeli suatu produk barang dan jasa yang mana lebih melihat bentuk luaran dari barang dan jasa tersebut tanpa menelurusi bagaimana kondisi fisik yang lebih mendetail lagi. 

          Sehingga sabun yang dibelinya secara otomatis akan berupa sabun yang mungkin bangkus sampulannya saja, yang sedang popular dipakai oleh khalayak. Tanpa memperhatikan kandungan kimia yang terkandung didalam sabun tersebut, sesuai atau tidaknya dengan kondisi kulit sang konsumen. Berbeda hal nya dengan seorang yang memiliki tipe kepribadian melankolis. Ketika membeli sabun, pastinya seorang melankolis yang perfect akan lebih melihat pada kualitas produk yang akan dibelinya bukan pada kuantiantitasnya. 

          Seorang Melankolis, pastinya akan memilih sabun yang benar benar sesuai dengan kulitnya tanpa memandang bentuk fisik, ataupun popular nya suatu produk, namun lebih mengutamakan pada kandungan apa saja yang tercampur dalam produk tersebut, Baik atau tidak baiknya bagi kelangsungan kesehatan kulit dan fungsinya bagi kulit. Apabila digambarkan dalam sebuah iklan seorang konsumen sanguinis itu tercemin dalam diskonan barang yang diserbu masa sedangkan melankolis tercemin dalam iklan "buat anak kok coba-coba"

           Kedua, keluarga. Keluarga didefinisikan sebagai sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah (keturunan: anak atau cucu) atau adopsi yang biasanya tinggal bersama dalam satu rumah. Pada fungsi keluarga itu sendiri, sebagian besar anak-anak mendapatkan kebutuhan kasih sayang, perhatian dan kedekatan didalamnya. Keluarga merupakan suatu unit dimana anak dapat menemukan kedekatan pengasuhan dan perasaan menyayangi dan disayangi oleh seseorang. 

           Sehingga format keluarga merupakan hal yang masuk akal untuk mengasumsikan faktor kasih sayang (cinta, perhatian, dan kedekatan) sangat penting dalam proses keputusan pembelian produk dalam sebuah keluarga itu sendiri (Park, Tansuhaj dan Kalbe, 1991:652). Adanya faktor kasih sayang, perhatian dan kedekatan ini akhirnya secara tidak langsung membantu mensosialisasikan suatu produk yang biasa dipakai bersama oleh keluarga tersebut. 

           Sehingga apabila seorang anak dalam keluarga telah dibiasakan memakai produk yang sama seperti pasta gigi misalnya, tidak menutup kemungkinan sampai dia dewasa dirinya akan terus menggunakan produk tersebut. Bahkan mungkin sampai dirinya membentuk suatu keluarga baru selama masih memproduksi produk tersebut direkomenasikan untuk pemakainnya sampai meregenerasi.

            Ketiga, faktor budaya. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya mengaju pada nilai, gagasan, artefak dan symbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. 

             Dalam sudut pandang perilaku konsumen, relevansi studi tentang budaya ada dua tahap, yaitu: Pertama, budaya suatu masyarakat selalu berkembang/berubah. Perubahan ini membawa dampak pada perilaku anggota masyarakat tersebut dan akan membawa pengaruh pada perilaku mereka sebagai konsumen. Kedua, untuk produk-produk yang sudah menjangkau multinasional, masalah perbedaan budaya pada setiap negara harus dipahami dengan seksama agar komunikasi dan pemasaran produk dapat diadaptasi sesuai budaya setempat.

             Ketika konsumen membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng, makanan harus panas untuk 'steak hot plate' atau dingin untuk ' agar-agar pencuci mulut'.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ' kristal biru' pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. 

            Produk juga memberi simbol makna dalam masyarakat misal " bayam" diasosiasikan dengan kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. 

             Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan. Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.

           Alhasil, dapat disimpulkan bahwa kepribadian, keluarga dan budaya sangat mememiliki andil besar dalam menentukan prilaku konsumen seorang individu dalam masyarakat. Sehingga dengan adanya hal ini konsumen dan produsen dapat saling bersinergi dengan baik dalam memenuti prilaku ekonomi yang digeluti oleh masing masing pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun