Hujan deras mengguyur kota kecil itu, menelusuri setiap celah dan sudut dengan ketekunan yang hanya bisa dimiliki oleh alam. Di bawah langit kelabu yang menangis, seorang gadis bernama Alya berdiri di depan jendela kamarnya, menatap rinai hujan yang jatuh dengan tatapan penuh harap. Bagi Alya, hujan adalah sahabat lama yang selalu membawa kenangan indah. Setiap tetesnya seperti berbisik lembut, mengisahkan cerita lama yang pernah terukir di hatinya.
Pikirannya melayang kembali ke masa lalu, ke sebuah sore hujan yang memulai semuanya. Di bawah payung biru, ia bertemu dengan Arka, seorang pemuda dengan senyuman yang mampu menghangatkan hati di tengah dinginnya rintik hujan. Pertemuan itu seolah dirajut oleh takdir, di bawah derasnya air yang membasahi bumi.
Setiap kali hujan turun, Alya dan Arka akan bertemu di taman kota. Tempat itu menjadi saksi bisu perjalanan cinta mereka. Di bawah pohon tua yang rindang, mereka berbagi cerita, tawa, dan mimpi. Hujan menjadi musik latar yang sempurna, mengiringi setiap momen dengan harmoni yang indah.
"Alya, hujan ini seperti kita, tak pernah bisa dipisahkan," kata Arka suatu hari, menggenggam tangan Alya erat. Kata-katanya penuh dengan majas personifikasi, seolah hujan memiliki perasaan dan mampu memahami cinta mereka.
Alya tersenyum, menatap Arka dengan mata yang berbinar. "Ya, Arka. Hujan ini adalah pelukan alam untuk kita. Setiap tetesnya adalah doa agar kita selalu bersama," balasnya dengan penuh keyakinan.
Namun, tidak semua cerita berakhir dengan bahagia. Pada suatu hari, di bawah hujan yang sama, Arka harus pergi. Keharusan untuk mengejar mimpi membawa Arka jauh dari kota kecil itu, meninggalkan Alya dengan hati yang berat.
"Alya, aku akan kembali. Hujan ini akan selalu menjadi penghubung kita," kata Arka dengan suara bergetar. "Percayalah, setiap tetes hujan yang jatuh adalah pesan rinduku untukmu."
Alya hanya bisa mengangguk, air matanya bercampur dengan rintik hujan. Perpisahan itu menjadi luka yang sulit disembuhkan, meninggalkan jejak kenangan yang tak pernah pudar.
Bertahun-tahun berlalu, dan hujan tetap menjadi sahabat setia Alya. Setiap kali hujan turun, ia duduk di dekat jendela, mengenang Arka dan janji yang pernah terucap. Namun, hidup harus terus berjalan. Alya menemukan cara untuk mencintai hujan dengan caranya sendiri, tanpa kesedihan yang mengikat.
Ia menulis, menciptakan puisi-puisi tentang hujan dan cinta. Karyanya menjadi terkenal, menyentuh hati banyak orang yang pernah merasakan cinta dan kehilangan. Hujan menjadi metafora dalam setiap tulisannya, melambangkan harapan dan kenangan yang abadi.
Pada suatu sore yang basah, di bawah langit yang kembali menangis, Alya berjalan di taman kota. Tempat itu masih sama, dengan pohon tua yang berdiri kokoh, menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Dan di sana, di bawah payung biru yang familiar, berdiri Arka.
"Alya," panggil Arka dengan suara yang penuh kerinduan.
Alya terdiam, air mata bahagia mengalir di pipinya. Ia berjalan mendekat, dan dalam sekejap, mereka berpelukan di bawah hujan yang deras. Tak ada kata yang bisa menggambarkan perasaan mereka saat itu. Hanya hujan yang berbicara, menyatukan kembali dua hati yang pernah terpisah.
"Aku kembali, Alya. Seperti yang pernah kujanjikan," bisik Arka di telinganya. "Hujan ini selalu menjadi penghubung kita."
Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan kebahagiaan. Alya dan Arka kembali menghidupkan cinta mereka, menghabiskan waktu bersama di bawah rintik hujan. Hujan yang dulu membawa perpisahan, kini menjadi saksi cinta yang tak tergoyahkan.
Alya percaya bahwa hujan memiliki kekuatan ajaib. Setiap tetesnya membawa harapan, cinta, dan kenangan. Hujan bukan lagi sekadar air yang jatuh dari langit, melainkan simbol dari perjalanan hidup mereka yang penuh liku.
Di bawah langit yang mendung, Alya dan Arka berjalan beriringan, menikmati setiap momen yang mereka miliki. Mereka tahu bahwa hujan akan selalu menjadi bagian dari cerita mereka, mengingatkan mereka akan perjalanan cinta yang penuh warna.
"Alya, hujan ini adalah saksi cinta kita yang abadi," kata Arka sambil menggenggam tangan Alya erat.
"Ya, Arka. Hujan ini adalah kisah kita yang tak akan pernah pudar," jawab Alya dengan senyum bahagia.
Dan di bawah rintik hujan yang tak henti-hentinya turun, mereka melangkah maju, meninggalkan jejak cinta yang abadi di bumi yang basah. Hujan telah mengajarkan mereka tentang arti cinta sejati, yang tak akan pernah layu meski waktu terus berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H