Sedangkan di Ghostbusters Afterlife ini, mereka kembali mencoba resep baru yaitu regenerasi. Memang membuat Ghostbusters Afterlife menghibur dan menyenangkan untuk disaksikan, apalagi dengan hadirnya Paul Rudd yang jenaka. Akan tetapi justru hal itu semua seolah memperlihatkan Ghostbusters tetap tidak bisa lepas dari pakemnya.
Dari apa yang Penulis perhatikan dari Ghostbusters Afterlife yaitu bagi penonton yang menyaksikan maka kita dibuat untuk bernostalgia dengan original Ghostbusters pada masa jayanya dahulu di tahun 1984 dan 1989.
Dalam cakupan jeda 32 tahun dimana zaman sudah 180 derajat berubah, tetapi unsur otentik dari Ghostbusters tetap dipertahankan hingga Ghostbusters Afterlife, semisal peralatan pembasmi hantu hingga mobil klasik Cadillac yang menjadi ciri khasnya.
Pakem yang dipertahankan untuk sebagian kalangan mungkin akan dinilai bagus guna menjaga sisi orisinalitas film lamanya, tetapi mungkin terbilang terlampau berlebihan jika menyaksikan adegan aksi dari film Ghostbusters Afterlife dilakukan oleh para remaja dan bocah.
Pada hakikatnya film Ghostbusters Afterlife tidak ditujukan sebagai sebuah film yang serius. Sebagaimana konsep regenerasi yang dibawakannya, maksud tujuan dari Ghostbusters Afterlife bukan sekadar untuk bernostalgia dan tujuan audensi yang lebih besar (semua kalangan umur) melainkan pula untuk memperkenalkan generasi baru kepada tokoh idola dari Ghostbusters seperti Dr. Peter Venkman (Bill Murray), Ray Stantz (Dan Aykroyd), Winston Zeddemore (Earnest Lee Hudson), dan untuk mengenang serta menghormati mendiang Harold Ramis yang memerankan tokoh Egon Spengler.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H