Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Soal Sensor Mortal Kombat, LSF Kelewatan?

15 April 2021   09:59 Diperbarui: 15 April 2021   10:33 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mortal Kombat (Warner Bros) - Sumber: CNNIndonesia.com

Seperti di ketahui film Mortal Kombat telah tayang di layar lebar di Indonesia mulai 14 Januari 2021 kemarin. Film ini cukup dinantikan penggemar film tanah air dikarenakan salah satu aktor Indonesia yaitu Joe Taslim ikut terlibat didalamnya dan berperan sebagai Bi-Han atau Sub Zero.

Film ini merupakan adaptasi dari gim Mortal Kombat dimana sebuah kompetisi yang dibuat oleh Elder Gods dengan mempertemukan petarung terbaik yang berasal dari 6 dunia berbeda, yaitu Earthrealm (Bumi), Outworld, Netherrealm, Demon realm, Realm of Order, Realm of Chaos, dan Edenia. Pemenang dapat menjajah dunia lain apabila memenangi 10 turnamen Mortal Kombat secara berturut-turut.

Awal mula konflik (jauh sebelum hadirnya turnamen Mortal Kombat) antara klan Lin Kuei yang dipimpin oleh Sub Zero (Joe Taslim) dengan klan Shirai Ryu yang dipimpin oleh Scorpion (Hiroyuki Sanada) adalah bagian menarik dan fokus utama kisah dari film ini berjalan.

Sebagaimana sejatinya gim Mortal Kombat maka film reboot Mortal Kombat ini selain menampilkan adegan pertarungan, tetapi turut menyertakan adegan kekerasan atau yang dikenal dengan "Brutality" maupun "Fatality".

Adegan-adegan dimana lawan yang telah kalah kemudian mendapatkan bonus tambahan serangan mematikan nan sadis dimana bagian tubuh remuk, terbelah, hingga hancur porak-poranda menjadi ciri khas gim yang hampir menginjak usia 20 tahun sejak awal dirilis.

Menyangkut hal tersebut, orang-orang yang telah menonton film Mortal Kombat kemudian menyuarakan kekecewaan mereka karena begitu banyak sensor adegan didalamnya yang membuat film menjadi kurang menarik dari semustinya.

Mereka mengeluhkan kinerja Lembaga Sensor Film Indonesia karena terlampau restrict terhadap film Mortal Kombat walau film ini mendapatkan label 17+ dan dapat mengakibatkan kurangnya animo masyarakat untuk datang ke bioskop untuk menontonnya dimana usaha bioskop sedang berusaha bangkit akibat pandemi Covid-19.

Prihal kurang menariknya sensor menyensor film ini kiranya pernah Penulis alami ketika menonton reboot film Hell Boy. Penulis merasakan benar bahwa penggalan adegan bukan hanya mengganggu jalannya film tetapi mood sebagai penonton. Hanya saja Penulis tak terlalu mempermasalahkannya kala itu dikarenakan film tersebut Penulis memang nilai tidak bagus sama sekali.

Sebagai publik Penulis berusaha memahami bahwa LSF hanya menjalankan tugas mereka dimana mereka menseleksi adegan-adegan dalam film mana yang layak dan tidak layak penonton tanah air saksikan, seperti adegan hubungan intim hingga adegan kekerasan yang terlampau sadis.

Menyangkut polemik sensor film Mortal Kombat ini pun kita harus melihat bahwa film yang beredar harus setuju untuk terlebih dahulu dilakukan proses penyaringan sebelum tayang di layar lebar lepas dari dampak yang mungkin diakibatkannya. Dengan kata lain sebuah konsekuensi yang publik Indonesia mau tidak mau terima ketika datang dan menonton ke bioskop.

Alhasil kebijakan yang ketat ini pun turut menjadi salah satu penyebab mengapa bioskop begitu selektif menghadirkan film dan mendorong peralihan publik ke penyedia layanan video streaming maupun sumber lainnya untuk menyaksikan film yang mereka segani tanpa adanya sensor.

Lantas apakah polemik ini mengartikan bahwa LSF seharusnya lebih leluasa ketika melakukan proses sensor?

Penulis rasa tidak perlu juga, toh masih begitu banyak film-film bioskop yang relatif aman dan tetap menarik untuk ditonton walaupun dibagian utama film dijelaskan film ini telah lolos sensor. 

Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada alasan untuk publik tidak ke bioskop, toh film Mortal Kombat bukan film hanya sekali tayang seumur hidup. Terkait kekurangan ketika menontonnya kiranya publik harap mafhum saja, sekiranya paling tidak anda turut membantu usaha bioskop untuk dapat bangkit kembali.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun