Bila berkunjung ke suatu daerah, nikmatilah makanan asli daerah tersebut. Telaah bagaimana mereka mengolahnya, menyajikan hingga ke depan kita, rasa yang hadir di lidah, bahkan, sensasi yang dialami setelahnya.
Bila perlu, mencoba memahami bagaimana mereka mendapati makanan tersebut, proses penanaman, pembibitan, panen, dan mata rantai produksi berbagai bahan makanan terkait hidangan tersebut.Â
Maka, akan kita pahami karakter asli penduduk di daerah tersebut, hasrat, ego yang ada, emosi yang meliputi mereka, kebiasaan, ritual terkait hidangan tersebut, dan perjuangan mereka memelihara keberadaan hidangan hingga selanjutnya (Santidiwyarthi, 13 Januari 2019).
Itu pula yang selalu kulakukan bila mengunjungi suatu daerah tertentu. Termasuk kali ini, kembali ke kampung halaman, Kota Pontianak. Kota dimana aku dilahirkan. Kota dimana aku dibesarkan. Kota dimana kulalui sebagian usia di sini, menempuh pendidikan semenjak TK, SD dan SMP, bersama anggota keluarga, para kerabat, sahabat, guru.....
Tidak hanya melepas rindu bersama ibu, kakak dan adik yang telah bertahun tidak kutemui, tidak sekedar mengobati rasa kangen yang sering menyeruak hadir akan berbagai relung kota yang akrab dalam dada, kusempatkan mengunjungi berbagai tempat yang menyajikan aneka hidangan khas Pontianak, mencicipi berbagai hidangan yang membuat selera terbit senantiasa, hingga menetes air liur.......
Dari saat kunjungan di akhir tahun 2018, pada hari Senin hingga Minggu, tanggal 24 hingga 30 Desember 2018, juga saat kunjungan di awal tahun 2019, hari Senin hingga Rabu, tanggal 7 hingga 9 Januari 2019, kusempatkan mengunjungi berbagai lokasi, baik pasar dan warung makan, dan mencicipi berbagai jenis hidangan.
Kucicipi ketupat sate kuah sayur di pasar Parit Baru yang begitu menggugah selera. Sebenarnya, banyak tempat pula di Denpasar dan di pelosok Bali yang menjual ketupat sate yang disiram kuah sayur.
Namun sudah tentu terdapat beberapa perbedaan. Kita bisa memilih tambahan lauk yang diinginkan, mulai dari ayam goreng suwir, jenis sate yang tersedia, apakah sate ayam atau sapi, tambahan kacang goreng di atasnya, dan saos cabe khas Pontianak.
Di saat lain, kunikmati bikang asli kota Pontianak, mulai dari bikang rasa cokelat, bikang rasa nanas, bikang aseli. Semasih hangat, baru keluar dari oven langsung dari tempat pembuatnya yang sekaligus menjadi satu dengan warung berjualan sang pembuat.
Atau, bisa memilih menikmati hidangan Chaipan, atau Chaikue, dengan isi di bagian dalamnya, irisan tipis daun bawang, bengkuang yang diiris tipis, keladi parut, ditabur udang ebi halus, dan siraman saos cabai. Keahlian pengolahan tekstur kulit Chaipan dan citarasa dari makanan ini memperlihatkan kematangan pengalaman seorang juru masak.
"Dalam satu hari saya bisa membuat hingga 1000 buah Chaipan aneka rasa. Banyak tamu yang membawanya sebagai oleh-oleh ke luar kota Pontianak, hingga ke luar negeri". Ujar Aleng dengan bangga. Aleng adalah seorang pembuat dan pedagang Chaipan atau Chaikue di Parit Baru, Pontianak.
Lihat Humaniora Selengkapnya