Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komplain Produk Kok Kena Somasi?

27 September 2022   07:35 Diperbarui: 27 September 2022   07:48 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Es Teh Manis (Tribunnews)

Kiranya Penulis tidak akan panjang lebar dan mungkin dari sekian pembaca juga sudah tahu apa permasalahannya. Bahwasanya ada peristiwa dimana seorang konsumen produk "minuman" lokal yang mengutarakan unek-uneknya di media sosial terhadap produk tersebut.

Alih-alih mendapatkan masukan, justru produk "minuman" lokal melayangkan somasi kepada konsumen itu disebabkan isi konten yang konsumen utarakan dinilai dapat memberikan persepsi buruk kepada produk dan disampaikan dengan kurang pantas (tidak sopan).

Merujuk pada datangnya somasi kepadanya,  konsumen pun akhirnya menyampaikan permohonan maafnya kepada produk minuman lokal itu melalui akun medsosnya. Namun banyak netizen yang membela konsumen dan menyayangkan langkah somasi yang diambil oleh pihak produk.

Oke sekarang Penulis to the poin saja, apa sih yang jadi masalah utamanya?

Penulis yakin dari sekian pembaca tentu pernah mengutarakan pendapat, komplain, maupun kekecewaan kepada suatu produk bukan?


"Konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan dan konsumen berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif"


Kalau Penulis pribadi sih terbilang sering, mengapa? Satu poin pokok yang Penulis pegang teguh ialah bahwa hak selaku konsumen yaitu mendapatkan pelayanan terbaik. Ketika suatu produk (barang/jasa) tidak memberikan kualitas terbaiknya maka sebagai konsumen berhak menyuarakan pendapat. Tujuannya (menyuarakan pendapat) ialah agar pihak produk menindaklanjutinya maupun mengevaluasi guna meningkatkan kualitas layanannya.

Dalam konteks konsumen menyuarakan pendapat terhadap produk sebetulnya sih bebas-bebas saja, apakah produk itu baik atau buruk. Tetapi dari kebanyakan kasus, konsumen jauh lebih merespon bilamana mereka merasakan kekecewaan terhadap produk yang gunakan atau konsumsi.

Penulis beri contoh sederhana saja, sebagai Kompasianer pasti akan komplain bilamana Kompasiana sedang dalam kondisi tidak bisa diakses secara normal. Tetapi apakah ada dari Kompasianer yang menyanjung disaat Kompasiana berfungsi normal tanpa masalah?

Lanjut kepada materi. Jika ditelusuri permasalahan antara konsumen dan produk minuman lokal ini ialah prihal bagaimana cara penyampaian (menyuarakan pendapat) konsumen terhadap produk minuman lokal itu yang berujung pihak produk melayangkan somasi.

Disini Penulis menilai poin "memberikan persepsi buruk kepada produk dan disampaikan dengan kurang pantas (tidak sopan)" boleh jadi landasan pembenaran pihak produk untuk melayangkan somasi kepada konsumen, akan tetapi menurut Penulis langkah somasi tersebut berlebihan.

Loh kenapa berlebihan? Penulis beritahu bahwa satu dari sekian hak selaku konsumen ialah hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan serta informasi.

Penulis menilai tidak seharusnya pihak produk bersikap keras (melayangkan somasi) kepada konsumen karena mereka dapat melakukan hal yang paling sederhana yaitu dengan menerima apapun bentuk masukan dari konsumen dan mengevaluasi produk yang dimaksud.

Penulis tahu, betul bahwa "rasa" itu hal yang subjektif (tiap orang punya taste masing-masing), tetapi disini Penulis bertanya apakah ketika saat orang memesan "teh manis" di sebuah warung makan bakal tahu berapa banyak takaran gula yang disisipkan kedalam gelas?

Maka pertanyaannya, apakah pihak produk minuman lokal juga telah mencantumkan berapa banyak takaran gula kedalam produknya?

Menyangkut menyuarakan pendapat disampaikan dengan kurang pantas (tidak sopan) pun ya kembali lagi disini Penulis tidak berusaha membenarkan dan sebagai bahan evaluasi diri bahwasanya agar siapapun menyuarakan pendapat dengan elok dan bijak di media sosial. Acapkali emosi membuat pribadi lupa diri bahwa di media sosial tetap ada norma-norma yang perlu dijunjung tinggi.

Pihak produsen pun harus lebih berlapang diri menerima segala bentuk masukan itu. Toh bukan berarti kritik yang diberikan konsumen itu buruk, siapa tahu jadi bahan evaluasi produk kalian untuk berinovasi kedepan? Semisalkan es tes less sugar, siapa tahu.

Pada intinya dari materi diatas apa? Bahwa baik produsen dan konsumen keduanya saling terikat. Produsen memberikan produk terbaik kepada konsumen dan konsumen menggunakan produk tersebut agar proses produksi tetap berjalan. Dan diantara keduanya ada yang namanya "komunikasi yang baik", jangan malah disomasi.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun