[caption id="attachment_365192" align="aligncenter" width="560" caption="Kawah Ijen (dok. pribadi)"][/caption]
Gunung Ijen adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di daerah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Gunung ini mempunyai ketinggian 2.443 m dan telah empat kali meletus (tahun 1796, 1817, 1913, dan 1936). Untuk mendaki ke gunung ini bisa berangkat dari Bondowoso ataupun dari Banyuwangi. (sumber: Wikipedia Indonesia)
Saat mendaki Gunung Ijen, kedua pandangan disuguhkan panorama yang indah, sejuknya udara dan aroma cemara yang tumbuh berdiri kokoh di hamparan kaki pegunungan ini. Di Gunung Ijen inilah terdapat kawah yang menakjubkan, Kawah Ijen. Untuk mencapai Kawah Ijen, kita harus berjalan kaki dengan rute menanjak sejauh 3 Km dari titik awal pendakian, Paltuding. Saat mencapai area Kawah Ijen, aroma belerang cukup menyengat jadi sebaiknya hidung ditutup masker untuk melindungi pernafasan agar udara yang mengandung partikel belerang berukuran kecil tidak masuk ke dalam ronga paru-paru.
Di Kawah Ijen ini terdapat fenomena alam yang menakjubkan yaitu Api Biru atau Blue Fire. Dari atas kawah akan mengeluarkan semburan warna biru terang. Warna terang Blue Fire ini berasal dari tingginya suhu kawah tersebut. Namun, keindahan Blue Fire ini hanya bisa disaksikan pada tengah malam hingga dini hari.
[caption id="attachment_365172" align="aligncenter" width="300" caption="Blue Fire (sumber: www.yukpegi.com)"]
Belerang yang ada di Kawah Ijen menjadi penyambung hidup masyarakat di sekitar Gunung Ijen. Belerang ditambang guna dijual kembali. Harga perkilonya hanya dihargai sekitar seribu rupiah. Satu kali menambang, bahu para penambang mampu memikul 50-75 kilo belerang. Tinggal hitung berapa pendapatan mereka setiap hari dengan resiko pekerjaan yang cukup tinggi. Beban pikul yang cukup berat tentu bisa mempengaruhi struktur tulang bahu dan punggung. Uap yang mengandung partikel belerang yang terhirup secara terus menerus akan mengendap di paru-paru lambat laun bisa mengganggu kesehatan bahkan merenggut nyawa mereka.
[caption id="attachment_365178" align="aligncenter" width="300" caption="Belerang dalam keranjang (dok. pribadi)"]
"Apakah penghasilan sebagai penambang belerang ini cukup untuk menafkahi keluarga pak?"
"Yaaa...gimana ya mba. Cukup ga cukup ya dicukup-cukupin aja. Kita hidup disini dari hasil nambang belerang."
"Terus belerang ini dijual kemana?"
"Dijual ke pengepul buat dijadikan bahan dasar pembuatan obat, sabun dan macem-macem, mba. Kita juga mencairkan belerang kemudian dicetak lalu dijual untuk oleh-oleh wisatawan saat berkunjung ke Kawah Ijen lumayan untuk nambah penghasilan."
Yup! Untuk menambah penghasilan, para penambang merubah bongkahan belerang menjadi bentuk-bentuk yang cantik sebagai souvenir atau cindramata bagi para wisatawan. Ada yang berbentuk mobil, bunga, Hello Kitty, kelinci, dan sebagainya. Satu bentuk hasil cetakan belerang berukuran kecil  dihargai Rp2.500,00 sampai Rp15.000,00 berukuran besar.
[caption id="attachment_365187" align="aligncenter" width="300" caption="Cindramata cantik dari belerang (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_365183" align="aligncenter" width="300" caption="Ayo! silahkan pilih belerang mana yang kamu suka...hehe (dok. pribadi)"]
"Ada berapa pengepul belerang disini pak?"
"Cuma ada satu. Yah! mereka yang punya uang, mba. Dulu ada orang kaya mba begini tanya-tanya lalu dia ngusahain cari pengepul lain buat naikin harga jual belerang tapi ga lama akhirnya kembali lagi sama satu orang itu."
[caption id="attachment_365176" align="aligncenter" width="300" caption="Para penambang memikul belerang untuk kemudian dibawa ke pengepul (dok. pribadi) "]
Dari sekian penambang belerang di Kawah Ijen ada satu pria paruh baya bernama Pak Madrusin. Sinar mentari Ijen telah berhasil membakar tubuhnya hingga menghitam. Di pundaknya ada lebam berwarna hitam  sebagai bukti beratnya belerang yang ia pikul. Anak laki-lakinya tidak tega melihat penderitaan ayahnya sebagai penambang belerang Ijen. Sebagai tanda kasih anak terhadap ayahnya, ia mengumpulkan uang dimasukannya ke dalam celengan sedikit demi sedikit untuk membeli sapi. "Kalau bapak punya sapi, bapak bisa berhenti jadi penambang belerang." Begitulah harapan seorang anak kepada ayahnya. Sebelum sapinya terbeli, nasib naas tak terhindarkan. Bapak Madrusin tergelincir jatuh saat bekerja memikul belerang dilereng Kawah Ijen dan nyawanya tak tertolong.
[caption id="attachment_365184" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Madrusin (dok. pribadi)"]
Itu adalah sepenggal cerita dari kisah penambang belerang. Pada kenyataannya, pak Madrusin masih hidup. Ia masih menjadi salah satu penambang di kawah Ijen. Ia adalah seorang ayah dari lima anak, dua diantaranya kembar. Kisah diatas adalah sepenggal cuplikan Pak Madrusin sebagai pelakon dalam film pendek berjudul "Celengan Gawe Bapak". Ia pernah diwawancarai beberapa stasiun TV luar negeri (Spanyol, Italia, Jepang) dan diundang TV swasta ke Jakarta sebagai nara sumber untuk berbagi kisah hidup sebagai penambang belerang Kawah Ijen.
Kawah Ijen memang seperti madu yang menggoda lebah untuk hinggap. Belerangnya laksana permata kuning yang bernilai jual. Kecantikannya mampu menyedot wisatawan lokal maupun Internasional untuk menyambangi kawasan ini. Selain itu, sineas film dalam dan luar negeri menjadikan Kawah Ijen sebagai setting pembuatan film baik film pendek, drama maupun dokumenter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H