Ketika saya bertemu dengan mereka apakah saya akan menjadi orang yang berbeda, ataukah saya masih saja menjadi pribadi yang brengsek, menyebalkan, menyusahkan, merendahkan orang lain, serta mengumbar aib?
Lantas apa makna "kemenangan" pada diri kita jikalau tidak ada perubahan apapun setelahnya? Apakah satu bulan Ramadhan yang kita dapat hanya menahan rasa lapar dan haus saja?
Pada intinya apa, tak sedikit dari kita lupa akan makna dari Hari Raya Idul Fitri itu sendiri? Kita kerap terbuai dengan kalimat Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin tanpa disertai perubahan diri. Kita kerap mengagungkan Hari Raya Idul Fitri tetapi bersamaan dengan itu pula kita kerap menyepelekan hari-hari lain untuk membuka pintu maaf maupun berusaha untuk memperbaiki diri.
Alhasil kita di hari-hari berikutnya kita kembali melakukan kesalahan serupa, menyakiti hati orang lain. Kita kerap menelurkan kesalahan dan berharap segala kesalahan tersebut termaafkan hanya dengan hadirnya momentum Idul Fitri.
Pada hakikatnya Hari Raya Idul Fitri punya makna jauh lebih mendalam dan itu yang selanjutnya kita bahas nanti. Idul Fitri bukan sekadar momentum saling berbalas maaf memaafkan dan maaf memaafkan itu bukan sekadar formalitas belaka. Maaf memaafkan harus dibarengi hati yang tulus dimana dengan hati yang tulus itu kita punya niat dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat.Â
Semoga kita selalu diberikan kenikmatan, kesehatan , keselamatan, pelindungan, serta kesempatan untuk bertemu bulan Ramadhan berikutnya. Amin ya Allah.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H