Mohon tunggu...
Santiswari
Santiswari Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger | Pemerhati Transportasi Kereta

Bukit tinggi kota idaman ~

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Informasi Salah Andi Surya dan Rekam Jejaknya

5 Oktober 2018   13:25 Diperbarui: 5 Oktober 2018   13:36 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andi Surya merupakan seorang anggota DPD RI periode 2014-2019 yang berasal dari Provinsi Lampung. Ia juga merupakan pemilik sekaligus pendiri perguruan tinggi Universitas Mitra Lampung dan Global Surya School.

Andi Surya sangat cinta akan dunia pendidikan apalagi untuk masyarakat Lampung khususnya. Hal ini bisa kita lihat dari inisiatifnya untuk mendirikan sebuah Universitas ternama yang ada dikota Bandar Lampung.

Sayangnya inisiatif tersebut tidak berlaku untuk polemik lahan yang sedang dihadapi oleh warga dan PT KAI (Persero). Alih-alih memberikan edukasi, Andi Surya justru menghimbau warga yang tinggal dibantaran rel Kereta Api (KA) sepanjang Bandar Lampung sampai Way Kanan untuk tidak membayar sewa lahan kepada PT. KAI (Persero) Divre IV Tanjung Karang. Ia berdalih bahwa lahan tersebut bukanlah hak PT KAI (Persero) karena perusahaan tersebut tidak memiliki bukti kepemilikan yang kuat.

Grondkaart yang merupakan alas hak yang sah dimata hukum selalu ia bantah. Menurutnya Grondkaart yang merupakan produk hukum zaman kolonial sudah tidak berlaku dan lahan-lahan yang ada dalam Grondkaart tidak masuk dalam kategori hak yang harus dikonversi.  Atas dasar itulah ia semakin yakin bahwa tanah tersebut bukanlah hak PT KAI (Persero). Jika Grondkaart sudah tidak berlaku, maka bagaimana bisa PT KAI berkali-kali memenangkan kasus penyerobotan lahan di pengadilan?

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Tidak cukup sampai disitu ia juga menyebutkan bahwa PT KAI (Persero) tidak memiliki berkas asli Grondkaart, hal ini berdasarkan hasil kajian tim Andi Surya. Padahal dalam menghadapi kasus seperti ini, PT KAI pasti menghadirkan Grondkaart asli dalam persidangan. Artinya, kajian tim tersebut tidak berdasar dan sangat terbantahkan.

Selain memberikan pernyataan yang tak berdasar di media online, ia juga berusaha memprovokasi warga Desa Rengas Lampung untuk tidak menghadiri sosialisasi dari PT KAI Divre IV terkait lahan sepanjang bantaran rel KA. Hal ini seperti yang dikutip pada portal berita online duajurai.co pada tanggal 14 Agustus silam.

Jika Andi Surya benar-benar ingin membantu menyelesaikan permasalahan ini seharusnya ia menghimbau warga untuk hadir dalam sosialisasi tersebut, kalau perlu ia pun ikut hadir untuk medengar keterangan dari pihak PT KAI (Persero).

Sungguh ironi melihat kelakuan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak mengedukasi masyarakat secara bijak. Seharusnya Andi Surya juga turut membantu PT. KAI (Persero) didalam mensosialisasikan lahan tersebut seperti yang tertuang pada Keputusan Presiden (Keppres) nomor 32 tahun 1979 pasal 8 yang menegaskan bahwa semua tanah BUMN adalah tanah negara hal ini juga memperkuat bahwa lahan yang ada dalam Grondkaart tidak perlu dikonversi lagi. Hal ini juga diperkuat dengan adanya PP nomor 11 tahun 1961. Dalam PP tersebut ditegaskan bahwa semua tanah yang dibuktikan dengan Grondkaart tidak perlu di konversi lagi karena status tanah pemerintah tidak termasuk dalam hak-hak barat yang meliputi eigendom, erfpacht, gebruik recht atau opstal.

Sebaiknya Andi Surya belajar kembali tentang fungsi dan kekuatan Grondkaart kepada ahli sejarah. Jangan menyebarkan informasi palsu yang justru dapat mengadu domba masyarakat dan PT KAI (Persero).

Pada dasarnya tarif sewa lahan yang dikenakan PT. KAI (Persero) kepada masyarakat yang ada di sepanjang bantaral rel KA tersebut juga akan kembali ke pemasukan negara dan untuk membayarkan gaji-gaji para ASN termasuk Andi Surya.

Lampung, 05 Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun