viral hina Palestina dikeluarkan dari sekolah.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com. MS, siswi SMA di Bengkulu yang videonyaBerdasarkan hasil rapat internal yang telah dilakukan oleh Dinas Cabdin Pendidikan Wilayah VIII Kabupaten Benteng dengan pihak sekolah, maka MS dikembalikan ke orangtuanya untuk dibina.
"Keputusan ini kita ambil karena memang pihak sekolah sudah melakukan pendataan terhadap tata tertib poin pelanggaran MS. Dari data poin tata tertib tersebut diketahui kalau MS, poin tata tertib MS sudah melampaui dari ketentuan yang ada," kata Kepala Cabdin Pendidikan Wilayah VIII Kabupaten Bengkulu Tengah, Adang Parlindungan, dikutip dari Antara, Selasa (18/5/2021).
Sudah jatuh tertimpa tangga, kiranya pepatah tersebut tepat disandingkan dengan nasib siswi MS. Akibat ulahnya mengunggah konten di TikTok berisikan kalimat tidak elok yang ditujukan kepada Palestina, MS harus berurusan dengan aparat berwajib dan kini ia harus menanggung nasib dikeluarkan dari sekolahnya.
Seperti diketahui urusan konten tidak elok MS sebetulnya telah usai. Dari hasil pertemuan yang melibatkan orangtua, pihak sekolah, dan tokoh masyarakat setempat, MS menyatakan permintaan maaf dan mengaku menyesali perbuatannya.
Kepala Kepolisian Resort Bengkulu Tengah AKBP Ary Baroto mengatakan, untuk perkara proses hukum MS sudah selesai dan tidak dilanjutkan. Ia menjelaskan bahwa dalam mediasi dan rapat yang telah dilakukan, pihaknya berhasil menemukan titik tengah yaitu MS telah dimaafkan.
Pertanyaannya jikalau kasusnya dianggap selesai, lalu MS sebagai pelaku sudah meminta maaf dan dimaafkan, lantas mengapa MS sampai harus dikeluarkan dari sekolah?
Kita bersama ketahui memang sampai detik ini konflik Israel dan Palestina sedang berlangsung akibat konflik perebutan wilayah kekuasaan. Kedua pihak saling serang dimana pejuang Palestina melancarkan serangan roket ke wilayah Israel, sedangkan pihak Israel menyerang balik dengan membombardir wilayah Palestina.
Korban berjatuhan tak bisa dihindarkan oleh kedua belah pihak dimana didominasi oleh warga Palestina. Tercatat 220 korban tewas dikarenakan konflik tersebut, 58 diantaranya anak-anak.
Konflik Israel dan Palestina ini menjadi perhatian dan menarik simpati dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengambil sikap dengan mendukung perjuangan rakyat Palestina dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah nyata terhadap pelangggaran yang terus dilakukan Israel.
Namun dibalik mayoritas dukungan dan simpati terhadap derita yang dialami oleh rakyat Palestina, tak sedikit pihak justru mencari sensasi dengan berbuat masalah di medsos dengan cara menghina Palestina seperti apa yang siswi MS lakukan.
Menanggapi siswi MS yang dikeluarkan dari sekolahnya, Penulis menilai langkah tersebut terlalu berlebihan.
Mungkin tak sedikit pihak yang justru setuju dengan keputusan mengeluarkan MS dari sekolahnya sebagai bentuk pembelajaran kepada pelaku maupun pihak lain agar tidak mengulangi kesalahan serupa.Â
Akan tetapi Penulis menilai konteks apa yang MS lakukan merupakan bentuk kenakalan remaja dimana tentu ada besaran skala atau tolak ukur sampai pada tingkatan mana pelanggaran yang ia lakukan. Dengan gambaran yang terjadi pasca mediasi maka Penulis menilai seharusnya siswi MS tidak dikeluarkan dari sekolahnya.
Penulis menilai jika MS dikeluarkan dari sekolah maka apa pembelajaran yang dapat diangkat? Kondisi tersebut tentu tak hanya berdampak kepada MS, tetapi orangtua MS pun harus ketiban pulung karena harus mencarikan anaknya sekolah baru.
Apakah gambaran dunia pendidikan di Indonesia akan seperti ini terus, dimana setiap ada kenakalan pelajar yang viral dan dianggap berat secara sepihak lalu kemudian pelajar tersebut dikeluarkan dari sekolahnya?
Apakah kita akan terus berpikir bahwa pendidikan budi pekerti hanya terjadi di keluarga saja? Terus pertanyaannya, untuk apa peran sekolah dan lingkungannya?
Seharusnya menyangkut kasus yang dialami oleh siswi MS maka dunia pendidikan tanah air perlu menginteropeksi diri, apa-apa saja yang kurang dari pendidikan di sekolah, apakah cukup hanya dengan mengajarkan murid ilmu pengetahuan, apakah perlu menerapkan pelajaran budi pekerti seperti dahulu kala untuk melengkapi pendidikan anak oleh orang tua di rumah, apakah perlu mengajarkan murid prihal etika dalam bermedia sosial, ataukah inovasi-inovasi lain yang sejatinya bermanfaat tak hanya meningkatkan kualitas SDM melainkan pula kualitas ahlak dan budi pekerti murid.
Sekolah seharusnya tidak boleh abai dengan pendidikan budi pekerti murid, sebagaimana prilaku mencerminkan personal value seseorang melalui jenjang pendidikan yang diembannya. Lalu individu yang seperti apa yang sekarang ini dibentuk di sekolah?
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H