Mohon tunggu...
santy rosnia
santy rosnia Mohon Tunggu... -

assalamualaikum

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rencana Allah Memang Indah

2 Desember 2010   05:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:06 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pantai Kute, sebuah pantai yang tersohor di kalangan turis-turis yang singgah ke Indonesia. Pantai yang menawarkan keindahan alam yang sangat mengagumkan, membuat hati yang hambar menjadi ada rasa. Anginnya yang semilir, desiran ombak yang menderu-deru, nyanyian pasir yang berbisik, tarian nyiur kelapa yang amat gemula seakan menawarkan sebuah pertunjukkan yang sangat sayang untuk dilewatkan. Tapi langit di atas sana tak mendukung keceriaan semua penghuni pantai. Dia begitu lesu dan suram. Begitu halnya dengan seorang gadis yang tengah terpekur di atas gundukan pasir putih itu. Matanya yang sayu menerobos jauh melewati hamparan laut yang amat megah, seakan ia menemukan sebuah pulau diseberang sana. Pikirannya melayang jauh menuju langit yang tak berwarna. Tiba-tiba seorang gadis berjilbab hijau datang menghampirinya dan mengambil posisi duduk tepat di sebelah kanannya. “kamu kenapa tho fah?” tanya gadis berjilbab hijau itu pada alifah “Mbok yo cerita kalo ada masalah, jangan nyuekin sahabatmu iki loh.”

“Aku malu nay, aku malu pada diriku sendiri. Aku juga malu pada Allah, sangat, sangat malu.” Jelas alifah, seorang gadis imut yang selalu ceria

“Malu?” kata naya dengan dahi berkerut serta sorotan mata yang tajam “malu kenapa fah?”

“tadi waktu keluar dari mushola aku gak sengaja liat turis cewek dengan pakaiannya yang super mini. Nah, seketika aku merasa malu dengan kondisiku saat ini nay. Aku malu dengan rambutku yang terurai bebas menantang angin. Aku malu dengan lenganku yang terbuka bebas. Aku merasa sama dengan turis-turis itu yang memamerkan tubuhnya di depan khalayak nay. Aku merasa telah menyakiti Allah. Astaghfirullahal’adzim. Seharusnya aku menjaga apa yang telah Allah percayakan padaku” Jelas alifah dengan suara yang parau. Tanpa banyak kata yang terucap, naya langsung memeluk tubuh mungil sahabatnya itu. Pecah sudah tangis alifah dalam pelukan sahabatnya. “Menangislah fah, jika itu bisa membuat hatimu lebih tenang, menangislah jika itu akan membuatmu kembali ceria.” Hibur naya sembari menepuk-nepuk pungguh alifah “Selamat ya ukh, anti telah baligh.” Lanjutnya dengan senyum yang sangat khas.

“lhoh, aku kan udah baligh sejak kelas satu SMP nay. Hmmm” protes alifah

“Wah, wah, wah Pengertian baligh itu kan ada dua, setau ku loh fah. Yang pertama itu baligh ketika seorang perempuan itu udah menstruasi atau laki-laki itu udah mengalami mimpi basah. Sedangkan untuk pengertian baligh yang kedua itu ketika seorang perempuan telah merasa malu dengan auratnya yang terlihat di depan umum” Jelas naya

“O….” kata alifah dengan mengangguk-angguk sebagai tanda mengerti “Nay…..”

“Hadir….”balas naya dengan mengacungkan tangan ke atas seakan-akan sedang ada forum diskusi yang pas di sesi tanya jawab (hmm ada-ada ajah si naya ini)

“aku….mmmmmm….” jawab alifah dengan terbata-bata “aku pengin pakai jilbab nay.

“Subhanallah, alifah.” Sambut naya seraya merangkul alifah. Tanpa disadari air mata mereka pun beradu di bahu masing-masing.

“Tapi aku belum siap nay, ilmu ku belum begitu banyak. Aku masih terlalu awam.” Tanya alifah

“hmmm, alifah ku sayang, di dunia ini itu tidak ada kata ‘belum siap’ tapi yang ada hanyalah karena dia gak mau mempersiapkan diri untuk itu.” Jelas naya. “Tapi…..”kata alifah

“Tapi kenapa fah? Tanya naya

“Tapi, kalo aku pakai jilbab berarti aku gak bisa jadi polwan donk. Kan polwan gak boleh pakai jilbab, kecuali polwan yang di bagian administrasi.”jawab alifah

“owalah fah, fah, kamu ini lucu.”timpal naya “kalo pun kamu kamu gak jadi polwan, kamu masih bisa jadi yang lain. Yang pasti lebih baik untuk dirimu, agamamu, keluargamu dan orang-orang di sekitar kamu.”

“Tapi itu cita-cita ku dari SD nay.”sanggah alifah. “Iyah, aku tau fah. Hmmm, coba sekarang kamu tenangin diri kamu dulu. Fokusin pikiran Cuma untuk Allah dan minta petunjuk yang terbaik dari Nya.”pinta naya

“Lama gak?”kata alifah. “Semua di dunia ini itu gak ada yang instant fah. Butuh proses untuk menuju ke yang lebih baik.”jelas naya

Tak terasa lingsir mulai menyelusup di tengah langit yang suram. Kedua gadis itu berbalik menuju hotel tempatnya dan temen-temen sekolahnya singgah selama beberapa hari ini untuk study tour ke Bali.

***

Allah yang nyawaku berada ditangannya. Di keheningan malam ini aku hadir menyeru asma-Mu Ya Allah. Aku hadir dengan hati yang gersang merindu hujan kasih-Mu. Aku menghadap dengan jiwa yang bimbang mengharap petunjuk-Mu. Ya Allahu Ya Robbi, aku telah sadar akan syari’at Mu yang indah untuk menjaga wanita, karena menurut-Mu wanita begitu berharga sehingga perlu adanya penjagaan ekstra terhadapnya. Aku ingin menutup aurat ini Ya Robb, tapi aku juga ingin jadi polwan. Ya Allah yang Maha Bijaksana bantu aku untuk memilih di antara dua pilihan tersebut. Berikan jawaban-Mu di setiap detik hidupku. Amin

Bisik doa yang terlantun syahdu, di tengah malam yang hening. Air mata nya terurai bak rintik hujan yang membasahi pipi chubby nya. Setelah capek mulai menyerang, alifah merebahkan badannya kembali ke dipan berharap ada sebuah jawaban dari-Nya.

***

“Baca lah, alifah. Ini untukmu.” Kata seorang kakek berjubah putih yang berjenggot putih pula, sembari menyodorkan mushaf kecil yang ada terjemahannya juga

Keringat dingin bercucuran, matanya sayu. Tangannya gemetaran menerima mushaf itu dari sang kakek. Mushaf itu terbuka pada surat An-Nur ayat 31 dan surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya semua menuju pada perintah Allah pada wanita untuk menutup auratnya di hadapan lelaki yang bukan mahramnya. Dengan sangat cermat alifah mengamati rentetan huruf hijaiyah yang terpampang jelas di hadapannya. Dia mengeja kata demi kata. Meresapi dalam hati dan otaknya mulai bekerja ekstra. Tiba-tiba, ketika dia menoleh ke belakang dilihatnya selembar kain putih lebar tergeletak di atas dipannya. Sebuah sinar terang dari ufuk barat menerangi kain tersebut. Hati-hati, alifah mulai mendekati ke kain putih tersebut. Alifah angkat dan…

“Pakailah anakku.”sebuah suara halus yang amat keibuan. Tapi alifah gak tau dari mana asal suara itu. Dengan gemetaran dia mulai meneliti bentuk kain putih itu. Ternyata jilbab. Perlahan tapi pasti dia mulai memakainya dan dia bercermin..

“Kamu cantik dengan jilbabmu ukhti.”kata bayangan yang ada di cermin itu. Sontak badan alifah terdorong ke belakang karena kagetnya, dan menabrak meja kecil yang ada di ruang tamunya. Alifah mencoba menenangkan diri and mengatur nafasnya kembali. Tiba-tiba matanya tertuju pada selembaran kertas bulletin aswaja berwarna hijau dengan tema anjuran berjilbab. Alifah mncermati deretan kata yang tercetak jelas di hadapannya saat ini. Hati alifah mulai bergetar ketika membaca surat An-Nur ayat 31 dan darahnya lebih berdesir ketika membaca surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya:

“….Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

“Astaghfirullahal’adzim” kata alifah sembari menyeka keringat yang menggenangi tubuhnya. Dia bangkit dari dipan. Diambilnya air wudhudan langsung shalat shubuh.

Ya Allah, apakah mimpi semalam adalah petunjukk dari-Mu. Apakah itu semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku Ya Robbi. Beri aku jawaban lagi.

***

Pagi yang cerah, dengan niat dan tekad yang kuat. Alifah memberanikan diri untuk menngutarakan keinginannya untuk memakai jilbab. Dan ternyata…

“niatmu bagus pengin pakai jilbab, tapi sebelumnya ibu mau tanya apa kamu sudah bener-bener siap mau pakai jilbab?” selidik ibu “karena ibu gak mau kamu buka tutup jilbab, nak.”

“Bismillah, alifah siap lahir batin bu, karena menurut alifah kesiapan itu gak akan muncul kalau kita belum memakainya. Tapi setelah kita memakainya dan kita sadar bahwa jilbab itu bukan untuk di mainkan maka jilbab bisa menjadi hijab dalam hidup kita.”jelas alifah.

“Lalu untuk karate dan cita-cita mu menjadi polwan gimana, nak?”tanya ibu lagi. “Ya itu juga yang sempat membuat al bimbang, tapi setelah al sholat istikharah hati al lebih condong untuk menutup aurat al bu, karena itu yang di syari’atkan dari-Nya.”jawab alifah dengan intonasi yang sangat mantap tanpa keraguan sedikit pun. Sepertinya niatnya sudah begitu bulat. Dengan sigap ibunya langsung memeluk dan mencium pipi alifah. “Ibu bangga sama kamu nak. Jika itu pilihanmu, ibu mengizinkan. Tapi….”kata ibunya

“Tapi kenapa bu?”tanya alifah dengan nada penasaran. “oh, ibu tenang aja. Alifah punya tabungan kok. Insya Allah cukup untuk beli baju panjang al.”jawab alifah dengan senyum manisnya.

***

“Subhanallah, ukhty. Anti sekarang berjilbab?”tanya naya dengan nada yang sangat riang. Alifah hanya menyunggingkan senyum manis dan anggukan mantap. Sepertinya sorot matanya pun telah mewakili berbagai rasa kebahagiaan yang ada dengan jilbabnya yang sekarang. “Barakallah ukh. Semoga tetap istiqomah ya”sambung naya. “Barakallahu fik ukh.”jawab alifah. Dia mulai berjalan menyusuri koridor sekolahnya dan berbagai macam sambutan pun datang menghampirinya mulai dari teman karate sampai anak-anak rohis ikut mengucapkan selamat pada alifah.

Sekarang hari-hari alifah serasa menjadi lebih berwarna dengan pakaian muslimah barunya dan dia serasa lebih memiliki islam. Hari berganti hari dan terus berganti minggu dan bulan. Sampai pada akhirnya sebuah hari mengantarkan alifah pada sebuah titik awal kehidupan yang baru saja akan dimulai. Pendaftaran mahasiswa baru tahun 2010. Berbagai macam perguruan tinggi mulai dari yang ikatan dinas sampai yang universitas dia coba, tapi ternyata belum ada yang tembus juga. Sampai alifah merasa putus asa, sempat terlintas untuk bekerja. Tapi kerja untuk anak lulusan SMA dengan nilai UN yang pas-pasan pastinya ya kalau gak di dealer motor paling di mall-mall. Sedangkan yang bekerja disitu tidak boleh pakai jilbab. Hmmm itu yang paling dia takutkan.

Alifah mencoba mencari-cari perguruan tinggi yang masih membuka pendaftaran. Dan, Alhamdulillah ternyata masih ada yaitu jalur UM2 di Universitas Diponegoro. Bismillah, alifah mulai mendaftar dan dia memilih program studi ilmu keperawatan,karena dalam pikirannya ketika kehidupan itu masih ada maka tim kesehatan akan selalu di butuhkan. Setelah selesai semua proses. Dengan wajah yang kembali cerah dia pulang dan langsung memberitahukan hal ini pada bapak ibunya.

“kalu mau daftar-daftar di piker dulu, jangan semua di daftarin tapi apa? Sampai sekarang belum ada yang tembus juga. Ini kamu daftar UNDIP paling juga gak tembus lagi. Udah deh ke Jakarta aja, cari kerja disana. Jadi kasir atau pelayan toko.”kata ibu dengan nada yang sangat beda sekali dari biasanya.

“Ya Allah, ibu hati-hati bu kalau ngomong. Al Cuma pengin minta doa restu dari ibu. Al mohon ijinin al, dan ralat kata-kata ibu tadi.”kata alifah dengan mata yang mulai berkaca-kaca “kalau al kerja jadi pelayan toko atau di mall-mall pasti al gak di ijinin pakai jilbab bu.”

“Ya sudah kalu kerja lepas saja jilbabmu.”jawab ibu. Sungguh perkataan yang tak disangka-sangka oleh alifah. Ibunya menyarankan sebuah saran yang sangat di luar pikirannya. ini bukan ibuku, ibuku gak kaya gini, Ya Allahu Ya Robbi tak banyak pintaku pada-Mu. Aku ikhlas dan tak takut jika hamba harus bekerja, jika memang itu yang terbaikmenurut-MU untuk hamba, tapi hamba takut jika hamba harus melepas jilbab ini Ya Allah. Aku mohon bantuan-Mu Ya Allah. Batin alifah

***

Pagi yang cerah dengan harapan al dapat kabar baik dari UNDIP. Dengan ritme jantung yang mulai tak beraturan al mulai membuka website yang ada pengumuman hasil UM2 kemarin, setelah di ketikkan no ujiannya.

“Alhamdulillah Ya Allah.”seru al seraya sujud syukur“Ibu, bapak al ketrima di UNDIP jurusan Ilmu Keperawatan”seru alifah dengan nada riang sembari memeluk ibunya. Dengan seksama mata sang ibu meneliti rentetan kata yang ada di layar monitor tak terasa air mata hangatnya menitik. Tiba-tiba tangan mungil alifah menyekanya dengan halus. “Kamu berhasil, nak. Kamu memang hebat.”puji ibunya. “Iya dong bu, anaknya siapa dulu.”balas alifah.

***

Semarang, kota rantauan alifah untuk mencari ilmu sebagai bekal supaya kelak menjadi orang yang berguna bagi orang-orang disekitarnya. Alifah tinggal disebuah wisma atau kost-kost’an plus plus (plus kajian shubuh, plus tilawah, plus pembinaan islami, dll) sebuah tempat yang menurut alifah sangat mendukung untuk menambah ilmu tentang agamanya.

Pada suatu sore yang dingin. Alifah dan kawan-kawannya berkumpul di kamarnya mba hani kemudian tanpa sengaja dia melihat buku terbitan pro-U media yang berjudul “menjadi muslimah tangguh” karangan Muthia Esfand dan A. Fathy Farhat Khan, penasaran akan judul yang tercetak tebal, akhirnya al mulai membaca buku itu, lembar demi lembar. Serasa punya nyawa baru yang dulu sempat hilang. Ternyata menjadi seorang muslimah justru perlu belajar karate untuk menjaga dirinya ketika dalam perjalanan yang lengang. “Haik….ciat” dengan lincah alifah langsung mempraktikkan beberapa jurus mematikan musuh yang terangkum dalam buku itu. Rencana Allah memang indah, ketika kita bisa memahami apa yang terjadi pada diri kita. Akhirnya alifah pun kembali ikut daftar karate ketika ada stand UKM tingkat universitas, walaupun belum sampai tahap perekrutan anggota tapi al akan berusaha agar dia bisa masuk. Dia juga punya inisiatif untuk membuka douzo karate khusus untuk muslimah, agar lebih terjaga. Insya Allah, mohon doanya saja semoga Allah memudahkan. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun