"Tidak ada asap jika tidak ada api", mungkin pepatah ini tepat disematkan kepada Irjen Ferdy Sambo yang saat ini menjadi tersangka karena kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Akibat perbuatannya kini baik media dan publik mulai menyorot harta kekayaannya manakala dari tangkapan kamera memperlihatkan kehidupannya yang glamor, seperti kepemilikan rumah megah, mobil mewah, dan tas bermerk.
Kemewahan yang dimiliki Irjen FS membuat publik penasaran darimana harta tersebut berasal mengingat dari informasi yang media jabarkan gaji dan tunjangan seorang Jenderal bintang dua di Kepolisian tidak cukup untuk mengakomodir kesemua itu.
Kecurigaan publik kemudian berkembang kala Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik mantan Kadiv Propam itu belum nampak di laman e-LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun dari keterangan Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ipi Maryati mengatakan bahwa pihaknya telah menerima LHKPN Irjen FS untuk tahun pelaporan 2021. Akan tetapi karena ada kelengkapan dokumen yang masih harus dilengkapi alhasil laporan tersebut belum dapat dipublikasikan di situs e-LHKPN.
Menanggapi ihwal harta Irjen FS menurut Penulis cukup menarik, ke"kepo"an (Knowing Every Particular Object) publik terhadap asal usul hartanya walau menurut Penulis sifatnya hanya sesaat bisa jadi membuat tujuh keliling kaum pejabat negeri ini untuk menjelaskan darimana asal harta kekayaan mereka.
Imbauan agar baik anggota Kepolisian dan keluarganya untuk tidak mengupload dan atau memamerkan harta kekayaan ke publik karena dapat mendiskreditkan dan mengurangi kepercayaan publik kepada institusi Polri bisa menjadi saran yang baik. Akan tetapi apakah imbauan itu ampuh untuk melawan ilmu ekonomi?
Lebih lanjut ihwal harta Irjen FS maka Penulis menyarankan ada baiknya publik untuk tidak suudzon terlebih dahulu. Dari analisa Penulis yang tinggal di wilayah kalangan mapan dan berada menjabarkan bahwa "semakin besar pendapatan seseorang maka semakin tinggi pengeluarannya".
Sebagai gambaran singkat, tak jarang para tetangga Penulis yang memiliki rumah megah, mobil mewah, serta beragam harta yang tidak luput dari indera penglihatan. Ada yang memang memamerkan kekayaannya, tetapi ada pula juga yang low profile. Toh itu kehendak mereka masing-masing.
Dari hitung-hitungan kasar saja kita bisa memprediksi betapa besaran pengeluaran mereka baik perbulan maupun pertahunnya. Sebut saja dari biaya hidup, tagihan listrik, tagihan air, biaya alat komunikasi, pajak bangunan, pajak kendaraan, belum lagi gaji PRT dan supir, serta lainnya. Lantas pertanyaan besarnya ialah bagaimana mereka bisa memenuhi kesemua itu? Benar bukan.
Dalam cakupan pertanyaan diatas maka secara logika tentu di awal orang akan menyusuri siapa sosok pemilik harta tersebut dan apa pangkat jabatan dan kedudukannya. Semisal, oh si A Direktur BUMN, oh si B Kepala Cabang Bank Swasta, oh si C Wirausahawan, dan sebagainya. Tetapi apakah itu dapat menjawab asal muasal harta kepemilikan seseorang? Tidak.