Dikutip dari Kompas.com. Pemerintah melaporkan penambahan 8.189 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan kasus baru itu tersebar di 32 provinsi.
Hingga Senin (14/6/2021), total pasien Covid-19 di Tanah Air berjumlah 1.919.547 orang.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, penambahan tertinggi ada DKI Jakarta sebanyak 2.722 kasus, disusul Jawa Barat dengan 1.532 kasus, dan Jawa Tengah dengan 1.400 kasus.
Sekilas dari informasi diatas bisa dikatakan pandemi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan titik terang kapan akan selesai. Justru cenderung menunjukkan peningkatan dikarenakan suatu sebab, seperti momentum mudik pasca Lebaran. Ketidakdisiplinan masyarakat dimana abai pada protokol kesehatan (prokes) turut andil menjadi penyebab pandemi Covid-19 di Indonesia kian panjang.
Berkaca dari itu, Penulis kali ini ingin berbagi sedikit pengalaman akan mengapa pentingnya kita semua untuk mematuhi prokes sebagai upaya agar tidak tertular Covid-19.
"Sakit dan sehat itu datangnya dari Allah"
Mungkin dari Anda-anda pembaca ada yang sekadar tahu akan kabar bahwa begitu tidak enaknya menjadi pasien Covid-19 maupun duka ketika tahu keluarga, saudara, kerabat, serta orang tercinta terkena Covid-19.
Penulis sekadar memberitahu, apapun bagaimanapun kisahnya maka percayalah bahwa segala hal berkaitan Covid-19 takkan pernah ada enaknya baik itu sebagai pasien ataupun keluarganya. Dampak Covid-19 bukan hanya memberikan derita kepada pasiennya, tetapi berdampak kepada psikologis keluarga pasien.
Suatu ketika Penulis mendapati kabar bahwa kakak terpapar Covid-19 dan musti dirawat di Rumah Sakit. Jujur saja mendapati kabar tersebut kami sekeluarga diliputi kesedihan namun perasaan itupun bercampur dengan kekhawatiran berlebih atau paranoid.
Hal pertama Covid-19 secara tidak langsung menimbulkan khawatir ialah apakah dari anggota keluarga ada tertular dikarenakan pernah berinteraksi dengan kakak saat silaturahmi Idul Fitri. Kemudian sebagai mahluk sosial, (seminggu pasca Lebaran) pribadi mulai diliputi rasa khawatir sudah tertular dan tanpa sadar turut serta menularkan Covid-19 kepada orang lain.
Disitu Anda mulai diliputi oleh kepanikan dan ketakutan, apa yang musti Anda lakukan. Di satu sisi Anda tahu bahwa pasien dalam hal ini kakak Penulis tidak bisa ditemani layaknya pasien dirawat pada umumnya, di sisi lain Anda juga diliputi ketakutan jika saja tertular lantas apa yang musti dilakukan.Â
Secara pribadi, Penulis pun bertanya kepada rekan-rekan Kompasiana dan komunitas untuk mencari tahu apakah ada dari mereka yang mengalami serupa maupun penyitas dari Covid-19. Alhamdulillah dari info-info yang Penulis dapatkan sangat bermanfaat dan cukup membuat kecemasan yang Penulis rasakan berkurang.
Dalam situasi kondisi diatas, Penulis katakan bahwa menghadapi hal tersebut tidaklah gampang. Jika Anda-anda berkata bahwa informasi mengatakan apabila diketahui Anda, keluarga terpapar atau pernah berinteraksi dengan individu terjangkit Covid-19 maka wajib melakukan SWAB Test, Test PCR, atau isolasi mandiri sebagai tindakan antisipasi, maka Anda tahu bahwa hal tersebut adalah tindakan yang benar dan perlu dilakukan.
Setelah melakukan isolasi mandiri selama seminggu atau dua minggu pasca interaksi dengan kakak saat Idul Fitri, kami sekeluarga dalam kondisi sehat dan tidak menunjukkan gejala Covid-19. Perasaan kami sedikit lega. Orang-orang yang berinteraksi dengan kami pun dalam kondisi sehat, dengan kata lain kami sekeluarga tidak tertular maupun menularkan Covid-19. Namun masih tetap diliputi kekhawatiran karena kakak sedang dirawat di RS dan membutuhkan penanganan medis serius karena Covid yang ia alami.
Momen tersebut mungkin menjadi titik terendah karena kami keluarga dikarenakan kami tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa memohon kepada Allah agar kakak segera diberikan kesehatan, kesembuhan, dan panjang umur, sekaligus menanti kabar perkembangan kakak dari pihak RS yang dikirim via Whatsapp setiap harinya.Â
Ketidaktahuan kami prihal dunia medis cukup membuat Anda stress dan lelah, apa yang bisa kami lakukan hanya berserah diri kepada Ilahi akan hadirnya mukjizat. Disaat itu kami sadar bahwa kami harus membangun optimisme bahwa kakak akan sembuh dan kembali sehat, karena kami tahu bahwa berpikir negatif tidak akan memberi manfaat apa-apa dan tidak akan juga mengubah keadaan.
Singkat cerita, kakak telah dinyatakan sembuh dari Covid-19 setelah ia dirawat selama 3 minggu lamanya di RS. Tetapi berita baik itupun belum seratus persen membuat hati kami lega, karena Covid-19 yang dialami kakak merusak organ paru-parunya cukup parah (kemampuan bernafas baru 40 persen) dan perlu rawat jalan selama masa pemulihan.
Dalam kaitan kisah diatas mengapa Penulis ingin berbagi pengalaman ini ialah agar siapapun di luar sana dapat mawas diri dan menjaga kebersihan selalu bahwa Covid-19 sesuatu yang real atau elas-jelas ada.
Terlepas dari isu apakah Covid-19 ini merupakan buatan manusia, nyatanya ketika Anda tahu Anda, keluarga, saudara, kerabat tertular virus tersebut maka kesemua itu tidak punya arti apa-apa sama sekali. Mengetahui bahwa ada anggota keluarga Anda yang sedang menghadapi situasi genting antara hidup dan mati itu jauh lebih horror ketimbang film di layar lebar.
Penulis mengimbau jangan pernah Anda meremehkan Covid-19. Sekalipun Anda telah divaksin, tetap patuhi protokol kesehatan dan jaga kesehatan Anda berikut orang-orang tercinta. Kesehatan adalah salah satu nikmat yang Allah berikan kepada manusia dan selayaknya manusia wajib jaga sebaik-baik mungkin. Jangan sampai nikmat tersebut terenggut hanya dari kelalaian dari kebodohan prilaku yang Anda lakukan karena konsekuensinya sangat besar dan fatal.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H