Mohon tunggu...
Santorini
Santorini Mohon Tunggu... -

pelaku wisata

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Kreatif Wannabe

29 Agustus 2015   02:45 Diperbarui: 29 Agustus 2015   02:45 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Cita cita Negara sedang berkembang adalah menjadi Negara maju. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan dalam rangka mengikuti jejak Negara maju. Kita ingin segera mengcopy keberhasilan mereka

Seringkali Negara sedang berkembang, dalam rangka menjadi Negara maju, meminjam tangan tangan Negara maju. Karena meminjam tangan mereka, maka sadar atau tidak, kita telah menciptakan ketergantungan kepada Negara maju.

Kita kurang modal, kita diberi pinjaman modal. Kita tidak punya teknologinya, kita disantuni teknologinya. Kita kurang tenaga ahli, kita disupply tenaga ahli
Disinilah awal dari bencana itu. Karena kita menjadi sangat tergantung dengan mereka. Lahirlah berbagai kebijakan yang sebenarnya tidak berbasis pada kemampuan lokal, tidak beralas pada kearifan lokal. Kebijakan yang ada hanya cocok disana tapi tidak sesuai disini.

Sudah waktunya kita mengubah cara berpikir kita, bahwa untuk menjadi Negara maju tidak harus menjadi seperti mereka. Kita harusnya melaju di atas kemampuan kita sendiri.
Pada dasarnya teori pembangunan tiap negara hampir seragam yang berbasis ekonomi atau economic sentris, tidak memberikan tempat pada sektor yang secara kasat mata tidak valuable.

Pandangan tersebut tidak seluruhnya keliru, yang menjadi masalah ketika kita menjadikan negara maju sebagai patron, dengan sadar kita juga menafikkan potensi non ekonomi yang mempunyai fungsi dan peran yang jauh lebih kuat dan lebih familiar.

Sebagi contoh pembangunan Industri padat modal yang sering diadopsi negara-negara berkembang berpenduduk besar seperti India, China , Brazil asumsi pertumbuhan pada industri ini akan menjadi resep terbaik memberantas kemiskinan karena akan menyerap tenaga kerja. Namun, kenyataan empiris menunjukkan hal berbeda. Cara berproduksi padat modal sering kali malah hemat tenaga kerja.

India fokus pembangunan di bidang teknologi informasi (TI). Diperkirakan tahun 2006 pendapatan dari TI mencapai 36 miliar dollar AS, suatu jumlah yang fantastis.tetapi penyerapan tenaga kerja sektor ini hanya sekitar 200.000 tenaga kerja (BusinessWeek)

Di negara maju sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) mencapai sekitar 20-30 persen sedangkan, di Inggris misalnya tahun 2003 menjadi sumber penghasilan ke dua setelah perbankan dan merekrut tidak kurang dua juta tenaga kerja.

Di Indonesia diperkirakan baru sekitar 1-5 persen ,Dan pemerintah harus melihat produk budaya/kreatif ini punya potensi besar.Layaknya raksasa yang sedang tidur.
Produk dari ekonomi kreatif adalah produk yang muncul dari ide seperti desain, industri film, iklan, industri kriya dan furnitur . 

Beberapa contoh produk budaya yang selama ini  memberi kontribusi dalam ekspor Indonesia antara lain produk yang berkaitan dengan layanan spa seperti sabun minyak esensial, minyak atsiri, parfum dan komestik. "Selama 2006, total ekspornya 595 juta dolar AS dan pertumbuhannya 12 persen. Ini contoh produk budaya yang berpotensi  untuk dikembangkan.
Berdasarkan analisis angka ekspor, ada sembilan komoditi ekspor yang masuk kategori produk budaya yaitu pakaian jadi batik, kerajinan perak, peci (24 juta dolar), bahan anyaman dari rotan, gamelan dan musik pukul lainnya, kain tenun ikat, kerajinan mutiara, perhiasan batu semi permata. Total ekspor produk-produk tersebut selama 2006, diluar furnitur mencapai 2,5 miliar dolar AS.

Ekspor kerajinan tangan selama 2006 mencapai 400 juta Dolar AS. Sedangkan, ekspor furnitur mencapai sekitar 2 miliar.
Dalam kerangka itulah,.  Pemerintah harus dapat menciptakan ekonomi kreatif agar budaya  Indonesia yang berbeda dengan budaya bangsa lain di dunia mampu menghidupi para pelakunya dan berkembang di tengah gejolak globalisasi dan

Pemerintah mendorong perkembangan industri kreatif yang memanfaatkan ciri khas kebudayaan Indonesia seperti industri kerajinan, seni pertunjukan serta produk ekonomi kreatif lainnya yang unik serta bernilai seni tinggi.

Liberalisasi dunia yang menyeragamkan seluruh pola hidup bangsa-bangsa di dunia harus mendapat lawan dengan membangkitkan produk kreatif lokal.
Sudah waktunya warisan budaya bangsa menjadi inspirasi dan sumber penciptaan bagi bangsa itu. .

Alam dan warisan budaya inilah, jika dikelola dan diberi makna baru, akan menjadi modal cultural dan sosial yang kuat untuk membangun bangsanya. Dalam serangkaian penelitiannya, ilmuwan Francis Fukuyama dan Samuel P Huntington, meyakini faktor budaya mempunyai andil besar terhadap kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa.

Menurut Fukuyama, ada dua kelompok bangsa yang mempunyai kebudayaan dengan high trust society dan low trust society. Kategori pertama melahirkan bangsa yang tangguh, yang bisa mencapai kemakmuran dan kemajuan. Jerman dan Amerika adalah contoh _ocus_ yang masuk kategori pertama itu. Tanpa harus disebut Fukuyama, kita tahu di mana tempat bangsa Indonesia. Pastilah ia berderet dengan bangsa-bangsa yang tak kunjung selesai mengatasi problemnya.

Meski terlambat, pemerintah Indonesia kini mulai menyadari betapa kekayaan warisan budaya adalah berkah yang harus dijaga dan dikembangkan. Sudah waktunya ekonomi kreatif sebagai ekonomi gelombang keempat. Yakni ekonomi yang dikembangkan dari warisan budaya dan alam Indonesia.

Alangkah kayanya kita akan warisan budaya. Bahkan, wayang kini telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO, selain Candi Borobudur dan Prambanan. Berbagai bangsa dunia iri dengan kekayaan budaya kita. Dari mulai seni tari, musik, teater, seni rupa, arsitektur, kriya, perhiasan, batik, perhiasan, jamu, dan obat tradisional, hingga kuliner. Tetapi, pemeliharaan dan pengembangan warisan bangsa yang amat berharga itu belum menjadi _ocus perhatian. Karena itu, menjadi amat penting untuk mulai menelusuri sejarah pemikiran budaya Indonesia. Penelusuran itu sekaligus dapat menginventarisasi seluruh produk budaya yang pernah ada di bumi Indonesia lengkap dengan penjelasan latar belakang penciptaan dan falsafahnya.

Liberalisasi dunia yang menyeragamkan seluruh pola hidup bangsa-bangsa di dunia harus mendapat lawan dengan membangkitkan produk kreatif lokal.

Dan kebangkitan ekonomi kreatif dapat menjadi 'ekonomi jalan tengah' yang bisa memperkukuh jati diri bangsa yang kini kian memudar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun