Mohon tunggu...
Yakobus
Yakobus Mohon Tunggu... Relawan - Tuhan Penolong Abadi, I become minister

Membela kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun golongan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Milenial di Era Bonus Demografi dan Keberagaman dalam Menghadapi Tantangan Global

30 Oktober 2018   22:09 Diperbarui: 30 Oktober 2018   22:09 3736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
'Anak muda merasa suara mereka tidak didengar' Gambar: REUTERS / Daniel Munoz

Karakteristik Milenial pada umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital, saling terkoneksi, cepat menangkap data dan informasi, menyukai perkembangan diri dan karir cepat, progresif, spontan dan menyukai inovasi dan kreatif.

Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Pada 2018 diproyeksikan oleh Bappenas jumlah penduduk Indonesia  didominasi oleh usia produktif. Sekitar 90 juta orang merupakan generasi milenial yang berusia 20 -- 34 tahun.   

Dengan kemajuan perkembangan dunia global telah menyebabkan perubahan cara pandang. Tingkat cara pandang generasi milenial lebih progresif tentang keberagaman. Hal ini  berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi atas kemudahan akses informasi. Interaksi antar milenial dibangun dalam komunitas-komunitas yang lebih luas. Sementara disaat yang sama, berkembang pemahaman  yang bertentangan dengan Ideologi bangsa mengisi ruang generasi milenial.

Diketahui bahwa periode 350 tahun masa penjajahan dan 73 tahun periode kemerdekaan menghasilkan berbagai macam persoalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari perjalanan waktu tersebut, seberapa cepat suatu masa dapat menyelesaikan persoalan-persoalannya. Berapa lama percepatan perubahan itu dibandingkan dengan perkembangan dunia dan dihadapkan dengan kemajuan bangsa-bangsa lainnya.

Dengan adanya kecepatan arus informasi yang merekam catatan sejarah dan perkembangan situasi global, generasi milenial diberikan pilihan untuk meneruskan semangat dan cita-cita kemerdekaan yang bersumber dari sejarah panjang bangsa Indonesia dan ditengah tantangan era global sekaligus berperan mendesain cita-cita masa depan.

Pilihan tersebut disajikan bersamaan dengan perkembangan global  yang terus tumbuh dan mencapai era revolusi industri keempat. Persoalan Ideologi Pancasila sebagai dasar negara secara nyata dihadapkan dengan sosialisme, liberalisme dan khilafah. Persoalan-persoalan tersebut menjadi kompleks jika dihadapkan dengan dampak dari globalisasi yang ada dihadapan mata kita. 

Pencapaian apakah yang dapat digambarkan dalam perjalanan panjang Pancasila sebagai ideologi dalam konteks berbangsa dan bernegara? Sudah sampai sejauh mana persoalan bangsa mengalami perbaikan dan pencapaian dalam sejarah panjang persaingan antar ideologi terhadap kemampuan suatu bangsa. Apa saja capaian tersebut ? Apa saja perkembangan dunia global dan kaitannya dengan kemajuan bangsa dalam mengatasi persoalan yang berkaitan dengan penerapan ideologi --ideologi di dunia. Ini adalah pertanyaan yang dapat menjadi ukuran respon generasi milenial terhadap implementasi Pancasila dalam kehidupan nyata.

Soekarno mengatakan bahwa " kita dalam mengadakan negara Indonesia merdeka itu, harus dapat meletakan negara itu atas suatu meja statis yang dapat  mempersatukan segenap elemen bangsa itu, tetapi juga harus mempunya tuntunan dinamis ke arah mana kita gerakan rakyat, bangsa dan negara ini". Hal ini menunjukan bahwa arah dinamis bangsa akan tumbuh dalam suasana ekosistem internal dan ekternal bangsa.

Dengan dihadapkan oleh permasalahan ekternal, sekaligus tantangan internal kaum milenial dituntut untuk mampu melihat persoalan bangsa dari dalam dan luar dengan lebih jernih dengan dibantu oleh perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat pergerakannya guna akses informasi yang makin lebih mudah.

Data Badan Pusat Statistik tahun 2017, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai hampir 262 juta jiwa. Pada Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, jumlah penduduk Indonesia pada 2020 bakal mencapai 271 juta jiwa. Pada 2035, jumlah penduduk Indonesia akan menembus 300 juta jiwa.

Generasi milenial, lebih dari 90  juta ditahun 2018 adalah terbesar dari sejarah perjalanan bangsa dibandingkan dengan jumlah pada generasi sebelumnya. Jumlahnya lebih dari seperempat penduduk Indonesia atau 35 %.  Generasi  ini memiliki karakter yang berbeda dengan generasi baby boomer dan generasi X yang lahir di kisaran tahun 1950 -- 1980 an awal.

Proyeksi Laju pertumbuhan penduduk  dari Bappenas menunjukan bahwa periode 2010-2035 diprediksi akan mengalami penurunan. Dengan semakin meningkatnya pendidikan masyarakat, kesadaran mengatur jarak kelahiran anak, serta perubahan gaya hidup generasi milenial menyebabkan pertumbuhan penduduk cenderung melambat.

Jumlah populasi besar, didominasi oleh usia produktif dimana lebih dari separuhnya adalah generasi milenial. Angka ketergantungan, yakni jumlah penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk produktif pada 2016 sebesar 48,4 persen dan diprediksi akan naik sejalan dengan dampak bonus demografi. Angka ini jauh lebih rendah dibanding pada 1971 yang mencapai 86,6 persen. Hal ini menjadi potensi kekuatan yang disebabkan angka ketergantungan cenderung menurun. Tanpa memperhitungan faktor ekternal, generasi milenial akan berada pada kondisi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan dapat menjadi penguat ataupun perisai bangsa dalam persaingan global.

Dalam menghadapi ancaman ekternal terutama persaingan di bidang ekonomi dan perebutan sumber daya alam serta perkembangan ilmu pengetauan dan teknologi, kualitas dan kuantitas generasi milenial yang memiliki rata-rata tingkat pendidikan yang lebih baik dari generasi sebelumnya diharapkan mampu untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di segala aspek (Ipoleksosbudhankam). Dengan ini Milenial dapat menjadi perisai Pancasila dihadapkan dengan ideologi-ideologi lainnya di dunia.

Soekarno mengatakan bahwa " kita dalam mengadakan negara Indonesia merdeka itu, harus dapat meletakan negara itu atas suatu meja statis yang dapat  mempersatukan segenap elemen bangsa itu, tetapi juga harus mempunya tuntunan dinamis ke arah mana kita gerakan rakyat, bangsa dan negara ini". Hal ini menunjukan bahwa arah dinamis bangsa akan tumbuh dalam suasana ekosistem internal dan ekternal bangsa.

Periode 350 tahun masa penjajahan dan 73 tahun periode kemerdekaan menghasilkan berbagai macam persoalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari perjalanan waktu tersebut, seberapa cepat suatu masa dapat menyelesaikan persoalan-persoalannya? Membaca pikiran Ir. Soekarno sebaga meja statis serta meja dinamis yang diukur dari berapa lama percepatan perubahan itu dibandingkan dengan perkembangan dunia dan perbandingan antar bangsa? Berapa lama Indonesia mencapai puncak kejayaannya ?

Ditengah perkembangan teknologi informasi dan adanya disrupsi. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali meramalkan fenomena disrupsi atau perubahan cara dan fundamental bisnis, salah satunya akibat revolusi teknologi digital akan berlangsung dalam jangka waktu 100 tahun. Perusahaan yang masih mempertahankan model bisnis kuno, cepat atau lambat akan terkena disrupsi.

Generasi milenial sebagai generasi yang memanfaatkan teknologi digital memiliki peranan penting dalam menghadapi era disrupsi. Menurut Prinatono Rudito, Teknologi digital (mulai dari cloud computing, digital mobility, location based services, big data & analysis, social media, internet of things, machine learning, hingga artificial intelligence) memiliki pengaruh yang makin krusial bagi penciptaan daya saing.

Generasi milenial yang sangat akrab dengan teknologi digital diberikan pilihan untuk memanfaatkan  perubahan yang terjadi. Adanya dampak-dampak nyata dari era disrupsi mempengaruhi karakter kaum milenial.  Rasa kebangsaan dan cinta tanah air menjadi salah satu value dalam menghadapi era disrupsi ini. Dengan belajar melihat jauh kebelakang sejarah perjalanan bangsa dan menyambut cita-cita dari generasi milenial dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Milenial dihadapan dengan tantangan yang berbeda di masanya.

Dengan hal ini generasi milenial dapat mengambil pelajaran setiap tantangan jaman. Misalnya,  dalam periode kesejarahaan yang terjadi era kerajaan   seperti Sriwijaya dan Majapahit, Masa Kolonial, Periode kemerdekaan, Era Orde Lama dan orde baru dan Reformasi serta di era milenial menjadi referensi dalam dinamika politik kebangsaan. Yang menjadi perhatian bahwa dalam perkembangan suatu era akan digantikan oleh suatu tatanan yang lebih sesuai pada masanya. Tantangan yang terjadi pada masa lalu dapat menjadi hal positif atau negatif tergantung dari sudut pandangnya. Dalam pandangan yang positif tantangan setiap era menjadi proses pembelajaran guna mencapai tujuan masa kini dan masa datang yang lebih baik dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara.

Pada posisi saat ini generasi milenial dapat membuat sintesa dari perjalanan bangsa. Kegagalan setiap era yang cenderung antitesa dari era sebelumnya. Ditengah tantangan global, hasil yang dicapai antitesa dari setiap tesis suatu periode adalah  tidak sebanding dengan kecepatan kemajuan bangsa yang tersaingi oleh bangsa lain di kawasan ASEAN misalnya. Contohnya pasca orba dan reformasi. Buktinya saat ini bahwa indeks daya saing Indonesia masih lebih rendah dari negara lainnya di kawasan ASEAN yang belakangan merdeka. Apalagi membandingkan kekayaan sumber daya alam dan demografi melebihi negara lainnya di kawasan ASEAN.

Mari kita membadingkan peran generasi muda produktif pada setiap masa, sangat tidak diragukan lagi bahwa tiap-tiap jaman menghasilkan kualitas pemuda yang mampu membawa momentum perubahan dalam perjalan bangsa ini. Dari  budi utomo, sumpah pemuda,  masa kemerdekaan dan masa reformasi, peran pemuda sangat berpengaruh. Yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana agar generasi ini dapat membangun bangsa pada saat yang sama sedang menghadapi tantangan global dan tantangan internal.

Dalam aspek demografi, jumlah yang besar dan tingkat pendidikan yang lebih baik dari periode sebelumnya menjadi harapan besar untuk generasi ini dalam mendukung kemajuan bangsa. Hal ini tercermin dari bagaimana sikap dan cara pandang kaum milenial terhadap persoalan-persoalan bangsa. Persoalan-persoalan mendasar bangsa yang ada saat ini antara lain reformasi tatanam hukum, tatanan politik, kesenjangan ekonomi, kemiskinan, angka pengangguran, pemerataan layanan kesehatan serta masalah utama daya saing bangsa Indonesia terhadap bangsa lainnya.

Dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar,  generasi milenial dapat menjadi faktor pengubah kondisi kemajuan bangsa. Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, generasi milenial mampu tumbuh menjadi pemimpin global telah  terwariskan karakternya sebagai soekarno-soekarno masa kini. Pemimpin Milenial dan Pemimpin Global dengan Pancasila sebagai Ideologi terbuka dan dapat diterima oleh seluruh bangsa sebagai sintesa dari sosialisme dan liberalisme.

Dengan demikian generasi milenial dapat menjadi pilar era bonus demografi guna mendapatkan manfaat dari efek berganda kemajuan di segala bidang. Kepemimpinan generasi milenial di kurun era bonus demografi dapat menjadi faktor pengubah loncatan kemajuan bangsa. Dari negara berkembang menjadi negara maju, menjadi pemimpin di kawasan ASEAN.

Jembatan Keberagaman Indonesia  

Tahun 2017, Survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyoroti aspirasi millenial dalam kepemimpinan dan toleransi. Hasil riset tersebut menyebutkan bahwa, sebagian besar generasi millenial mengakses media sosial baik untuk persebaran maupun penyerapan informasi.  

Kelompok millenial cenderung tidak setuju jika ada gagasan mengganti Pancasila dengan ideologi yang berbeda. Aspirasi ketidaksetujuan ini sangat tinggi, yakni sebanyak 90,5 persen, berbanding dengan yang setuju, 9,5 persen. Namun, dalam hal penerimaan terhadap pemimpin yang berbeda agama, generasi millenial cenderung tidak bisa menerima (53,7 persen), sementara yang bisa menerima pemimpin beda agama sebanyak 38,8 persen.

Dari data ini menunjukan masih adanya pemahaman yang sempit tentang toleransi. Berkembangannya pemahaman ini pasca era reformasi yang sebenarnya merupakan bagian antitesa periode sebelumnya. Penerapan nilai-nilai Pancasila menjadi tidak nyata dikarenakan hanya disajikan dalam bentuk teori yang dipelajari, bukan merupakan nilai-nilai keseharian yang bertumbuh dan berkembang di  masyarakat. Persoalan intoleransi dibungkam oleh kekuatan sistem, tanpa lebih dalam untuk mencari titik rentan dari permasalahan intoleransi itu sendiri. Misalnya adanya kesenjangan ekonomi, praktek-praktek korupsi, serta kesetaraan di depan hukum.  

Parameter toleransi dapat diukur dari beberapa aspek antara lain kebijakan pusat dan daerah tentang toleransi, adanya forum  komunikasi antar umat beragama, aktifitas forum komunikasi antar umat beragama, frekuensi konflik fisik antar ummat beragama, frekuensi dialog intra ummat beragama.

Dibandingkan dengan generasi yang lebih tua pada waktu yang relatif sama dalam kehidupan masa muda, generasi millenial telah mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yang untuk generasi mereka lebih dari yang lain, termasuk terkait dengan  dengan penghasilan dan kesejahteraan masa depan yang lebih tinggi.

Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan lebih merata, generasi milenial akan tidak mudah dipengaruhi  oleh isu-isu intoleransi. Generasi milenial akan menjadi pilar dan jembatan dalam menghadapi isu intoleransi bersamaan dengan tantangan di era teknologi informasi yang sebetulnya lebih nyata. Era disrupsi mulai mempengaruhi sendi kehidupan masyarakat.   Tingkat  pendidikan yang tinggi, gap antara perubahan yang terjadi dengan pencapaian dari generasi milenial akan tidak terlapau sangat jauh. Generasi milenial mempunyai jalannya sendiri dan membuka kesempatan baru sebagai dampak dari perkembangan teknologi digital.

Survey  Forum Pembaruan Global Ekonomi Dunia  (2018), ada lima puluh persen populasi dunia milenial berusia di bawah 30 tahun. Ini adalah populasi milenial tertinggi dalam sejarah.  Survey tersebut menyebutkan mayoritas orang muda optimis tentang dampak teknologi dan inovasi: 78,6% berpikir teknologi adalah "menciptakan lapangan kerja" sebagai lawan dari "menghancurkan pekerjaan" (21,4%).

Namun, apakah teknologi dapat mengatasi kenyataan yang mengkhawatirkan dari 71 juta pengangguran usia 15 hingga 24 tahun di seluruh dunia? Ini mendekati puncak bersejarah sebesar 13%, menurut International Labour Organization (ILO) ?

Tantangan pengangguran kaum muda saat ini mempengaruhi negara-negara di semua tahap pembangunan ekonomi. Amerika Latin menghadapi tingkat pengangguran pemuda yang tinggi dan berkembang (lebih tinggi dari 17% pada tahun 2017) dan tingkat UE  saat ini pada tingkat yang sama, dengan angka setinggi 35%, 38,7%, dan 43,3% di Italia, Spanyol dan Yunani .

Upaya yang dapat dilakukan untuk kaum milenium, pertama adalah membangun lingkungan yang positif dengan solusi yang inklusif sesuai dengan kebutuhan lokal dalam menghadapi revolusi industri keempat. Kedua, membangun ketahanan kaum milenium terhadap isu intoleransi agar generasi milenial semakin kuat menjadi jembatan keberagaman. Ketiga adalah peran pemerintah dalam membangun tata kelola yang lebih efisien dan efektif, reformasi jilid 2 bidang hukum, perbaikan tatanan politik termasuk diantaranya 7,5 % ambang batas parlemen. Upaya ketiga ini adalah kesuksesan lain yang hendak dicapai sebagai jalan emas Indonesia 2045 untuk Indonesia menjadi pemimpin ASEAN dan 10 besar negara ekonomi terkuat. Belajar dari sejarah 350 tahun penjajahan, 20 tahun reformasi maka kecepatan melakukan perubahan adalah pilihan yang harus dilakukan dimasa sebelum 2020 guna memanfaatkan peluang bonus demografi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun