Berikut Desa Oebelo dengan obyek wisata pembuatan alat musik tradisional Sasando dan Oelnasi dengan obyek wisata agro dan pemancingan serta Desa Manusak dengan obyek wisata agro dan wisata alam di Kabupaten Kupang. Selanjutnya desa Lede Unu dengan obyek wisata perkampungan adat dan Desa Kujiratu dengan obyek wisata situs Kujiratu di Kabupaten Sabu Raijua, Desa Maritaing dengan wisata alam dan bahari serta Desa Marisa dengan obyek wisata bahari di Kabupaten Alor.
Pada Kabupaten Lembata terdapat empat desa wisata yang juga mendapat dukungan program desa wisata yakni, Desa Atawai di Kecamatan Nagawutung dengan obyek wisata air terjun Lodowawo, Desa Atakore dengan dapur alam budaya, Desa Lamalera dengan obyek wisata penangkapan ikan paus secara tradisional dan Desa Laranwutun dengan wisata bahari.
Desa-desa wisata tersebut terdapat pada 46 kecamatan yang ada di 22 kabupaten/kota di NTT, dimana persoalan infrastruktur menuju desa-desa wisata juga menjadi program lintas satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Hal ini memperlihatkan gambaran bahwa pembangunan dan pengembangan desa wisata tidak bisa berjalan sendiri atau terpisah. Ini semua membutuhkan kemampuan berkomunikasi dan menjalin kerjasama antar lintas sektoral, lintas departemen, Pembangunan jalan dan jembatan ataupun infrastruktur lainnya seperti air bersih pada obyek-obyek wisata bukan domain Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Pembangunan infrastruktur merupakan tugas dan tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, dalam APBD tahun anggaran 2014 mengalokasikan dana hibah sebesar Rp 2,5 miliar untuk mendukung program desa wisata di provinsi kepulauan itu. Dana tersebut disalurkan kepada 50 desa wisata, masing-masing desa mendapat alokasi dana sebesar Rp 50 juta, yang dimanfaatkan untuk mengairahkan usaha-usaha ekonomi masyarakat yang bermukim di desa-desa wisata. Dana tersebut juga dimanfaatkan untuk membantu kelompok masyarakat pada desa-desa wisata untuk pemberdayaan ekonomi, yang berhubungan langsung dengan sektor kepariwisataan.
Well, sudah tentu kebijakan pemerintah yang bersifat positif bagi pembangunan dan pengembangan masyarakat secara luas ini harus didukung dan dilaksanakan setiap jajaran dan jejeran dari atas hingga ke bawah. Maka, implementasi ini membutuhkan kemauan dan kemampuan kita semua untuk bergerak. Revolusi mental bukanlah basa-basi, dengan revolusi mental yang kita mulai dari diri sendiri, secara bersama-sama, demi kemajuan Desa dan masyarakatnya, khususnya di Desa-Desa Wisata, maka seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mampu bereksplorasi secara maksimal.
Materi ini yang kubawakan pada mereka, para peserta diklat Pembekalan bagi Para Pengelola Desa Wisata di Kupang, yang diadakan dari tanggal 1 – 3 Desember 2015.
Pukul 14.15 siang, Kamis tanggal 3 Desember 2015, kuakhiri materi yang kusampaikan. Dan kami berfoto bersama. Sebagian peserta meminta kesediaanku untuk mengunjungi Desa Wisata dimana mereka berada. Maka, setelah kuletakkan ransel berisi barang-barang kerja di kamar, berganti mengenakan celana panjang, topi, dan ransel mbolang, aku keluar dari lobby hotel, berjalan menuju jalan raya, naik angkot menuju ke Pantai Lasiana.
Aiihhh, naik angkot di daerah yang belum pernah kukunjungi?? Hmmm, knapa mesti takut sejauh kita yakin dan berani bertanya agar tidak tersesat di jalan. Membayar Rp 4.000,- aku turun di jalan masuk menuju Pantai Lasiana. Mobil tidak bisa lewat karena sedang ada pengurukan jalan. Aku sempat narsis dengan menaiki backhoe yang sedang bekerja. “Saya pak Martin dari Kefamenanu” Ujarnya saat menjelaskan pekerjaannya tersebut.
Selesai dengan aktivitas bersantai di pantai Lasiana, kami mampir ke pusat oleh-oleh bu Soekiran, sebelum kembali ke Hotel On The Rock. Menikmati makan malam di bawah naungan awan gelap pinggir pantai Oesappa dari resto hotel, dengan cahaya kilat saling menyambar, dan kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Sempat pula berkenalan dengan ibu Lenny Subroto, yang sedang menikmati makan malam bersama keluarga. Ibu cantik ini penggemar kain dari berbagai penjuru nusantara. Kami sempat berdiskusi tentang ragam budaya, mulai dari kain songket, makanan khas berbagai daerah, nasi goring porsi raksasa yang kupesan, dan bahkan bernyanyi lagu bali, Bungan Sandat, bersama-sama.
Aku juga sempat berkenalan dengan mBak Yulita, dari tim Trans 7 yang sedang mengeksplorasi Sasando dan Tilangga dari desa Oebelo, dan bu Indri dari Kementerian Perhubungan yang juga bepergian sendirian dalam rangka tugas ke Kupang, selama 3 hari.