Di danau purbakala, suatu ketika
Laksana lukisan diatas kanvas
parasmu nan elok, air birumu yang tenang
sesekali ombak kecilmu berkejar-kejaran
awan bak kapas putih berasih menghiasi langitmu
pesonamu begitu mengagumkan
Saat pagi,
matahari mengintip malu dari balik gunungmu
sekawanan awan merendah
duduk dipucuk-pucuk pepohonan dan rerumputan
Saat terbenam
dengan lembayung senja yang meredup
Pada bulan purnama,
kemilau emas memantul dari balik punggungmu
yang berubah menjadi begitu romantisnya
Mataku tak jemu memandangimu
terhampar luas seperti tidak berujung
semilir anginmu membelai rambutku
udara dinginmu menusuk tulangku
Namun sore itu,
semburat merah senja hanya sebentar terlihat
mendung menggelayut dan menumpahkan rintik hujan
seketika wajahnya putih seperti kumpulan awan luas
namun keelokannya tidak akan pernah terganti zaman
(Anna)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H