Ini menjelaskan bahwa tubuh telah mendapatkan fungsinya dalam seni rupa kontemporer Indonesia. Tubuh telah ditampilkan dalam berbagai pose simbolik: disakiti, dikurbankan, direnungi, dan seterusnya. Pose-pose simbolik tersebut dipilih bukan untuk tubuh itu sendiri, melainkan demi tujuan-tujuan lain, yakni merepresentasikan berbagai persoalan realitas masyarakat yang sangat kompleks (Saidi, 2007: 259).
Sejarah panjang perjalanan hidup manusia tidak akan pernah terbebas dari bahasan mengenai perempuan dan interaksi yang dilakukan. Interaksi simbolik yang terjadi merupakan narasi yang tidak pernah terhenti untuk disajikan, karena melibatkan berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain secara berkesinambungan.
Arahmaiani menjadikan tubuh sebagai sarana mengeksplorasi beragam simbol tersebut, hasrat, emosi, kebebasan, ketergantungan, kekangan sistem terhadap kreativitas perempuan, harapan, dan mitos yang berlaku pada kaum perempuan dari lingkungan masyarakat di sekeliling nya. Baginya, tubuh adalah wadah tepat dalam menyajikan karya seni yang dimiliki seorang seniman, karena tubuh sangat ekspresif dan tidak akan pernah berbohong dalam menyajikan gagasan serta kreativitas pemiliknya.
Arahmaiani adalah seniman Indonesia kelahiran Bandung yang berbasis di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Arahmaiani adalah salah satu figur penting dalam perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia. Ia merupakan salah satu pelopor dalam perkembangan performance art di Indonesia dan Asia Tenggara.
Mary Lou Pavlovic merupakan seorang seniman yang tinggal dan sekaligus bekerja di Bali juga Australia. Pada tahun 2015 dia menyelesai PhD. Di Monash University di Melbourne. Karya seninya menggambarkan kekaguman terhadap alam Bali yang natural dan artistik. Banyak proyek yang dilakukan terkait dengan karya seni bersama orang-orang yang sedang berada dibalik penjara atau dalam masa penahanan.
Misalnya, di penjara yang berada di Bangli, di Yogya. Beberapa karya seni Pavlovic hadir secara eksklusif di Musum Tony Raka di Ubud. Proyek seni yang dilakukannya berawal pada tahun 2015 bersama para narapidana di Bangli. Namun hal ini bukan yang pertama kali, karena sebelumnya sudah ada seniman Indonesia, Angki Purbandono, dengan proyek seni "Prison Art Programs" pada tahun 2013, yang melibatkan para narapidana untuk mengekspresikan diri melaui beragam karya seni.
Serangkaian karya seni yang hadir pada pameran bertajuk Maladjustment, bertempat di Museum Neka, dari tanggal 26 Oktober -- 25 November 2019, dari Mary Lou Pavlovic, Arahmaiani dan IGAK Murniasih, memperlihatkan adakalanya di suatu saat, kita gagal dalam menyesuaikan diri, tidak mampu beradaptasi, jatuh terpuruk. Namun, jangan takut untuk selalu berusaha. Terkadang, hidup tidak berjalan sebagaimana mestinya, tidak seindah impian dan harapan yang kita inginkan. Terjatuh dan tersungkur berkali, bangkit kembali berkali, lagi, dan lagi. Â
Inilah manusia dengan beragam upaya penyesuaian diri yang dilakukannya. Ini lah perupa perempuan dalam mengekspresikan diri, pada pameran "Maladjustment"