Saat ini ada sekitar 40 penjual kopi keliling binaan Mas sawir yang menjajakan dagangannya bahkan sampai ke Suramadu. Setiap penjual mendapat modal awal 500 ribu dan kopi untuk dijajakan. Nyatanya usaha ini mampu membuka lapangan usaha baru bagi yang mereka yang memang membutuhkan.
Sebagai kedai kopi tentu tempat ini menyajikan berbagai jenis kopi. Cangkir Laras menyediakan kopi varian standar baik arabika maupun robusta. Untuk penyeduhannya bisa varian tubruk atau V60, yang memakai kopi segar. Pingin pesan wungkulan lalu di giling sendiri juga bisa. Mau gilingan halus atau kasar juga boleh.
Untuk emak-emak yang males ribet dan suka yang praktis kayak saya lebih suka bentuk kemasan yang bisa diseduh sendiri di rumah. Â Intine sampeyan pingin kopi model opo ae yo ono. Tergantung selera. Minumnya dicampur susu atau hanya kopi hitam juga bisa, yang penting kita bisa ngopi sembari ngobrol tentang apa saja di sini.
Ada juga kopi fermentasi janda genit yang bisa digunakan untuk terapi bagi mereka yang kecanduan alkohol. Kita tahu tidak mudah untuk menghentikan kecanduan minuman keras seperti ini. Mas Sawir mampu meramu kopi yang di fermentasikan dengan kadar alkohol yang bisa diatur komposisinya dari yang 4 % sampai 0 % menyesuaikan dengan kondisi si Pecandu sampai ia bisa lepas dari ketergantungannya.
Selain kopi, kedai Cangkir Laras juga menyediakan minuman  tradisional secang dari gula aren dan bunga telang campur rempah-rempah yang cocok di minum saat udara dingin dan mencegah masuk angin. Di tengah gempuran minuman-minuman semacam boba dan sejenisnya, Mas Sawir membuat Cangkir Laras tampil beda dengan keotentikannya.
Berdirinya kedai ini tak lepas dari filosofi Jawa Cangkir Laras yaitu dicancang, dipikir, (se)laras. Maknanya sebuah hubungan atau interaksi seharusnya diikat, apapun yang dikatakan harusnya dipikirkan, apa yang kita lakukan seharusnya selaras sehingga menimbulkan kehidupan yang harmonis.
Tak terasa waktu berbincang telah usai karena langit sudah benar-benar gelap dan saya harus segera pulang. Ya, malam selalu tak gagal menjadi alasan bagi kami untuk kembali ke rumah. Namun kali ini meski tubuh kami pulang ke rumah, jiwa kami tetap bermalam di kedai kopi Cangkir Laras bersama kenangan kopi cethe lukisan Mas Sawir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H