Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemprov DKI Berkacalah pada Tugu Sepeda

10 April 2021   08:12 Diperbarui: 10 April 2021   08:18 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, anggaran pembangunan jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman-Thamrin sebesar Rp 28 miliar.

Anggaran itu sudah termasuk pembangunan tugu sepeda senilai Rp 800 juta dan 11 koridor jalur sepeda. Riza menyebut, anggaran konstruksi tugu sepeda berasal dari pihak ketiga.

"Tugu sepeda ini dapat anggaran dari pihak swasta, pihak ketiga. Kemudian kedua, nilainya kurang lebih Rp 28 miliar termasuk tugunya yang Rp 800 juta. Termasuk pembangunan 11 koridor sepeda yang dibangun secara permanen di Sudirman," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (8/4/2021). 

Riza menjelaskan, pembangunan tugu dilakukan guna memberi kesempatan bagi pelaku seni untuk berkreasi. Selain itu, tugu ini juga berfungsi untuk memprcantik Ibu Kota.

Dia menambahkan, pembangunan jalur ini merupakan bentuk keberpihakan Pemprov DKI Jakarta kepada pengguna jalan, khususnya pesepeda. - Kompas.com

Ketika media ramai memberitakan prihal tugu sepeda ini, Penulis hanya bisa geleng-geleng kepala tidak habis pikir dengan besaran nominal pembangunnya yang mencapai 800 juta Rupiah. Okelah make senses, sebuah karya seni kerap kali selain memakan biaya relatif besar tetapi dibaliknya memiliki nilai historikal maupun makna yang jauh lebih dari wujudnya.

Berdasarkan dokumen rancangan Tugu Sepeda, tugu tersebut dirancang dengan sejumlah makna diantaranya sebagai sebuah karya seni, tugu ini dibuat agar warga yang melihat dapat mengambil waktu sejenak untuk berhenti, lalu merefleksikan diri, mengapresiasi pencapaian, dan mampu mencari rasa syukur.

Dengan memandangi monumen ini pula, warga juga diharapkan menemukan keheningan, kebahagiaan, dan suka cita di tengah kebisingan kota. Sungguh luar biasa bukan?

Namun di benak Penulis memandang alangkah mubazirnya keberadaan tugu jika hanya tujuan mempercantik maupun spot instagramable masyarakat yang berswafoto pada akhirnya.

Walau benar bahwa pembiayaan tugu sepeda tersebut berasal dari pihak ketiga, justru membuat Penulis bertanya-tanya apakah tidak ada lagi hal lain yang bisa dialokasikan kepada yang lebih manfaat?

Tidak usah jauh-jauh, semisalkan untuk perbaikan jalan di Jakarta yang compang camping dan banyak tambalan di sana sini, area parkir sepeda, atau segala bentuk yang manfaat bagi masyarakat sekitar.

Berbicara karya seni, mohon maaf sepengetahuan Penulis jalan protokol Sudirman-Thamrin bukankah sudah terpampang begitu banyak karya seni sepanjang lajurnya.

Sebut saja icon Patung Kuda Thamrin atau Patung Arjuna Wijaya yang dibangun sekitar tahun 1987 dan dirancang maestro pematung Indonesia asal Bali, Nyoman Nuarta. Lalu Patung Jenderal Sudirman yang diresmikan pada tahun 2003 dan dikerjakan oleh seniman sekaligus dosen seni rupa Institut Teknologi Bandung, Sunario. 

Kemudian icon Bundaran HI atau Patung Selamat Datang yang diresmikan oleh Presiden Soekarno di tahun 1962 dalam rangka menyambut tamu-tamu gelaran Asian Games ke-4 dan dikerjakan oleh tim pematung Keluarga Arca pimpinan Edhi Sunarso di Karangwuni, Yogyakarta. Icon Bundaran Senayan atau Patung Pemuda Membangun diresmikan pada tahun 1972 dan dirancang oleh tim pematung dari Biro Insinyur Seniman Arsitektur pimpinan Imam Supardi. Dan jangan lupakan Instalasi Batu Gabion yang menggantikan anyaman bambu Getah Getih.

Dan sekarang Tugu Sepeda? Penulis kurang mengerti maksud tujuan dibuatnya tugu tersebut, apakah tugu itu merupakan kelak gambaran cerminan Jakarta sebagai kota ramah sepeda ataukah sebuah bentuk supremasi yang berangan-angan Jakarta menjadi kota ramah sepeda namun sulit tercapai?

Jika memang dilandasi hal itu, Penulis hanya berpikiran apakah sebuah tugu jauh lebih penting ketimbang lebih dahulu menilik berapa sih jumlah pesepeda aktif di Jakarta ataupun mempersiapkan sarana prasana penunjang yang memang dibutuhkan oleh para pesepeda.

Kiranya Penulis berharap agar Pemprov DKI membuka matanya lebar-lebar dan bilamana sudah jadi untuk berkacalah pada Tugu Sepeda bahwasanya Jakarta itu luas dimana 10,56 juta jiwa membutuhkan perhatiannya. Coba keliling-keliling Jakarta Pak Anies dan tolong yang dipublish di IG jangan hanya yang bagus-bagusnya terus, sementara yang lain malah tidak terurus.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun