Mohon tunggu...
Santyas Larasati
Santyas Larasati Mohon Tunggu... Lainnya - Hobby nulis

Hallo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjajakan Kaki di Suku Baduy

30 April 2023   12:22 Diperbarui: 30 April 2023   12:57 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan sebuah negara multikultur yang terdiri atas multi etnis yang terbentang luas dari Sabang (Barat) sampai Merauke (Timur) dan dari Miangas (Utara) sampai Pulau Rote (Selatan). Budaya merupakan hasil dari turun temurun yang telah dilestarikan dan keberadaannya diakui oleh UUD 1945 sebagai landasan kebudayaan, namun tidak menutup kemungkinan mengenai perkembangan zaman yang pada akhirnya terjadi perubahan - perubahan kecil mengenai suku dan budaya itu sendiri.

Salah satu contohnya yakni adanya Suku Baduy yang terpecah menjadi dua bagian, Baduy Luar dan Baduy Dalam. Sebelum menyelam lebih jauh, siapa sih disini yang asing mengenai Suku Baduy? Mungkin ada dari segelintir masyarakat yang kurang tahu dari mana Suku Baduy dan perbedaan Luar dan Dalam.

Baduy merupakan salah satu kelompok masyarakat Sunda di Indonesia yang letaknya di Pulau Jawa, Wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Suku Baduy merupakan salah satu dari sekian suku di Indonesia yang sangat menghargai keseimbangan manusia dengan alam salah satu bukti nyatanya yaitu dengan tanpa alas kaki, sehingga konektivitas dari diri mereka dengan Ibu Pertiwi itu masih terjaga. Masyarakat Baduy memiliki pekerjaan utama yakni berladang salah satunya menanam dan kemudian menjual jahe merah. Mengenai madu, mereka mencari madu di hutan terlarang yang kemudian mereka jual dengan cari berjalan kaki menuju Ibu Kota Jakarta.

Perilaku keseharian mereka yakni hidup secara sederhana dan dengan sangat tegas membatasi perkembangan dunia luar yang kemungkinan merusak keseimbangan mereka dengan alam. Hal pertama yang terlintas oleh saya mengenai Baduy adalah, orang - orang yang berjalan kaki ke Jakarta tanpa menggunakan alas kaki dan membawa madu untuk dijual. Hal inilah yang membuat saya ingin mengetahui lebih lanjut mengenai Suku yang cukup unik ini. Berkesempatan pada tanggal 21 April 2023 untuk datang langsung dan bertemu dengan masyarakat Baduy atau yang dikenal dengan sebutan "urang Kenakes".

Turun di Stasiun ujung Rangkas Bitung, naik bus mini menuju perbatasan Baduy Luar dengan estimasi perjalanan kurang lebih 2 jam perjalanan. Sesampainya disana, untuk menuju Baduy Dalam diperlukan waktu sekitar 5-6 jam, merupakan estimasi waktu yang cukup cepat untuk orang awam mengingat langkah kami dengan urang Baduy berbeda sehingga 5 jam merupakan waktu yang cukup cepat bagi kami sampai di pedalaman Baduy. Selama perjalanan menuju Baduy Dalam tentu kita akan selalu ditemani oleh mereka yang memang asli dari Suku Baduy Dalam. Mengapa? Dikarenakan adanya jalan bercabang sehingga meminimalisir kita untuk tersesat didalam hutan.

Selama perjalanan, ditemani dengan alunan nada dari alam yakni air sungai, burung - burung yang berkicauan, suara pergesekan dari pepohonan, pada hari yang sama pun disuguhi dengan aliran hujan yang berlangsung cukup lama dari pukul 4 sore hingga malam tiba. Sungguh pengalaman yang menenangkan untuk kita yang sedang menghidari hiruk pikuknya perkotaan.

Memasuki Baduy Luar, seluruh rumah akan menata dengan cantik cindera mata maupun minuman dan makanan ringan yang bisa kita nikmati bahkan dengan harga yang ramah dikantong. Perbedaan yang secara kasat mata mengenai Baduy Luar dan Baduy Dalam, yakni kita dapat melihat bahwasanya mereka yang tinggal didaerah Baduy Luar sudah mulai terkontaminasi oleh teknologi dan budaya luar lainnya. Seperti penggunaan gadget pada kehidupan sehari -- hari. Dalam perjalanan kita juga akan ditawari durian yang rasanya sangat manis dan sangat menggugah selera dengan harga yang murah dikantong.

Baduy luar juga dengan senang hati menerima tamu mancanegara maupun local untuk menginap dirumahnya tetapi tidak untuk warga Baduy Luar. Mengapa? Setelah bertanya - tanya dengan salah seorang Baduy dalam, Beliau mengatakan bahwasanya Bahasa Ibu mereka adalah Bahasa sunda dan ketika sudah beranjak remaja.

Mereka akan mulai mempelajari Bahasa Indonesia sebagai Bahasa kedua dan alat komunikasi dengan orang luar suku sehingga untuk meminimalisir dari salah kaprah mengenai Bahasa asing selain kedua Bahasa tersebut, maka mereka menentang orang mancanegara untuk berkunjung dan menginap dirumah mereka sehingga orang - orang dari luar Indonesia dilarang keras untuk berjalan lebih jauh menuju Baduy Dalam.

Bagaimana cara membedakan mereka? Kita bisa melihat dari warna pakaian mereka, Baduy Luar akan memakai kain berwarna biru dengan corak dan rata - rata perempuan dan laki - laki selalu memakai baju warna gelap (biru tua/hitam) yang menyatakan bahwasanya mereka sudah tidak suci lagi. Sedangkan untuk masyarakat Baduy Dalam, mereka akan memakai ikatan kepala warna putih untuk laki laki dan baju berwarna putih yang mencerminkan urang dalam.

Sesampainya di Baduy Dalam, tinggal sementara dan menyatu dengan penduduk Baduy adalah hal yang mengasyikan, berbincang dengan warga setempat, bermain dengan anak - anak disana meskipun mereka tidak cukup memahami Bahasa Indonesia. Jangan lupa ketika berkunjung ke Baduy Dalam, bawalah beberapa makanan ringan yang bisa kalian bagikan kepada anak - anak kecil disana, pada saat itu saya dan teman saya membawa susu kotak kecil yang kemudian kita bagikan kepada anak - anak kecil disana dengan senang hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun