Mohon tunggu...
Santosa Pati
Santosa Pati Mohon Tunggu... -

orang kampung yang sekarang hidup dibelantara kota sebagai buruh pabrik, menulis sebisanya, masih ingin jadi petani

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Babak 2 : Ontran-ontran di Perjamuan (Babad Pati dalam Reka Belajar Menulis)

18 April 2011   05:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:41 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1303049271993629851

[caption id="attachment_102203" align="alignleft" width="420" caption="Wayang kulit diperjamuan"][/caption] Hampir semua orang di dua kadipaten itu tahu, siapa Menak Jesari itu, pemuda bengal yang tak bertatakrama mesti lahir sebagai pangeran. Disetiap kehadirannya menimbulkan keributan, meski yang membuat ribut adalah centeng-centengnya, tetapi semua bersumber karena perintahnya, tak cuma sampai disitu dia juga suka menggoda anak-anak gadis yang kebetulan berpapasan dengannnya, semua orang tahu itu, tetapi tak ada yang berani melawannya mengingat darah pangeran yang mengalir didirinya. Ini pangkal mengapa nyai adapati Carang Soko tak bersuka layaknya orang tua menerima pinangan untuk anak gadisnya. Tak berbeda dengan emaknya, demikian pula dengan Dewi Ruyung Wulan, seharian dia hanya tepekur memandang kelaut, jauh sampai dibatas cakrawala. Dia sudah tahu betul watak bapakya, meski tak suka dia tak mungkin menolaknya, lewat emaknya dia diberitahu bahwa bapaknya telah menerima pinangan Adipati Parang Garuda, masih menurut emaknya bapaknya menerima pinangan  untuk kepentingan umum, dengan berbesanan sangat mungkin hubungan kedua kadipaten akan lebih baik, minimal mengurangi angkara menjajah masing masing kadipaten, entah sesiapa yang lebih angkara dari sesiapa, seperti dirinya , emaknya tak berani bertaya kepada bapaknya. Namun mestikah dirinya yang harus dikorbankan. Dikorbankan ? Ya karena sesungguhnya dewi ruyung wulan seperti gadis2 lainnya tak suka dengan Menak Jesari Kabarnya gadis2 yang terlahir sebagai gadis pesisir, tipikal trengginas, merdeka dan cenerung membangkang, demikian dewi Ruyung Wulan, karena tak hendak melakoninya maka sang dewi merencanakan upaya saat didengarnya ada seorang dalang yang linuwih, konon ki dalang ini mampu membuat penonton larut didalam ceritanya, maka di mintanya syarat mementaskan wayang purwo saat pernikahan. Bagi adipati Parang Garuda ini permintaan sepele. Dengan Ki dalang sang Dewi menantang untuk mementaskan lakon perjalanan hidup sang Dewi lengkap dengan agul-agul kesaktian kidalang yang mampu menghidupkan pertunjukan dan melarut-sedotkan emosi pemirsa. Ditengah ramainya pertunjukan, tiba-tiba sang dewi berlari menghambur kedalam pelukan ki dalang, karena emosi sang Dewi  larut dalam cerita (?), sejurus kemudian pet.....penerangan di penjuru kadipaten padam, gelap pekat. Ketika penerangan kembali menyala,  Kidalang, sang dewi dan 2 sinden-nya lenyap...... Perjamuan geger, Kadipaten geger, Carang Soko geger, tiba-tiba mendung pekat menggantung dilangit Carang Soko, dua pasang mata sang adipati merah terbakar amarah, saling curiga Geger diperjamuan telah mengundang amarah perang, amarah Baratayudha, amarah Kurusetra Nuwun ____________________________________________________________________________ Kisanak, seperti Wayang kulit kabarnya, sunan Kalijaga menciptakan pertunjukan wayang kulit dengan penonton yang melihat dibelakang layar (bayangan) bermaksud menjadi pengingat bahwa sebagus apapun wayang/kita dengan perbedaan ornamen dan cat 'pangkat', 'kaya',dan 'kecantikan' sejatinya kita sama, hitam seperti bayangan, tak beda, kecuali nanti Allah yang membedakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun