Sebuah istilah dalam bahasa Jawa yang arti harfiahnya adalah anak berulah orang tua yang repot, mungkin bisa menjadi gambaran apa yang terjadi pada saat ini yaitu dengan terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh MD yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian. Sebuah istilah yang menggambarkan keadaan bahwa perilaku seorang anak tidak akan terlepas dari perilaku orangtuanya dan perilaku orangtua sangat berpengaruh terhadap perilaku anak.
Dalam budaya Jawa, sudah tertanam dalam diri orang Jawa bahwa orangtua dan anak merupakan dua sisi mata uang yang tidak akan terpisahkan. Apa yang terjadi pada orangtua akan berpengaruh pada anak, begitu juga sebaliknya, apa yang terjadi pada anak juga akan berpengaruh pada orangtua.
Perilaku anak akan sangat dipengaruhi oleh apa yang diajarkan oleh orangtuanya, tidak hanya yang diajarkan dalam berperilaku tetapi juga apa yang diucapkan oleh orangtuanya. Beberapa pengeculian bisa terjadi, ketika seorang pencuri bisa mempunyai anak yang alim, sholeh serta taat beragama atau sebaliknya ada orang yang berjuluk ulama atau pimpinan keagamaan namun memiliki anak pencuri atau anak yang mempunyai perilaku yang buruk.
Namun, pada umumnya, seorang anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orangtuanya, akan meniru apa yang diucapkan oleh orangtuanya.
Oleh karena itu, sesepuh-sesepuh kita selalu mengajarkan supaya kita sebagai orangtua selalu berbicara hal-hal yang baik, tidak boleh berbicara hal-hal yang buruk seperti memaki atau berkata kotor atau berperilaku yang baik, mengajarkan anaknya beribadah dan sejenisnya.
Saat ini juga banyak anak yang terlibat peredaran ilegal narkotika, baik sebagai pemakai maupun sebagai perantara jual beli ilegal narkotika. Kasus terbaru adalah terungkapnya anak seorang artis wanita sebagai penyuplai narkotika jenis sabu dan masih banyak lagi kasus anak yang terlibat tindak pidana lainnya.
Sebagaimana kita telah ketahui bersama bahwa banyak kejadian "klitih" yang terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Apa itu "klitih"?
Mengutip Fenomena Klitih Sebagai Bentuk Kenakalan Remaja Dalam Perspektif Budaya Hukum di Kota Yogyakarta tulisan Pamungkas (2018), dalam Bahasa Jawa, "klitih" merupakan istilah yang merujuk pada kegiatan seseorang keluar rumah di malam hari tanpa tujuan yang jelas atau cari angin..
Lebih lanjut, disebutkan bahwa istilah "klitih" diadopsi oleh para remaja atau pelajar untuk menyebut kegiatan naik motor berrombongan yang sering berujung pada tawuran antargeng motor.
Dalam konteks kenakalan remaja, "klitih" adalah istilah untuk menggambarkan tindak kekerasan jalanan yang dilakukan kalangan pemuda atau pelajar sehingga singkatnya, istilah "klitih" muncul untuk mengganti kata tawuran..
Pertanyaannya adalah, kenapa perilaku negatif tersebut bisa terjadi? Dalam pandangan kami banyak hal yang bisa menjadi penyebabnya, diantaranya:
Kurang pengawasan orangtua
Kurangnya pengawasan dari orang tua, yaitu orangtua terlalu percaya akan kegiatan anak-anaknya sehingga tidak melakukan pengawasan terhadap segala perilaku anak-anaknya, dan ketika terjadi penangkapan terhadap anaknya, orangtua tersebut baru mengetahuinya, bahkan sering kali justru menyalahkan aparat penegak hukum karena menangkap anaknya tanpa melakukan introspeksi diri kenapa anaknya ditangkap oleh pihak yang berwajib.
Meniru perilaku orangtua
Karena anak meniru perilaku orangtuanya, karena bagaimanapun orangtua adalah guru bagi anak-anaknya, apa yang dilakukan oleh orangtua adalah contoh bagi perilaku anak-anaknya, meskipun hal ini masih bisa diperdebatkan, namun yang sering terjadi adalah demikian. Orangtua yang berperilaku kasar baik ucapan maupun tindakannya pasti akan ditiru oleh anak-anaknya.
Perlu juga orangtua membedakan antara ucapan yang keras dengan ucapan yang kasar. Ucapan yang keras hanya sifatnya berbicara secara lantang sedangkan ucapan yang kasar sering kali diikuti dengan ucapan yang bersifat menghina, mencela atau merendahkan bahkan dengan ucapan yang mengeluarkan nama-nama binatang.
Meniru sekitar
Meniru perilaku yang didapat dalam pergaulan sehari-hari termasuk di sini adalah meniru apa yang dilihat, dibaca dan didengar dari media baik media elektronik, seperti televisi, radio, maupun dari media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dan bahkan dari media sosial yang sedang populer saat ini, seperti X (dulu Twitter), Facebook, TikTok maupun media sejenisnya, serta pengaruh lainnya yang sifatnya negatif yang didapat tanpa disaring terlebih dahulu.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya kepedulian orangtua terhadap tumbuh kembang anak-anaknya.
Orangtua harus mengenal siapa saja yang menjadi teman dari anak-anaknya, bagaimana pergaulan anak di luar lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah tanpa harus memberikan pembatasan yang ketat sehingga anak tidak bisa berkreasi ataupun bersosialisasi dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H