Pepatah Tiongkok kuno bertutur : Jiu ji bu jiu qiong. Bantulah orang yang membutuhkan, bukan orang miskin. Orang-orang yang sedang membutuhkanlah yang paling perlu dibantu. Bantuan diberikan sesuai dengan kebutuhan. Bukan dengan memberikan ikan, namun menyandingkan umpan dank ail, sehingga setiap orang bisa menyusun rencana kerja dan berbuat baik bagi masa depannya sendiri.
Hal ini yang dilakukan oleh YJHN secara global dalam mewujudkan visi dan misinya, baik berupa Dharma Yatra, Dharma Agama, dan Dharma Negara. Termasuk kali ini, berkunjung ke Jawa Timur, Jum'at -- Minggu, 23-25 Agustus 2019.
Kabupaten Blitar memiliki jumlah Pura terbanyak, yakni 93 Pura, berikutnya Kabupaten Banyuwangi dengan 75 Pura, Kabupaten Malang dengan 58 Pura, Kabupaten Kediri dengan 50 Pura, Kabupaten Probolinggo dengan 40 Pura, Kabupaten Pasuruan dengan 33 Pura, Kabupaten Lumajang dengan 26 Pura, Kabupaten Gresik dengan 11 Pura, Kabupaten Jombang dengan 8 Pura, Kabupaten Mojokerto dengan 7 Pura, Kabupaten Sidoarjo dengan 4 Pura, Kabupaten Bondowoso dengan 2 Pura, Kabupaten Lamongan dengan 1 Pura, Kabupaten Jember dengan 7 Pura, Kabupaten Madiun dengan 4 Pura, Kabupaten Tulungagung dengan 3 Pura, Kabupaten Nganjuk dengan 1 Pura, Kabupaten Nganjuk dengan 1 Pura, Kota Batu dengan 5 Pura, Kota Malang dengan 5 Pura, Kota Surabaya dengan 8 Pura.Â
Ini baru yang terdata. Total terdapat 442 Pura. Masih lebih banyak yang belum terdata secara lengkap dan memiliki riwayat sejarah yang baik, sehingga memudahkan umat dalam memahami pergerakan dinamis Hindu di Nusantara.
Ada berbagai tahapan dalam kehidupan manusia. Umat Hindu mengenal empat tahap atau jenjang kehidupan, mulai dari Brahmacari, Grhasta, Wanaprasta, dan Bhiksuka. Tahapan atau jenjang kehidupan ini berdasar pada tatanan rohani, waktu, umur, dan sifat perilaku manusia. Brahmacari diyakini sebagai tahap di mana seseorang mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi.
Grahasta merupakan Tahap kedua, dimana manusia membina hubungan suami istri, berkeluarga, berumahtangga, menyatukan pandangan dengan suami maupun istri, memiliki anak, dan membimbing anak ini agar mampu menjalani kehidupan dengan baik.
Wanaprasta merupakan masa dimana seseorang mulai fokus pada kegiatan spiritual, mengurangi hal keduniawian. Dan Sanyasin merupakan tahap dimana manusia benar-benar melepaskan berbagai hal keduniawian, hanya fokus pada aktivitas spiritual keagamaan, melayani umat.
"Brahmacaryena taf asa, Raja rastram vi raksati, acaryo brahmacaryena, Brahmacarinam icchate"
Artinya: Seorang raja, dengan sarana yang dia miliki, menjalankan brahmacari, bisa melindungi bangsanya. Seorang pendidik (guru pembimbing), yang sedang menjalankan brahmacari sendiri, berkeinginan mengajar para siswa.
Uraian di atas mengajarkan kita bahwa setiap manusia memiliki cara dan jalan masing-masing. Seorang pemimpin, kaum bangsawan, pemuka agama, tokoh masyarakat, kelompok cendekiawan, bahkan, orang biasa sekalipun, akan senantiasa belajar menemukan jati diri, mengajar dirinya, membimbing orang lain, untuk menjadi kian bijak dan dewasa dari hari ke hari. Setiap dari kita memiliki peran yang berbeda-beda.
Perjalanan kita tidak selalu harus sama. Manusia memiliki takdirnya masing-masing. Memiliki karma berbeda, perjuangan dan perjalanan berbeda pula. Meski terkadang kita berjumpa dan sejalan, bisa saja, di waktu lain memiliki arah yang saling bertolak belakang. Inilah yang disebut dengan kebersamaan dalam perbedaan.
Di dalam pelaksanaan juga sering kali terkendala berbagai halangan dan rintangan. Setelah masuk hutan Alas Roban juga harus kembali lagi mencari toilet terdekat. Ingin bersatu dengan seluruh rombongan, namun terkendala Pawai Pembangunan, sehingga harus mekemit di dua lokasi Pura yang berbeda.