Indonesia menganut sistem multi Partai. Perkembangan kehidupan kepartaian dibagi dalam 3 (tiga) periode. Pertama, Periode  Rekruitmen Terbaik. Periode ini berada di tahun 1955. Periode 1955 dapat disebut periode keemasan tatanan nasional pada sistem kepartaian. Pada periode tersebut partai politik menjadi sarana politik kebangsaan.
Kedua, Periode Kontrol Demokrasiyaitu tahun 1977 sampai tahun 1997. Periode kontrol demokrasi ini menghasilkan 3 partai politik. Pada periode ini peran pemerintah sangat dominan dalam mengatur tatanan politk nasional. Pengontrolan tatanan politik ini dianggap kurang demokratis. Selain partai politik, tatanan kelembagaan dan kehidupan sosial lainnya juga dibawah kontrol pemerintah. Misalnya kelembagaan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Organisasi Profesi Wartawan dan Majelis Ulama Indonesia.Â
Ketiga, Pada Periode Transisi Demokrasi tahun 1998 sampai dengan saat ini. Sejarah perjalanan dua periode sebelumnya, dimana adanya lompatan dalam sistem demokrasi (periode orba dan reformasi) menjadi poin penting dalam perjalanan demokrasi. Namun, sejarah panjang perjalanan demokrasi di Indonesia belum cukup menghasilkan sistem demokrasi yang diharapkan.Â
Ada tiga masalah utama dalam sistem demokrasi yang masih belum dapat menemukan solusinya. Pertama adalah konflik kepentingan dalam tatanan poltik Nasional. Kedua, masih rendahnya sistem pembinaan kader partai poltik. Ketiga, tingginya angka kasus korupsi. Ketiga poin diatas saling berkaitan satu sama yang lainnya. Diperlukan upaya secara serentak untuk menata sistem demokrasi.
Di tahun 2018, dipandang sebagai tahun politik. Banyak kekuatiran yang muncul akibat kontestasi politik di tahun ini. Namun, kita harus melihat lebih jauh kedepan dalam rangka membangun tatanan politik kebangsaan yang diharapkan.
Pertumbuhan yang sangat rendah ini lebih disebabkan oleh faktor ekternal yaitu krisis finasial Asia. Dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi setiap masa pemilu yang selalu bergerak positif diatas 4,6 % terkecuali pada gejolak ekonomi tahun 1998.  Jadi, dapat disimbulkan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah ditahun  2018 yaitu 5.4 % merupakan proyeksi yang sangat optimis.
Perjalanan pesta demokrasi dari masa ke masa terhadap pertumbuhan ekonomi dapat menjadi pelajaran berarti. Seratus tujuh puluh lima partai pada tahun 1955 menjadi 12 partai ditahun 2014. Apakah jumlah ini cukup ideal?  Sayangnya, keterwakilan dalam 12 partai belum  cukup ideal atau bahkan bisa lebih atau kurang. Namun, guna membangun tatanan politik yang mendekati ideal ada 3 (tiga) hal pokok yang dapat dijadikan pendekatan.
Penetapan ambang batas ini untuk meningkatkan ketahanan politik guna menciptakan tatanan politik yang stabil. Partisipasi peserta pemilu akan menjadi lebih terwakilkan pada beberapa partai yang akan mempengaruhi sistem kaderisasi  partai. Dengan adanya sumberdaya manusia yang besar, akan berpengaruh daya saing kader dalam partai sehingga mampu menghasilkan kader-kader partai terbaik.
      Namun, untuk menghasilkan tatanan politik nasional yang stabil diperlukan peranan negara pada fase awal dengan membangun komitmen dengan  kepemimpinan partai  tingkat nasional guna mengurangi adanya konflik kepentingan dimasa yang akan datang.  Hal ini akan turut mempengaruhi posisi tawar partai terhadap pemerintah. Namun, dengan 7,5 % ambang batas parlemen akan menimbulkan adanya konsolidasi yang semakin mantab dalam partai-partai yang memiliki platform keagamaan. Partai-partai dengan berplatform keagamaan seharusnya tidak perlu kuatir dengan ambang batas parlemen yang tinggi. Justru akan ada manfaat jangka panjang dari partai-partai tersebut.