Mohon tunggu...
Santriana
Santriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sumatera Utara

Saya Seorang Mahasiswi aktif S1 Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara .

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari gini masih yakin Orang Batak Makan Manusia ? : Huta Siallagan: Misteri di Balik Kursi Raja Batak

24 Mei 2024   13:57 Diperbarui: 29 Mei 2024   10:33 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari gini masih yakin Orang Batak Makan Manusia ? :  Huta Siallagan : Menguak Misteri di Balik Kursi Raja Batak

Dengan keindahan alamnya yang luar biasa dan budaya Batak yang semarak, Pulau Samosir yang terletak di tengah Danau Toba di Sumatera Utara, Indonesia, menjadi daya tarik wisata yang menawan. Pulau yang terbentuk akibat letusan gunung berapi jutaan tahun lalu ini merupakan lokasi ideal untuk melepaskan diri dari kesibukan sehari-hari karena memiliki perbukitan yang subur, pemandangan danau yang menakjubkan, dan warisan budaya yang kaya.

Pulau Samosir di tengah Danau Toba yang juga dikenal memiliki keindahan alam yang menarik. Di balik keindahannya itu, banyak dijumpai budaya Batak Toba lewat pertunjukan tradisional maupun kunjungan ke desa-desa local yang sekarang sudah ada dijadikan sebagai desa wisata. Mulai dari Huta Siallagan, Sigale-gale, adanya kampong Ulos dan Kampung Rumah Adat, dan masih bantyak lagi yang belum di eksplore.

Namun ada satu lokasi yang menarik untuk dikunjungi dan diungkap kisahnya yang banyak sekali menyimpan misteri, yaitu Huta Siallagan.  Salah satunya Batu Kursi Persidangan, batu yang dijadikan sebagai tempat hukuman mati di Huta Siallagan, Samosir. Batu kursi yang ada di Huta Siallagan ini terlintas sangat unik sekilas dilihat, karna bentuknya yang memang pure terbuat dari batu asli yang dirancang sedemikian rupa. Namun bagi mereka yang belum mengetahui fakta sebenarnya akan sangat tercengang bahwasanya tempat ini merupakan tempat untuk hukuman bagi orang -- orang yang melanggar HAM.

Salah satu contoh peninggalan sejarah keberadaan hukum Batak di Huta Siallagan adalah kursi batu yang melambangkan persidangan dan eksekusi. Kursi-kursi batu yang ada di gubuk Siallagan disusun pada dua tempat terpisah sesuai dengan peraturan dan tujuannya masing-masing (Karisma, 2019).

Menurut penjelasan dari tour guide yang ada di Huta Siallagan yaitu bapak Parasian Sitinjak bahwasanya para Raja dan tokoh adat akan berkumpul di kursi pertama kelompok batu yang terletak di bawah pohon kayu Habonaran di tengah hutan Siallagan untuk membahas berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan warga Huta Siallagan dan sekitarnya. Meja batu ini juga berfungsi sebagai ruang sidang atau tempat persidangan kasus pidana. Peraturan pemerintah, norma sosial, dan hukuman hukum yang berat bagi pelanggar telah ditetapkan untuk memutuskan dan menentukan hal ini.

            Batu Kursi pertama ini selain sebagai tempat untuk sosialisasi peraturan hukum adat-istiadat, juga dipergunakan untuk menetapkan hukuman bagi orang-orang yang melakukan tindakan kriminal seperti pembunuhan, pencurian, pelecehan, pemerkosaan dan lain-lain. Setelah melalui proses investigasi, interogasi kepada terdakwa, maka Para Pengetua Adat dan Raja dari huta tetangga memberikan usul jenis hukuman yang harus diberikan kepada terdakwa dan oleh Raja Siallagan. Apakah itu hukuman pasung atau hukuman mati (penggal). Dalam memutuskan hukuman ini juga untuk hukuman mati berlaku untuk tindakan criminal seperti pembunuhan, pemerkosaan. Dan untuk hukuman untuk tindakan criminal seperti mencuri masih bisa diberikan hukuman yang ringan atau hanya sekedar pasung.

Berikutnya, masih di lokasi yang sama akan tetapi di tempat yang berbeda yaitu Kursi Batu kedua, yang terletak di dekat pondok tetapi tidak di dalam hutan Siallagan. Ini juga merupakan lokasi kursi Raja, serta kursi penasihat dan penguasa tradisional serta anggota masyarakat yang ingin melihat hukuman mati dipraktikkan. Penjahat diangkut dengan mata tertutup oleh panglima raja menuju tempat eksekusi dengan menggunakan ulos. Setelah warga kota dan para penasihat raja berkumpul, pelakunya didudukkan di atas meja batu besar dan pakaiannya ditanggalkan.

Dan ada satu fakta mencengangkan menurut saya, yang mana untuk memastikan terdakwa ini sudah tidak bernyawa lagi akan di lumuri asam pada sekujur badan terdakwa yang terluka. Apabila terdakwa masih hidup akan dilakukan hukuman mati yaitu kepalanya di penggal. Selanjutnya kepala itu akan diletakkan di meja. Kemudian untuk badannya akan di buang jauh dari perkampungan dan bagian dalam tubuh dari terdakwa tadi akan diambil dan diserahkan pada Raja untuk dikonsumsi. Hal ini juga yang menyebabkan ada rumor bahwasanya "Orang Batak Makan Manusia". 

Gambar 1.2  Meja Batu kedua tempat untuk mengeksekusi terdakwa. Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 1.2  Meja Batu kedua tempat untuk mengeksekusi terdakwa. Sumber: Dokumen Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun