“ Seto…anak keparat, kurang ajar kamu ya, berani-beraninya kamu makan ayam goreng di lemari itu! Dasar anak genderewo, selalu saja kelaparan. Kamu kan sudah ku kasih makan tadi. Sarap memang kamu ya” aku kesal bukan kepalang, ku tampar saja mulut kecil yang beracun itu. Tadi sore sepulang kerja, teringat goreng ayam yang aku simpan di lemari untuk makan malamku, perutku keroncongan dan semangat membayangkan kelezatan makan malam spesial hari ini. Tapi kenyataannya ‘Jauh panggang dari api’ ayam goreng lenyap tak berbekas masuk di perut si Seto anak tak tahu diri itu. Aku benci bukan kepalang kepada Seto. Bertambah muak lagi ketika semua orang mengatakan wajah Seto mirip sekali denganku, matanya, hidungnya, bahkan warna kulitnya. Seto berumur enam tahun, dia tak bersekolah. Aku tak mau pusing dengan urusan sekolahnya, sekolah jaman sekarang sangat mahal. Aku tak peduli dia bisa membaca atau tidak, sudah ku beri makan saja harusnnya dia bersyukur. Aku mengontrak rumah kos berderet sepuluh kamar; kami sama-sama kenal satu sama lain, jadi aku tak khawatir meninggalkan Seto sendirian di rumah. Suamiku bekerja jadi pelayan di toko sepatu kenalan ibunya, setiap hari dia pulang jam sepuluh malam.
“ Mama…Seto mau mandi tapi Seto gak bisa ambil sabun mandinya, terlalu tinggi” Seto berteriak di kamar mandi; mungkin dia tak berteriak, tapi terdengar olehku seperti halilintar, karena aku lelah dan rumah kami sangat kecil. “ Ah..dasar kamu anak kadal, mau mandi saja bikin susah orang tua” aku menggerutu dan membelalakan mataku kepadanya. “ Kamu harusnya lebih mandiri, kamu kan sudah enam tahun, bukan bayi lagi, awas kamu ya anak hantu…kalau pake baju bikin susah aku lagi. Ku raih sabun seharga seribu rupiah itu dan kusimpan di lantai dekat ember mandinya. Kulihat gayung dan kuciduk air itu, ku guyurkan ke kepala Seto, “ Auw…auw…jangan mama… jangan siram Seto…Seto bisa mandi sendiri” aku menyeringai, aku tahu Seto takut disiram air. Menurutku Seto mengada-ada saja, cari perhatianku saja. Aku kesal dibuatnya “ Eh…kucing buduk, sama air aja kamu takut, mandi tuh harus di siram rambut supaya bersih, belum lagi kamu jorok main seharian sama orang kampung itu, harusnya kamu jualan koran di lampu merah itu, lumayan kan bisa bantu mama, dasar anak tak berguna”.
Hidupku sangat membosankan dan penuh penderitaan, terutama dengan beban membesarkan Seto, anak yang tak pernah kuinginkan. Untuk mencari penghidupan aku bekerja di Supermarket dengan gaji kecil. Bisa makan ayam goreng di salah satu makan malamku adalah suatu kemewahan bagiku, biasanya cukup sayur kangkung, sambal terasi dan kerupuk pake nasi yang tidak pulen. Aku tak sanggup beli beras pulen dan harum. Beras ini ku dapat dari pembagian di RT-ku, katanya beras buat orang miskin. Aku benci makan beras ini, aku benci menjadi orang miskin, terutama aku benci menjadi miskin bersama Seto anak pembawa sial ini.
Aku yakin si Seto ini, anak sial yang membuat hidupku sengsara tak berujung. Umurku baru 22 tahun sekarang, teman-temanku sudah banyak yang jadi sarjana. Seandainya ku tak melahirkan Seto, seandainya aku tak hamil dulu, seandainya aku tak melakukan seks di luar nikah, seandainya aku tak bertemu lelaki tampan kakak kelasku- yang sekarang jadi suamiku, pasti aku menjadi sarjana juga, atau dokter atau pengacara. Aku akan bekerja dan mendapatkan banyak uang, bisa beli rumah bagus, makan makanan yang enak-enak. Akupun cukup pintar waktu sekolah dulu sampai akhirnya aku harus hamil, aku tak bisa sekolah, aku dikeluarkan dari sekolah. Aku di buang keluargaku, aku sangat malu, aku di usir dari kampungku karena membawa sial pada kampungku yang banyak pemuka agamanya. Seto adalah neraka duniaku.
Aku tak pernah menginginkan Seto, sejak pertama kali aku mengetahui bahawa aku hamil hingga detik ini. Aku cinta ayah Seto, dia laki-laki cinta pertamaku, wajahnya tampan, laki-laki favorit di sekolahku. Kemudaan kami membuat kami buta. Keberadaan Seto membuatku bergelimang dalam kubangan masalah. Bagaimana mungkin aku bisa menyayangi Seto? Aku membencimu sampai ke ulu hatiku. Berulang kali ingin ku gugurkan saja, tapi Seto terlalu bandel, dia tetap saja bercokol di tubuhku. Badanku jadi gendut, tiga bulan pertama akau selalu muntah, semua makanan rasanya bau dan membuatku pusing, Seto memang bayi jahat yang menyusahkanku saja.
*********
Sehabis mandi Seto pergi ke kamarnya, diam-diam dia menangis. Seto sedih karena mama-nya selalu membentak, nada bicaranya selalu tinggi. Seto bertanya-tanya mungkin mama benar bahwa dia anak genderewo seperti yang mama bilang. Mama tidak pernah memeluk apalagi menciumku. Mama sering mencubitku, menampar pipiku pake sandal jepit, memukul punggungku dengan sapu lidi, menjitak kepalaku dengan cutil kayu, pokoknya apa saja yang berada di dekatku dan bisa dijangkau mama. Apa salahku mama? apakah karena aku tidak bisa mencari uang sehingga mama marah?
Aku jarang sekali bisa tertawa seperti teman-teman lain, aku selalu merasa takut dan malu kepada orang lain. Aku tidak pernah berulang tahun seperti teman-temanku, aku tak pernah punya mainan baru, aku tidak bisa membaca, karena aku tidak pergi ke sekolah. Mama bilang sekolah mahal, dan aku anak bodoh, percuma sekolah cuma buang-buang uang saja. Mama benar, semua yang mama katakan itu benar. Aku memang bodoh dan tak berguna, maafkan Seto Mama…Seto sayang Mama dan Papa, tapi mungkin Mama dan Papa akan lebih bahagia jika Seto pergi. Seto akan membuat mama bahagia, Seto akan pergi. Lalu di teguknya racun serangga yang di curi Seto di toko depan kos-kosan mereka.
Campaign: STOP CHILD ABUSE/ Hentikan Kekerasan Pada Anak
Review: - (Sumber: Wikipedia.com)
Wanita yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan mempunyai komplikasi yang potensial diantaranya mengalamai depresi sesudah dan selama kehamilan. Kebanyakan Ibu tidak menyususi anaknya, sehingga anak-anak yang dilahirkan akan berkurang standar kesehatannya. Juga akan mengalami kualitas hubungan ibu dan anak yang rendah (Maternal Bond).
Anak-anak yang di kandungnya berada dalam resiko tinggi mengalami ‘Penelantaran (Neglect) dan kekasaran pada anak (Child Abuse) baik secara fisik, emosi dan seksual. Kekasaran emosi di tandai dengan, berteriak, mencela, merendahkan/ memfitnah pribadi anak, permintaan yang berlebihan, tak member perhatian, mempermalukan anak.
Anak yang mengalami kekerasan biasanya akan menyalahkan dirinya sendiri, berperilaku sangat pasif, mengalami gangguan kedekatan hubungan dengan orang lain (disruptive attachment development) dan merasa tak berdaya, dan keinginan bunuh diri.
Salam Rindu Dari Semak Belukar Afrika
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H