Bagi masyarakat Jakarta tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah Car Free Day (CFD) atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Sejatinya CFD rutin dilaksanakan pada hari Minggu di setiap bulan dan mencakup area Jl. MH Thamrin (Patung Arjuna Wiwaha) hingga Jl. Sudirman (Patung Pemuda Membangun). Tujuan dari CFD tidak lain dan tidak bukan ialah sebagai upaya guna mengurangi kemacetan dan menurunkan tingkat polusi udara.
Dalam kurun waktu pukul 06.00 - 10.00 WIB, setiap jenis kendaraan bermotor dilarang melintas di area tersebut berikut beberapa aturan lain seperti berjualan di zona merah, membawa hewan peliharaan, melakukan kegiatan politik atau berbau SARA, dan lain sebagainya. Oleh karenanya momentum ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik Jakarta maupun sekitar datang untuk sekadar refreshing maupun berolahraga.
Sebagai warga Jakarta, Penulis terbilang rutin mengikuti kegiatan CFD untuk berolahraga. Kehadiran Penulis disana pun tidak berlangsung lama dikarenakan semakin siang kondisi CFD kian sesak dengan semakin banyaknya orang berdatangan.Â
Hal tersebut kerap mengganggu Penulis disebabkan oleh banyaknya pengunjung CFD yang acuh dengan kenyamanan orang lain maupun keselamatannya sendiri saat berolahraga. Situasi kian parah dimana petugas yang berjaga disana tidak dapat berbuat banyak untuk mengatur CFD agar rapih maupun menegur pengunjung CFD yang tidak disiplin.
Namun apa yang terjadi diatas masih belum seberapa parah apabila CFD dibarengi dengan kegiatan event macam Fun Walk, Fun Run, Fun Ride, senam pagi, dan lain sebagainya yang diadakan secara berbarengan dengan jumlah peserta sangat banyak. Hampir dipastikan area CFD dipenuhi lautan manusia dan segala kegiatan terganggu, tidak nyaman, bahkan tidak aman.
Hal ini yang menjadi perhatian Penulis dan kerap bertanya-tanya akan apa sebetulnya esensi dari CFD?
Kiranya tidak ada permasalahan bilamana CFD dimanfaatkan untuk masyarakat maupun diisi dengan macam kegiatan atau event didalamnya dengan catatan semua mengikuti peraturan, jumlah peserta dalam event dibatasi, dan petugas optimal berjaga.
Akan tetapi apa yang berlangsung dan sering terjadi ialah justru sebaliknya, sedangkan luas area CFD yang tersedia tidak lagi mampu mengakomodir jumlah masyarakat yang datang maupun event-event yang diadakan disana.
Lantas yang jadi pertanyaan ialah mengapa Pemprov DKI tidak berupaya mengalihkan atau menambah area CFD di lokasi lain agar masyarakat dan event-event yang dilaksanakan tidak tersentral hanya di Sudirman-Thamrin?
Apabila area CFD jumlahnya ditambah atau diperluas terlepas dari kondisi Jakarta yang seolah tidak ada matinya dari aktivitas masyarakat bukankah seirama dengan tujuan dari CFD yaitu mengurangi kemacetan dan mengurangi polusi udara?