Mohon tunggu...
Santri Penulis
Santri Penulis Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Islam dan Penistaan Islam

13 Desember 2016   12:15 Diperbarui: 13 Desember 2016   12:23 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahok telah menistakan Al-Quran. Begitu topik yang begitu sering dibicarakan oleh umat Islam Indonesia dalam beberapa minggu terakhir. Sejak kecil, kita sebagai ummat Islam selalu diajarkan untuk memuliakan Al-Quran. Maka tidak heran jika apa yang telah dilakukan Ahok, membuat umat Islam di Indonesia, baik yang selalu menjalankan syariat-Nya atau yang hanya meminjam kata “islam” dalam KTP-nya, marah, atau paling tidak mengernyitkan dahi. Reaksi dari kemarahan sebagian ummat Islam tersebut adalah wajar, tetapi tidak semua hal yang wajar adalah benar adanya. Lalu apa yang sebenarnya harus kita lakukan sebagai seorang muslim?

Sebagai muslim kita diharuskan untuk mengikuti jalan yang dilalui oleh Rasulullah dan Salafush Sholih. Adapun yang dimaksud dengan Salafush Shalih dalam istilah ulama adalah orang-orang terdahulu yang shalih, dari generasi sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, dari generasi tabi’in, tabi’ut tabi’in serta para ulama yang mengikuti mereka. Banyak dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang menunjukkan kewajiban mengikuti pemahaman Salafush Shalih.

Allah berfirman

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At Taubah:100].

Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda :

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits mutawatir, riwayat Bukhari dan lainnya].

Terkait dengan hukum menghina Al-Quran, Imam an-Nawawi, dalam At-Tibyan fi Adabi Hamalah al-Qur’an, menyatakan bahwa para ulama telah sepakat tentang kewajiban menjaga mushaf al-Quran dan memuliakan-nya. Para ulama Mazhab Syafii berkata, “Jika ada seorang Muslim melemparkan al-Quran ke tempat kotor maka dihukumi kafir (murtad).” Al-Qadhi Iyadh pernah berkata, “Ketahuilah bahwa siapa saja yang meremehkan al-Quran, mushafnya atau bagian dari al-Quran, atau mencaci-maki al-Quran dan mushafnya, ia telah kafir (murtad) menurut ahli Ilmu.” (Asy-Syifa, II/1101).

Dalam kitab Asna al-Mathalib dinyatakan, mazhab Syafii telah menegaskan bahwa orang yang sengaja menghina, baik secara verbal, lisan maupun dalam hati, kitab suci al-Quran atau hadis Nabi saw. dengan melempar mushaf atau kitab hadis di tempat kotor, maka dihukumi murtad. Dalam kitab Al-Fatawa al-Hindiyyah, mazhab Hanafi menyatakan, bahwa jika seseorang menginjakkan kakinya ke mushaf, dengan maksud menghinanya, maka dinyatakan murtad (kafir). Dalam Hasyiyah al-‘Adawi, mazhab Maliki menyatakan, meletakkan mushaf di tanah dengan tujuan menghina al-Quran dinyatakan murtad.

Inilah hukum syariah yang disepakati oleh para fukaha dari berbagai mazhab, bahwa hukum menghina Al-Quran jelas-jelas haram, apapun bentuknya, baik dengan membakar, merobek, melemparkan ke toilet maupun menafikan isi dan kebenaran ayat dan suratnya, bila yang melakukan adalah seorang muslim. Lalu bagaimana bila yang melakukan adalah seorang kafir atau murtad, seperti Ahok? Kejadian serupa sebenarnya sudah pernah terjadi di masa Rasulullah, dan termaktub dalam Al-Quran

Allah berfirman

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۗ َ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah".

Tafsir al-Thabari mengabarkan telah terjadi perbedaan pendapat siapa yang dimaksud dalam ayat di atas. Sebagian mengatakan ayat itu ditujukan kepada Musailamah. Sebagian lagi mengatakan ditujukan kepada Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah. Kita fokus pada nama yang terakhir, Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah merupakan sahabat Rasulullah bahkan dipercayakan untuk menulis wahyu. Kemudia ia berbalik menjadi murtad dan kafir dan mengumumkan kemurtadannya terhadap Islam serta berbalik pada kelompok orang-orang kafir Quraisy di Kota Makkah.

Dalam kemurtadannya, Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah ditanya oleh para kafir musyrikin terhadap pengalamannya pernah diminta untuk menuliskan wahyu, dengan bangganya Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah mengatakan “ternyata Nabi Muhammad itu dapat aku “bodohi”. Ketika dia mengimlakan kepadaku ayat [حكيم عزيز] “Aziizun Hakim” aku justru menuliskan [حكيم عليم] “Alimun Hakim” dan Muhammad mempercayainya begitu saja”. Tentu saja hal itu dimaksudkan untuk menghina Rasulullah dan menistakan Al-Quran.

Lalu apa yang dilakukan Rasulullah terhadap Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah? Dalam Tafsir Al Qurthubi, dijelaskan apa yang terjadi kepada Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah. Setelah Fathul Makkah, Rasulullah menerima permintaan maaf Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah dan menerima bai’atnya kembali.

Peristiwa yang terjadi kepada Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah merupakan contoh bagaimana Islam memperlakukan musuhnya. Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah telah murtad, mempermainkan ayat Al-Quran yang diturunkan Allah kepada Rasulullah, bahkan setelah murtad pun, ia masih menghina Rasulullah. Akan tetapi dari semua keburukan yang telah dilakukan Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah, Rasulullah tetap memafkannya. Padahal ketika Fathul Makkah, kekuatan Ummat Islam sungguh luar biasa dibandingkan kaum kafir. Tetapi Rasulullah tidak menggunakan kekuatan Umat Islam yang sedemikan besar itu untuk menghukum Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah, dengan segala perbuatan buruknya.

Bertahun-tahun setelahnya, pada masa Khalifah Utsman, Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah diangkat menjadi Gubernur Mesir pada tahun 25 H. Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah menaklukkan Afrika tahun 27 H dan Nuba pada tahun 31 H. Kemudian ia juga yang menaklukkan Pasukan Romawi dalam pertempuran Sawari di tahun 34 H. Setelah itu, menurut riwayat Yazid bin Abi Habib dan lainnya, Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah menetap hingga wafatnya di Ramlah. Di penghujung hidupnya, Abi Sarah berdoa: ” Ya Allah jadikan shalat subuh ku sebagai amalan terakhirku. Dia berwudhu dan shalat. Pada rakaat pertama beliau baca surat al-Fatihah dan al-‘Adiyat, di rakaat kedua membaca al-Fatihah dan surat lainnya, lantas hendak mengakhiri shalatnya dengan mengucap salam ke kanan, dan beliau wafat sebelum mengucap salam ke kiri.

Penaklukan Islam tidak hanya dilakukan dengan pedang, juga tidak hanya dengan menunjukan kekuatan. Penaklukan Islam juga dilakukan dengan kelembutan. Masih ingat bagaimana Umar bin Khattab, dimana awalnya merupakan orang yang membenci Islam menjadi salah satu pembela Islam yang paling utama, tidak dengan pedang, tetapi dengan keindahan ayat Al-Quran. Umar bin Khattab dan Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah adalah contoh untuk kita bagaimana Islam melihat orang-orang yang telah memusuhi Islam.

Begitu juga kita seharusnya melihat penistaan Islam yang telah dilakukan Ahok. Wajar bila kita marah, tetapi mari kita lihat contoh yang telah terjadi kepada Umar bin Khattab dan apa yang dilakukan Rasulullah terhadap Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah. Bagaimana keduanya berbalik, dari musuh Islam, menjadi pembela Islam, karena Islam tidak melihat mereka sebagai musuh, tetapi sebagai obyek dakwah. 

Wallahu a’lam bissowab

Tambahan : karena tidak ada kolom “islam”, maka saya masukan dalam kolom “Jakarta”. Bila tidak tepat mohon dipindahkan saja. Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun