Sekitar 300 an juli / jempana / kereta beroda sebagai sarana membawa beragam benda sakral, bergerak dari masing-masing Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem yang ada di Desa Pekraman Kerobokan, menuju ke pantai Petitenget.
Tujuan dari upacara ini adalah untuk penyucian diri. Dalam upacara Melasti menurut Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang dipesankan dalam upacara Melasti tersebut.
- Pertama untuk mengingatkan umat agar meningkatkan terus baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
- Kedua peningkatan bakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
- Ketiga untuk membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
- Keempat dengan bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).
Dengan ribuan umat Hindu selaku pemedek / penyungsung, yang mengiringi beragam benda sakral dari pura masing-masing, terkadang ada yang mengalami trance / kesurupan.
Hal ini bisa dibuktikan dari gelombang otak yang terekam. Sementara yang lain mengatakan, mereka sepenuhnya sadar, dan bisa tetap mengendalikan diri mereka. Adakalanya trance dikaitkan dengan dunia gaib, mistik, ilmu hitam. Adapula yg beranggapan trance merupakan suatu bentuk komunikasi verbal dan non verbal dari alam lain, entah itu leluhur, para dewa, butha kala. Sebagai satu dari sekian pertanda / cihna / ciri / fenomena kehadiran dewata / leluhur.
Hari Raya Nyepi memiliki makna filosofis yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang. Bhuta Yaja (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna untuk memotivasi umat Hindu secara ritual dan spiritual agar alam senantiasa menjadi sumber kehidupan.
Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata "tawur" berarti mengembalikan atau membayar. Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma wasana.
Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti Tawur Kesanga bermakna memotivasi ke-seimbangan jiwa. Nilai inilah tampaknya yang perlu ditanamkan dalam merayakan pergantian Tahun Saka.
Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang. Umat Hindu dalam zaman modern seka-rang ini adalah seperti berenang di lautan perbedaan. Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat.
Persamaan dan perbedaan pada zaman modern ini tampak semakin eksis dan bukan merupakan sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu positif apabila manusia dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat. Brata penyepian adalah untuk umat yang telah meng-khususkan diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai Nyepi dapat dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya. Karena agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu.