Mohon tunggu...
Santi Titik Lestari
Santi Titik Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Mari menulis!!

Menulis untuk mengawetkan ide dan berbagi ....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Margin, Membuat Hidup Menjadi Lebih Produktif

27 April 2019   13:42 Diperbarui: 27 April 2019   14:43 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hidup bahagia (Sumber: lifestyle.kompas.com)

Sebenarnya, bukan karena jaraknya yang jauh yang menjadi alibi keterlambatan saya, melainkan memang saya kurang pintar dalam mengatur waktu dalam kondisi yang baru ini. Hal ini menjadi sesuatu yang tidak saya sukai/tidak diharapkan. Ketika saya menemukan titik masalah ini, saya mulai membuat margin.

Jika sebelumnya, setiap Senin saya berangkat dari rumah jam 07.10, dan ternyata terlambat, sekarang saya membuat margin 15 menit sebelumnya saya harus sudah berangkat. 

Jadi, jam 06.55 saya sudah harus berangkat dan saya tidak terlambat. Pencapaian dalam pelaksanaan margin ini tidak hanya sebatas saya tidak terlambat lagi, tetapi juga kehidupan saya menjadi lebih baik. 

Saya tidak ngebut di jalan, tidak tergesa-gesa ketika masuk ke ruang kantor, hati lebih tenang, emosi lebih baik, dan saya masih punya beberapa menit untuk saya bisa menata diri sebelum bekerja. Hal ini membuat hidup saya lebih menyenangkan, lebih siap, dan bisa bekerja dengan baik dalam hari itu.

Dalam kasus saya ini, margin yang saya buat berupa margin waktu. Menentukan membuat jenis margin masih tergolong mudah, dan saya yakin kita semua mampu melakukannya. Hanya, yang membuat sulit adalah pelaksanaannya. Melaksanakan margin itu tidak segampang membuatnya. Melaksanakan margin dalam kehidupan kita memerlukan kesiapan, pengorbanan, dan ketekunan yang terus-menerus.

2. Mengenal diri sendiri
Salah satu keterampilan hidup yang harus kita miliki adalah mengenal diri sendiri. Ketika kita bisa mengenal diri sendiri dengan baik, saya yakin kita bisa mengolah setiap respons (baik respons yang muncul dari diri sendiri ataupun yang dilontarkan orang lain) dengan baik pula. 

Saya tidak suka dibohongi. Bukan hanya karena kebohongan itu tidak baik, tetapi juga karena saya cenderung sulit untuk pulih ketika nantinya saya marah, kecewa, atau sedih karena kebohongan itu.

Dalam hal ini, saya harus menemukan jenis margin hidup yang tepat supaya ketika suatu saat ternyata saya dibohongi, saya bisa merespons dengan lebih bijaksana. 

Biasanya, ketika saya tahu saya dibohongi, saya tidak pernah mau mendengar alasannya, tidak lagi mau mengenal orang tersebut, langsung bersikap impulsif, termasuk saya bisa membuat keputusan yang salah pada saat itu juga. Saya tahu saya tidak bisa merespons dengan baik kondisi seperti itu. Karena itu, saya membutuhkan margin hidup yang tepat untuk hal ini.

Saya memutuskan untuk memilih margin berjenis pikiran. Margin jenis pikiran ini memunculkan beberapa pilihan kepada saya supaya pikiran dan hati saya bisa tertata lebih baik ketika merespons suatu kebohongan. Bukan berarti margin pikiran ini akan membuat saya lebih kompromi dengan kebohongan, tetapi justru menolong saya untuk bisa merespons kebohongan dengan tepat dan tidak lagi merugikan diri saya maupun orang lain. 

Misalnya saya perlu melatih pikiran saya mengenai: apa alasan berbohong? Tidak ada hal baik yang dihasilkan dengan berbohong, atau saya harus mengingatkan orang lain jika saya tahu dia berbohong. Beberapa margin pikiran yang saya buat ini setidaknya menolong/mempersiapkan pikiran saya, termasuk hati dan emosi, untuk bisa merespons dengan lebih bijaksana ketika saya ternyata dibohongi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun