Mohon tunggu...
Santhos Wachjoe Prijambodo
Santhos Wachjoe Prijambodo Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNS di Surakarta

Seseorang dengan hobi membaca dan menulis artikel, baik artikel ilmiah maupun artikel non ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Kota Purwokerto

8 Juli 2024   11:38 Diperbarui: 8 Juli 2024   11:44 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

          

            Ngomongin soal sebuah kota, tentu sudah kenal dengan Kota Purwokerto. Siapa yang tidak mengenal Kota Purwokerto? Sebuah (dulu) kota kecil di lereng Gunung Slamet yang juga terkenal sebagai kota produsen Kripik Tempe yang sudah terkenal diantero nusantara. Jangan diragukan lagi keindahan alam yang membentang sepanjang Purwokerto, dari ujung barat ke timur ataupun dari sisi utara yang "dijaga" dengan gagah oleh Gunung Slamet ke sisi selatan yang dihiasi aliran sungai Serayu.

            Bagi para pendaki gunung, kiranya Gunung Slamet pasti sudah menjadi salah satu "jujugan" utama yang harus didaki dan ditaklukan. Gunung setinggi kurang lebih 3.416 meter dari permukaan air laut, menawarkan keindahan flora dan juga fauna yang menawan. 

Para pendaki senior tentu sudah tidak asing lagi dengan keberadaan bunga Edelweis yang indah di sepanjang pendakian, meskipun konon katanya saat ini keberadaannya sudah mulai dilindungi. Di samping itu masih tersimpan juga di hutan Gunung Slamet, berbagai fauna, semisal harimau Jawa yang jumlahnya semakin sedikit, demikian juga dengan keberadaan burung elang Jawa yang semakin sulit ditemukan.

            Di sisi selatan Purwokerto, kita akan menemukan aliran sungai Serayu yang bersumber dari mata air di wilayah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Sungai yang mengalir menuju wilayah selatan Pulau Jawa dan bermuara di Samudera Hindia, menawarkan keindahan aliran sungai.. Ditambah lagi dengan adanya bangunan Bendung Gerak Serayu yang dahulu diresmikan oleh Presiden kedua RI, Bapak H.M. Soeharto, manambah spot wisata yang indah di sepanjang sungai Serayu, di sekitar Bendung Gerak Serayu banyak terdapat Rumah Makan yang juga menawarkan berbagai masakan yang lezat dari hewan yang hidup di sungai Serayu, seperti ikan maupun udang, bahkan apabila beruntung kta bisa menikmati masakan kerang sungai maupun kepiting sungai tau yuyu.

            Dari sisi barat hingga ke timur, kita akan dimanjakan dengan "benteng" pegunungan yang melingkari Purwokerto dari mulai perbatasan Kabupaten Brebes di barat hingga Kabupaten Kebumen di sisi timur. Ditambah lagi dengan keberadaan makanan lokal yang berbagai macam jenisnya yang menambah keinginan untuk menikmati wisata kuliner di Purwokerto tidak pernah padam.

            Akan tetapi, dari hal-hal tersebut di atas, kiranya ada hal yang berubah dan memang harus berubah, meskipun akhirnya bisa menghilangkan ciri khas Purwokerto sebagai Kota Tua yang bisa membuat setiap warganya yang merantau selalu rindu untuk pulang. Termasuk penulis.

  • Purwokerto sebagai Kota Pensiunan

Jujur, penulis dilahirkan di Jakarta di awal tahun 1970an, tetapi sejak umur 1 (satu) bulan, penulis tinggal di Purwokerto bersama kakek nenek penulis, sedangkan orangtua beserta adik-adik tetap tinggal di Jakarta, maklum penulis  sebagai anak pertama. Namun keberadaan kakek dan nenek penulis kiranya bisa mengganti keberadaan orangtua kandung, jadi tidak menjadi masalah yang berarti bagi kehidupan penulis.

Sedari kecil penulis hidup dan tinggal di Purwokerto, kota tersbeut udah terkenal dengan sebutan Kota Pensiunan. Kenapa? Ya karena hampir setengah dari penduduk Purwokerto saat itu diisi oleh para peensiunan, baik pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) maupun pensiunan tentara (TNI). 

Banyak orang-orang tua saat itu yang bercerita bahwa Purwokerto adalah kota yang nyaman untuk pensiun, jauh dari hiruk pikuk kesibukan semacam Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bandung bahkan Jakarta. Para pensiunan tersebut bisa hidup tanpa "grusa-grusu" atau serba tertburu-buru dan hidup santai menikmati hari tuanya. Bahkan sepanjang jalan tempat penulis tinggal, pasti banyak yang mengenal jalan tersebut, yaitu Jalan Mas Cilik (dahulu disebut Gang Mas Cilik), hampir 70% adalah warga pensiunan.

Keadaan mulai berubah di akhir tahun 1980an atau di awal 1990an saat penulis mulai kuliah di Unsoed. Semakin banyak pendatang dan semakin banyak warga pensiunan yang meninggal, akhirnya Purwokerto berubah bukan lagi sebagai Kota Pensiunan dan menjadi kota yang dihuni oleh anak muda dengan semakin banyaknya mahasiswa/mahasiswi dari luar Purwokerto yang berkuliah di kampus-kampus yang ada di Purwkerto. Semakin berkembang kotanya, semakin sibuk kegiatan sehari-hari menyebabkan kehidupan seakan-akan serba "grusa-grusu" tanpa bisa menikmati hidup lagi.

  • Purowketo Dipenuhi Bangunan Tua Yang Eksotis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun