Sebagaimana Anda ketahui bersama jatuhnya Afghanistan dalam genggaman Taliban saat ini jadi perhatian dunia internasional. Fokus utama yang kini sedang dipersoalkan ialah lambatnya proses evakuasi warga Afghanistan keluar negaranya yang dikhawatirkan akan berubah menjadi krisis kemanusiaan selanjutnya.
Prihal lambatnya proses evakuasi ini pun kita kiranya tahu bahwasanya lepas dari faktor keterbukaan negara-negara khususnya Uni Eropa yang bersedia untuk menampung warga Afghanistan yang mencari suaka dan warga Afghanistan yang tercatat pernah bekerja untuk negara asing sebelum Taliban menguasai Afghanistan.Â
Bagaimanapun proses evakuasi ini tetap dilakukan dengan kehatian-hatian karena jangan sampai proses evakuasi ini menjadi bumerang yang memungkinkan timbulnya resiko keamanan kepada negara tujuan pencari suaka.
Sontak gambaran akan ramainya warga Afghanistan yang ingin mengungsi ini membuahkan pertanyaan, apa yang sebenarnya terjadi?Â
Apakah cukup ketakutan terhadap Taliban jadi alasan utama mereka mengungsi dikala ada rentang kurang lebih 17 bulan (29 Februari 2020 s.d Agustus 2021) pasca kesepakatan damai Doha, Qatar antara AS dengan Taliban untuk menarik seluruh pasukannya, mengapa AS dan sekutu tidak lebih dahulu mempersiapkan atau mengantisipasi masalah pengungsi ini?
Mari kira ambil contoh secara logika. Si A mencapai kesepakatan menjual rumah dengan si B. Kemudian si A dan B sepakat untuk memberikan waktu tenggak kepada si A untuk bebenah selama 3 bulan, maka si A pun menyanggupi persyaratan itu sebelum pindah.
Apabila dikaitkan dengan apa yang terjadi di Afghanistan, jelas isi perjanjian kedua belah pihak antara AS dan Taliban ini dipertanyakan yaitu mengapa AS seperti menunggu sampai tenggak waktu yang disepakati habis?Â
Boleh jadi isi kesepakatan menjelaskan proses evakuasi ini merupakan sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat karena bilamana Taliban memprovokasi maupun bertindak menyerang maka perjanjian damai itu batal. Akan tetapi jika dalam kaitannya perjanjian damai itu ibarat jam yang menghitung mundur, mengapa warga Afghanistan tidak lebih dahulu bertindak atau berupaya mengungsi sebelum AS dan sekutu pergi?
Apakah ini ada kaitannya dengan pemerintah Afghanistan yang memang dinilai gagal?
Bilamana kita cermati memang seperti ada miskalkulasi yang AS lakukan ketika proses penarikan pasukan dan aset mereka dari Afghanistan. Tetapi menurut Penulis hal tersebut masih ada kaitannya dengan karut marutnya pemerintahan Afghanistan dipimpin oleh Ashraf Ghani.
Dengan kata lain, peristiwa ini mungkin juga menjadi sesuatu yang telah diskenariokan untuk menunjukkan kepada warga Afghanistan bahwa mereka dipimpin oleh sosok yang lemah.
Mengapa? Karena disaat penarikan pasukan AS berlangsung dan Taliban menguasai satu persatu wilayah Afghanistan justru Ashraf Ghani selaku Presiden memilih melarikan diri kabur dari Afghanistan. Sesuatu yang mungkin mengejutkan, tetapi bisa pula sesuatu yang sudah diprediksi diantara sebab tidak adanya dukungan negara penyokong.
Situasi ini sudah pasti memberikan persepsi buruk tak hanya warga Afghanistan melainkan pula warga dunia kepada Ashraf Ghani dan tidak mustahil bilamana warga Afghanistan menghendaki hadirnya pemimpin baru. Otomatis pasca kejadian itu maka pemerintahan Ashraf Ghani dianggap selesai dan AS saat ini menyerahkan seluruhnya kepada Taliban untuk membentuk pemerintahan baru.
Penarikan pasukan AS mungkin akan terlihat sebagai sesuatu yang konyol dan beresiko, tetapi mungkin juga itu sebuah win-win solution.
Hal yang pertama yaitu no casualties atau tidak ada jatuhnya korban bagi AS maupun Taliban. Kedua, pemerintahan sah (Ashraf Ghani) Afghanistan jatuh. Ketiga, posisi Taliban saat ini ialah sebagai aliansi yang dipercaya baik untuk mementukan masa depan Afghanistan maupun patok negara Barat di wilayah Timur Tengah.
Kenapa Penulis bisa katakan demikian? Karena jika diamati secara seksama dengan Afghanistan jatuh ke genggaman Taliban situasi kondisi di Timur Tengah tidak mengalami eskalasi berarti, semua nampak tenang dan bahkan bersuka cita.Â
Entah apa yang terjadi, bisa jadi ini semua hanyalah penerapan terhadap strategi baru dalam membentuk sebuah negara. Apalagi Afghanistan merupakan negara kaya minyak dimana sudah pasti semua negara membutuhkannya. Oleh karena itu, kita nantikan saja bagaimana kelanjutannya.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H