Namun sedikit yang jadi rasa penasaran Penulis ialah berapa lama ke-74 pesawat tempur ini akan menghiasi langit Indonesia mengingat waktu produksi pembuatannya memakan waktu cukup lama. Kemudian melihat perkembangan situasi global dengan panas dinginnya hubungan antara Timur dan Barat, apakah langkah membeli ke-74 sudah tepat? Penulis berharap Indonesia masih teguh dengan sikap politik bebas aktifnya dan semoga bukan juga karena kabar burung prihal Mr. M mafia alutsista.
Berkaca dari kejadian sebelum-sebelumnya, Penulis melihat pembelian 42 pesawat tempur Dassault Rafale merupakan buntut panjang dari gagalnya kesepakatan pertahanan strategis antara Perancis dan Australia pada bulan September 2021 lalu.
Kala itu Perancis tidak terima dengan sikap Australia yang memilih kapal selam bertenaga nuklir yang akan dibangun dengan teknologi AS dan Inggris daripada program kapal selam Perancis yang disinyalir bernilai multi-miliar dollar seperti apa yang disepakati kedua belah pihak sebelumnya.
Kondisi diatas alih-alih menjadikan Perancis mencari mitra strategis yang potensial dan Indonesia bisa jadi rujukan imbas sikap Australia yang bergabung dalam AUKUS pakta pertahanan trilateral bersama Inggris dan Amerika guna menetralisir ancaman Cina di kawasan Asia maupun Pasifik.
Kita semua berharap semoga tidak terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan kedepannya serta hubungan antar negara berlangsung aman dan damai. Semoga pesawat tempur ini nantinya hanya terbang di momentum tertentu saja.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI