Mohon tunggu...
Santi Agustina
Santi Agustina Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 2 Tanah Putih

Ketua Komunitas MGMP Fisika Kabupaten Rokan Hilir Guru Penggerak angkatan 7 Guru Mata Pelajaran Fisika Pendidikan terakhir S2

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Berdifrensiasi

19 Februari 2023   12:23 Diperbarui: 19 Februari 2023   12:34 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah suatu sistem interaksi pendidikan yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Sistem interaksi pendidikan yang berdifrensiasi tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang "mengundang' murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  • Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  • Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
  • Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu 12 menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  • Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022 Tentang Standar Proses Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan Menengah, pembelajaran tersusun atas 3 dimensi, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Ketiga dimensi ini, harus mengacu pada:

  • Capaian pembelajaran yang menjadi tujuan belajar dari suatu unit pembelajaran;
  • Cara untuk mencapai tujuan belajar;
  • Cara menilai ketercapaian tujuan belajar.

Acuan-acuan ini dilaksanakan secara fleksibel, sederhana dan jelas. Fleksibel maksudnya adalah sekolah bisa menentukan tujuan pembelajaran yang menyesuaikan dengan konteks lingkungan dan sumber daya sekolah. Meskipun capaian pembelajaran telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) melalui Standar isi dan Standar kelulusan (SKL), akan tetapi sekolah diberi keluluasaan untuk menentukan Tujuan Pembelajaran yang bisa beradaftasi dengan lingkungan belajar (kontekstual). Untuk melaksanakannya boleh melaksanakan dengan berbagai pendekatan, salah satunya melalui pembelajaran berdifrensiasi.

Pembelajaran berdifrensiasi dilaksanakan juga berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang dan terencana dengan baik. Salah satunya dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti kesiapan belajar (readiness), minat dan bakat murid, dan profil murid. Mengingat saat ini perkembangan dunia industri yang menuntut sumber daya manusia yang memiliki keterampilan abad 21, yaitu kreatif, inovatif, berfikir kritis, pemecahan masalah, kolaboratif, dan komunikatif untuk menyesuaikan era revolusi industri 4.0. Dimana pada era ini, fenomena disruptive innovation lebih menekankan pada pola ekonomi digital, kecerdasan buatan, big data, dan robotik. Maka dari itu, seorang guru sebagai pencetak SDM yang berkualitas harus mampu menciptakan pembelajaran yang futuristik sehingga apa yang dipelajari menjadi modal dasar menuju keselamatan dirinya dan masyarakat. Untuk itu seorang guru harus peka terhadap transformasi kebudayaan yang berkembang melalui teknologi pendidikan. Murid tidak lagi dibatasi belajar hanya dari guru dan buku paket di sekolah, melainkan melalui multisumber dan multimedia pembelajaran. Murid bisa memahami dan mencapai tujuan pembelajaran yang harus di selesaikan melalui beragam cara dan strategi, dan melalui kecepatan yang berbeda sekaligus menyesuaikan dengan minat dan bakat mereka. Hal inilah yang kemudian di manifestasikan Tomlinson kedalam tiga strategi pembelajaran berdifrensiasi, yaitu berdifrensiasi konten, proses, dan produk.

Konten adalah substansi (materi) yang kita ajarkan pada murid. Seorang guru bisa mengatur dan merencanakan di bagian mana dia memberikan penguatan konten terhadap murid yang memiliki kebutuhan yang berbeda. Hal ini diibaratkan seperti pengaturan pada equalizer suara (musik). Sehingga suara akan nyaman didengar, seperti itulah seni dalam mengajar. Sedangkan proses, murid bisa mempelajari konten melalui berbagai media yang disediakan oleh guru, sesuai dengan kecendrungan dirinya. Guru bisa melakukan identifikasi awal melalui cara-cara yang sderhana, misalnya mengamati perilaku muridnya dalam proses pembelajaran, informasi dari oarngtua/wali murid, atau guru sebelumnya atau bisa melalui wawancara tidak terstruktur tentang type Visual, auditory dan Kinestetik. Saat ini banyak sekali situs-situs dan aplikasi yang menawarkan assesmen diagnostik type gaya belajar murid. Akan tetapi, guru sendiri juga bisa melaksanakannya secara mandiri melalui survey gaya belajar (google form) atau angket. Parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi juga bisa dengan mudah di akses melalui media digital dan buku-buku fsikologi pendidikan. Perlu diketahui, pengelompokan berdasarkan type gaya belajar terkadang bisa juga tidak sesuai, oleh sebab itu selayaknya kita menyediakan berbagai media pembelajaran yang sifatnya merupakan tawaran pilihan bagi murid kita. Karena terkadang, disuatu konten tertentu, bisa saja murid yang visual berubah menjadi kinestetik karena alasan-alasan faktor tidak terduga ( inpredictible thing). Hal ini karena manusia sebagai mahluk sosial yang selain dipengaruhi oleh kodrat alam yang dimiliki anak yang berkaitan dengan sifat dan bentuk akan tetapi juga dipengaruhi oleh kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Dimana isi dan irama, merupakan adanya pengaruh lingkungan dan kebudayaan yang berada disekitarnya. Lingkungan adalah seluruh komponen yang terdapat disekitar sistem pembelajaran. Artinya seluruh komponen yang ada dalam lingkungan adalah pemelajar (learning comunity). Lingkungan yang kondusif meliputi:

  • setiap orang dalam kelas menyambut dan disambut dengan baik,
  • Saling menghargai,
  • Murid merasa aman,
  • Ada harapan bagi pertumbuhan,
  • Guru mengajar untuk mencapai kesuksesan,
  • Ada keadilan,
  • Guru dan siswa berkolaborasi untuk kesuksesan bersama.

Secara alami, faktor lingkungan sangat mempengaruhi gaya belajar murid. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran yang merdeka, yang sesuai dengan karakteristik murid, sangat perlu menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya positif akan menyediakan ruang bagi murid untuk belajar menjadi manusia yang memiliki kesadaran dan merdeka. Karena budaya positif merupakan suatu keadaan dimana murid tidak lagi diperlakukan sebagai objek pendidikan melainkan sebagai subjek, yaitu semua pembelajaran akan berpusat pada mereka. Murid ikut menentukan media seperti apa yang mereka sukai, produk seperti apa yang mereka kuasai untuk dijadikan penilaian (assesmen) atas skills mereka. Hal ini terkait dengan strategi yang ketiga, yaitu difrensiasi produk. Tidak ada lagi murid pemalu yang dipaksa untuk membuat karya berbentuk vidio pembelajaran yang mengharyskan mereka berbicara didepan kamera. Karena ada media berbentuk tulisan (artikel), komik, infografis, yang dapat mereka ciptakan sebagai eksistensi diri mereka.

Selain pendekatan melalui pembelajaran berdifrensiasi, guru juga perlu menumbuhkan motivasi internal murid melalui pendekatan inkuiri apresiatif yang dapat diintegrasikan kedalam assemen alternatif. Dengan kata lain assesmen yang selama ini hanya dilaksanakan secara tradisional yaitu tes tertulis akan menutup ketercapaian pemeblajaran bagi murid yang memiliki gaya belajar yang berbeda (auditory dan kinestetik). Pentingnya sebuah asssemen dalam pembelajaran sama seperti pentingnya perencanaan pembelajaran. Hal inilah yang dimaksud dalam Permendikbud nomor 16 tahun 2022 tentang standar proses, bahwa pembelajaran bukan hanya menyangkut tentang perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Melainkan juga menyangkut tentang apa yang akan di capai, bagaimana cara melaksanakannya dan bagaimana kita mengukur ketercapaian itu.

Dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001), kita bisa memberi perlakuan seperti hal-hal berkut:

  • Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
  • Murid yang belum memiliki penguasaan bidang tertentu perlu mendapat penjelasan yang mendasar sedangkan murid yang telah menguasai bidang tersebut perlu informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Atau bahan dan tugas yang diberikan lebih bersifat transformatif.
  • Konkret - Abstrak.
  • Kesiapan belajar murid diukur melalui bentuk assesmen dengan menyediakan soal yang konkret dan abstrak. Hal ini untuk melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
  • Sederhana - Kompleks.

Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi.

  • Terstruktur - Open Ended.
  • Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
  • Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
  • Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
  • Lambat - Cepat
  • Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari sebuah topik.

Dari uraian ini, tentu kita sebagai pendidik yang telah memahami pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sebagai pendidik, kita tentu menyadari bahwa setiap anak adalah unik dan memiliki kodratnya masing-masing. Tugas kita sebagai guru adalah menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan setiap anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kodratnya masing-masing, dan memastikan bahwa dalam prosesnya, anak-anak tersebut merasa selamat dan bahagia. Disinilah pentingnya kita melaksanakan peran kita sebagai guru penggerak, yaitu menjadi pemimpin pembelajaran yang mampu mengembangakan nilai keberpihakan pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif. Dengan mengakomodir kebutuhan murid yang berbeda, murid akan merasa bahwa guru berpihak pada mereka. Hal ini membuat kebutuhan dasar murid sebagai manusia, yaitu merasa diterima, dihargai dan kasih sayang terpenuhi. Memberikan media belajar yang sesuai dengan profil, memberi penguatan pada ketidakberdayaan murid pada topik-topik tertentu, dan pemilihan produk yang sesuai dengan minat dan bakat mereka merupakan implementasi dari pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA). Bahwa mereka tidak lagi dilihat dari ketakberdayaan mereka melainkan dari apa yang mereka kuasasi (kebutuhan penguasaan). Murid dan guru juga ditutntutn untuk mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif dalam menyelesaikan tujuan pembelajaran yang ada. Guru harus melakukan inovasi tiada henti, untuk menyeimbangkan perencanaan pembelajaran, proses dan produk pembelajaran dalam bentuk SDM berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan industry mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun