Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam mineral yang dapat mengahasilkan barang tambang salah satunya adalah bauksit. Bauksit merupakan batuan mineral yang menjadi sumber dari logam alumunium. Kekayaan akan bauksit ini menjadikan Indonesia sebagai pengekspor bijih bauksit selama puluhan tahun. Namun, belakangan ini Indonesia mulai masuk kedalam jajaran negara produsen alumina yang merupakan produk olahan bijih bauksit yang tinggal selangkah lagi menjadi alumunium.
Sesuai kebijakan Presiden Jokowi mengenai pelarangan ekspor bijih bauksit dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), yang mewajiban pengembangan hilirisasi melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri. Â Kebijakan ini menjelaskan betapa pentingnya hilirisasi industri dan menghentikan ekspor bahan mentah. Hal tersebut akan mendorong pelaku usaha pertambangan melakukan pengolahan bahan mentah menjadi setengah jadi atau barang jadi, sehingga dapat meningkatkan nilai jual dari produk ekspor tersebut.
Kebijakan larangan ekspor bauksit sebagai langkah hilirisasi industri ini termasuk dalam kebijakan politik luar negeri yang tentunya digunakan untuk mencapai kepentingan nasional. Segala kebijakan politik luar negeri Indonesia yang telah dibuat dan akan dijalankan mengacu kepada tujuan negara dalam panggung internasional sesuai yang dikemukakan oleh Holsti (1992) yaitu diantaranya: Keamanan, Kedaulatan (Autonomy), Kesejahteraan, dan Status (Prestise). Untuk itu adanya larangan ekspor bauksit ini menjadi gambaran tujuan negara dalam panggung internasional pada bidang Kesejahteraan.
Secara resmi Presiden Jokowi mengumumkan pelarangan ekspor bijih bauksit ke luar negeri mulai Juni 2023. Catatan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Indonesia memiliki total produksi bijih bauksit mencapai 40 jutaan ton pertahun. Kemudian sebanyak sekitar 35-36 juta tonnya di ekspor ke China. Tentunya adanya kebijakan larangan ekspor ini membuat China merasa dirugikan sebab akan mengalami kekurangan stok bijih bauksit yang akan diolah dan ditakutkan akan menimbulkan gesekan dengan negara China hingga mengajukan gugatan ke Organisasi Perdgangan Dunia (WTO).
Pemerintah menjelaskan alasan kebijakan tersebut adalah guna memperkuat program hilirisasi yang dicanangkan Presiden Jokowi. Presiden Jokowi menegaskan kebijakan ini merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan sumber daya alam dan meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Keuntungan yang didapatkan dari adanya hilirisasi bauksit ini adalah peningkatan pendapatan negara dari Rp 21 triliun menjadi sekitar Rp 62 triliun. Hal ini berkaca pada kebijakan terdahulu, seperti halnya komoditas nikel yang dinilai berhasil.
Upaya ini diharapkan dapat membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya serta meningkatkan devisa untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih merata. Dengan begitu hilirisasi ini merupakan upaya pemerintah dalam menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H