Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengulas KDRT dalam Ragam Pandang

15 Oktober 2022   07:23 Diperbarui: 15 Oktober 2022   07:28 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi KDRT (Kompas)

Namun dibalik kehebohan kasus KDRT ini, Penulis melihat bahwa ada yang luput dari perhatian banyak kalangan dimana pelaku KDRT sebetulnya tidak memandang gender apakah ia pria maupun wanita.

Dalam kasus KDRT memang kaum pria lebih dominan atau memiliki persentase lebih tinggi sebagai pelaku ditenggarai faktor fisik serta peran dalam rumah tangga. Akan tetapi kaum wanita bukan berarti nihil atau tidak memungkinkan sebagai pelaku KDRT sebagaimana UU PKDRT mengungkapkan bahwa bentuk kekerasan meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.

Dikutip pada laman Sosiologi.info. Istilah kekerasan (Violence) berasal dari bahasa latin, artinya kekuasaan atau berkuasa. Secara terminologi, kekerasan (violent) didefinisikan sebagai perilaku pihak yang terlibat konflik. Dimana bisa melukai lawan konflik untuk memenangkan konflik.

Dalam kasus KDRT umum ditenggarai oleh faktor individu yang berusaha untuk mengendalikan pasangannya dengan cara-cara diatas.

Dalam suatu kesempatan Penulis pernah membaca bahwa kondisi pengantin baru atau rentang waktu 1 s.d 5 tahun masa pernikahan disebut sebagai masa paling kritis. Kebanyakan orang mungkin melihatnya berbeda dan menganggap masa awal pernikahan ialah masa pasangan dalam kondisi sedang romantis-romantisnya. 

Akan tetapi Penulis katakan bahwa perspektif itu salah besar karena sejatinya masa awal pernikahan ialah masa dimana individu mengetahui betul sifat asli pasangannya, beradaptasi dengan kehidupan (baru) berumahtangga, dan rawan konflik. Tak ayal dalam momentum itu banyak pasangan yang gagal melewatinya dan memilih untuk bercerai.

Mengacu kasus KDRT pada faktor individu tentu kita tidak bisa melihatnya dalam satu sudut pandang, baik suami maupun istri perlu interopeksi dan evaluasi secara mendalam ibarat pepatah tidak ada asap bila tidak ada api. Cara kekerasan jelas tidak dibenarkan, namun membiarkan konflik berlanjut tanpa solusi pun tidak bisa dibiarkan.

Ini mungkin kiranya perlu diperhatikan oleh muda mudi yang berkeinginan untuk lanjut ke jenjang pernikahan dan memulai rumah tangga. Nasihat orangtua dulu berkata, ribut-ribut dalam rumah tangga ibarat bumbu penyedap. Tetapi ingat pula kebanyakan bumbu dapat mengakibatkan makanan jadi tidak enak. Seenak-enaknya makanan di restoran maka jauh lebih enak makanan yang dihidangkan di rumah. Seenak-enaknya makanan di rumah, jangan sampai tercium orang diluar. Segala hal dalam rumah tangga itu ialah aib dan aib tidak baik diumbar keluar.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun