Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menerapkan sistem jalan berbayar elektronik alias electronic road pricing (ERP).
Adapun penerapan sistem ERP tercantum dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE).
Dalam Raperda PPLE itu dinyatakan semua jenis kendaraan bermotor atau kendaraan listrik bisa melalui kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik.- Kompas.com
Ya prihal ERP ini kiranya bukanlah barang baru, proyek ini digagas di era Jokowi saat ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selang 8 tahun dan bergonta-ganti kepemimpinan, realisasi proyek yang "katanya" dapat mengurangi kemacetan di Jakarta dan mendorong agar masyarakat agar beralih ke angkutan umum tidak terwujud. Lantas pertanyaannya mengapa?
Berbicara mengenai ERP tentu berkaitan erat dengan hiruk pikuk Jakarta sebagai Ibukota dan serta perekonomian yang tidak lepas dari mobilitas warga baik dari dalam maupun luar Jakarta.Â
Berdasarkan data Korlantas Polri, jumlah kendaraan bermotor di wilayah Jakarta berikut kota penyangga seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang mencapai 22.091.244 unit. Jadi Anda bisa bayangkan betapa sumpeknya Jakarta terutama disaat jam-jam sibuk.
Proyek ERP ini pun bisa dikatakan mandek bukan saja karena masalah pelik yang terjadi di Ibukota, tetapi juga didasari oleh kurangnya komitmen dari Pemerintah mengenai pembatasan kendaraan bermotor.
Kita bisa lihat dengan mata kepala sendiri, masyarakat dengan mudahnya memiliki kendaraan pribadi. Tidak hanya satu dua, tetapi lebih dari itu. Alhasil karena kemudahan itu masyarakat seperti bergantung kepada kendaraan pribadi sebagai sarana mobilitasnya.Â
Terlepas dari implementasi pajak progresif kendaraan hingga harga BBM yang mencekik, toh masyarakat seakan tidak peduli dikarenakan kendaraan pribadi ialah moda transportasi utamanya dan bahkan sebagian dari mereka menjadikan kendaraan pribadi sebagai sarana untuk mencari "makan" (rezekinya).
Masalah yang dihadapi ERP tak ayal juga disebabkan oleh kurangnya komitmen Pemda setempat yang seolah kebingungan terhadap rencana besar Jakarta akan seperti apa kedepannya.Â