Kujumpai sahabat ku disini, bapak Dewa Gede Bawa, yang juga hadir bersama keluarga, istri dan anak mereka. Kami bersembahyang bersama. Kagum ku pada semangat bapak Dewa Gede Bawa.Â
Beliau pernah mengalami stroke, dan kini mulai aktif mengajar kembali di STP Nusa Dua, bahkan sekarang akan menempuh ribuan anak tangga hingga ke Pura Luhur Lempuyang. Kagum ku pada semangat dan perjuangan beliau beserta keluarga.
Selesai bersembahyang di Pura Penataran Lempuyang, Kami melanjutkan perjalanan dengan naik ojek motor dan membayar masing-masing Rp. 10.000 menempuh perjalanan sejauh dua kilometer dalam perjalanan menanjak Bukit untuk tiba di Pura Telaga Mas.Â
Belum juga persembahyangan kami mulai, hujan gerimis mulai turun, kian lama kian deras. Kami mulai mengenakan jas hujan yang sudah kami bawa semenjak awal perjalanan kami.
Dari Pura Telaga Mas, kami memulai perjalanan panjang menyusuri jalan setapak dengan anak tangga sejauh 1 kilometer ke arah atas, mendaki bukit, dengan 1275 anak tangga. Kami kemudian tiba di Pura Pasar Agung.
Mengapa rombongan kami tidak menuju ke Pura Lempuyang Madya terlebih dahulu? Karena kami berencana untuk mekemit, menginap, di Pura Lempuyang Madya, maka rombongan kami menuju ke Pura Pasar Agung, lanjut ke Pura Luhur Lempuyang. Suhu udara yang dingin membekukan tidak memungkinkan kami menginap di Pura Luhur Lempuyang, yang merupakan Pura dengan ketinggian 1.174 MDPL (meter dari permukaan laut).Â
Pura Luhur Lempuyang bukan merupakan pura tertinggi di Bali. Pura tertinggi di Bali adalah Pura Pucak Kedaton yang memiliki ketinggian 1.700 MDPL (meter dari permukaan laut)
Berikutnya, ada Pura Pengubengan, atau Pura Gelap, di area Pura Besakih, dengan ketinggian 1.100 MDPL (meter dari permukaan laut), Pura Pasar Agung di Karangasem dengan ketinggian 1.500 MDPL (meter dari permukaan laut), Pura Batukaru dengan ketinggian 835 MDPL (meter dari permukaan laut), namun ada pula yang mengatakan Pura tertinggi di Bali adalah Pura Pucak Mangu dengan ketinggian 2.096 MDPL (meter dari permukaan laut).Â
Hujan yang tiada henti, bahkan semakin deras, tidak menyurutkan langkah kami. Meski terkadang harus berkali beristirahat di setiap persimpangan, karena lelah yang mendera, dan dingin yang membuat kaki keram, hingga kami tertatih menyusuri tangga demi tangga, di tengah tatapan para monyet yang terdiam menggigil karena hujan di sela pepohonan, bahkan lintah yang terkadang menempel di kaki.
Dari Pura Pasar Agung, kami harus menyusuri lima ratus anak tangga mendaki lagi, untuk tiba di Pura Luhur Lempuyang. Sungguh bukan hal mudah bagi kami yang tidak terbiasa mendaki, dan tidak muda usia lagi.Â
Terengah, tenggorokan kering, lapar dan haus melanda, tidak menyurutkan niat kerja bakti. Kantong plastik hitam yang kami bawa sungguh bermanfaat dalam mengumpulkan bekas canang sehabis bersembahyang. Bangga karena tindakan kami juga memotivasi orang lain untuk turut melakukan hal sama, menyapu dan mengumpulkan sampah berserakan.
Lihat Sosbud Selengkapnya