Seandainya ada orang yang bertanya kepada Anda, “Apa yang ingin dituliskan di nisan Anda bila Anda telah meninggalkan dunia yang fana ini?” Saya ingin orang menuliskan, “Dia hidup 30 tahun setelah mendapat diagnosis mengidap kanker tak tersembuhkan.” (The Last Lecture, Prof Randy Pausch, Ufuk Press : 2008).
Jawaban itu diungkapkan oleh seorang profesor di bidang Ilmu Komputer Interaksi Manusia dan Bidang Desain di Universitas Carnegie Mellon (USA). Prof Randy Pausch (1960-2008), didiagnosis mengidap kanker pankreas pada September 2006 dan diprediksi hanya mampu hidup tidak lebih dari 3-6 bulan setelahnya. Namun Beliau tidak putus asa dan terus berjuang untuk melawan penyakitnya hingga ajal menjelang pada 25 Juli 2008.
Ada begitu banyak pelajaran dan hikmah yang dapat penulis petik setelah tuntas membacanya. Buku itu, bukanlah berisi ratapan, keluhan, dan sejenisnya dari seseorang yang akan meninggal dunia, namun justru berisi cerita kehidupan, harapan, dan mimpi. Seperti kata Prof Randy tatkala membuka kuliah terakhirnya, “It is not about dying, it is about living.”
Banyak pasien kanker berkata bahwa penyakit mereka justru menumbuhkan rasa penghargaan baru yang lebih mendalam kepada kehidupan. Intinya, bukanlah tentang mewujudkan impian Anda, tetapi bagaimana Anda menjalani hidup. Jika Anda menjalani hidup dengan cara yang benar, karma akan berjalan dengan sendirinya dan impian-impian itu yang akan mendatangi Anda, demikian pesan Prof Randy.
Lalu, apa yang paling tepat dikatakan kepada teman yang sebentar lagi meninggal? Krishna Murti – seorang tokoh spiritual India, wafat tahun 1986-pernah berkata, ”Katakan kepada teman Anda, bahwa dalam kematiannya ada bagian diri Anda yang mati dan pergi bersamanya. Ke manapun dia pergi, dia tidak akan sendirian.”
Dalam bagian lain, Prof Randy seperti mengingatkan bahwa ada hal yang biasanya kita lupakan namun ternyata itu merupakan nasihat terbaik yang pernah kita dengar dalam hal memberikan perawatan. Nasihat itu berasal dari pramugari yang selalu berpesan kepada penumpangnya, “pakai dulu masker oksigen Anda sebelum menolong orang lain.” Artinya, rawatlah diri Anda sendiri terlebih dahulu sebelum merawat orang lain.
Sebetulnya buku itu, merupakan buku terbitan lama namun penulis kira masih relevan dan tentu saja bermanfaat serta mampu memotivasi para pembacanya untuk lebih menghargai kehidupan. Itulah salah satu motivasi Prof Randy menuliskan kisah nyata dan perjuangan hidupnya, “Jika kita benar-benar menginginkan sesuatu, jangan pernah menyerah. Tembok penghalang yang ada di sana untuk alasan tertentu, dan begitu Anda berhasil melewatinya, mungkin ada manfaatnya bagi orang lain jika Anda ceritakan cara Anda melakukannya.
Ohya, terkait niatan berbagi manfaat dan ilmu, ada cerita menarik yang penulis baca di buku lainnya. Disinyalir, dewasa ini para pendekar kungfu di Cina kemampuannya makin lama makin menurun. Hal ini berdasarkan fakta bahwa semakin tua pendekar kungfu, semakin tinggi pula ilmunya (Makelar Rezeki, Rahasia Penyalur Energi Sukses dan Mulia, Jamil Azzaini, Mizania : Februari 2012).
Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena ternyata, setiap guru kungfu akan menyimpan satu ilmu pamungkas yang tidak akan diturunkan kepada muridnya, sehingga ketika sang guru kungfu wafat, maka pasti membawa satu ilmu yang belum diturunkan kepada muridnya.
Tabiat ilmu berbeda dengan benda, demikian simpul Bung Jamil Azzaini. Ilmu, bilamana dibagikan dan disebarluaskan bukannya berkurang justru malah makin berkembang. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena sebelum menyampaikan atau membagikan ilmu, Anda mesti mempersiapkan diri dengan membaca, bertanya, merenung, dan itu pasti akan menambah ilmu Anda. Jadi, bila Anda ingin semakin pintar dan cerdas, segeralah bagikan ilmu yang Anda miliki melalui berbagai cara. Wow, jawaban yang super sekali dari seorang yang melabeli dirinya sebagai inspirator sukses mulia.
Demikian postingan singkat sebagai pengingat diri agar kita menjalani hidup sehat. Semoga postingan ini dapat menginspirasi kita untuk lebih menghargai kehidupan dan senantiasa berbagi kebaikan. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H