"Letak kekurangan itu ada pada manusianya"
Mengawali artikel ini, maksud awal Penulis ialah berusaha agar meluruskan terhadap salah kaprah cara pandang orang terhadap terorisme.Â
Penulis melihat tak sedikit kalangan menanggapi bahwa terorisme merupakan suatu bentuk ketidakpahaman individu terhadap apa yang dimaksud dengan jihad yang otomatis lingkup ini berkaitan erat dengan ajaran agama Islam. Penulis sarankan sebaiknya kita berhenti untuk berpikiran demikian.Â
Harus ada kesepakatan bersama baik dari semua pihak baik itu pemerintah, para ulama dan tokoh agama, serta masyarakat agar sama-sama menggaungkan bahwasanya terorisme adalah mereka individu-individu yang ingin merusak dan mengganggu kedamaian di negeri ini serta tidak ada kaitannya terhadap agama dan keyakinan maupun golongan manapun.
Kenapa Penulis katakan seperti itu? Apa yang Penulis analisa dari apa yang teroris lakukan yaitu justu sebagai upaya mendeskreditkan Islam dengan maksud tujuan agar dibenci.Â
Mereka mempropaganda individu-individu yang lemah akal dan imannya agar dapat atau mau melakukan hal-hal buruk mengatasnamakan perjuangan dan kebenaran.
Dalam konteks perjuangan nampaknya ada pemutarbalikkan makna dimana jihad yang dimaknai guna tujuan baik justru dibentuk agar merusak dan menebar ketakutan, namun tujuan akhirnya ialah membentuk kebencian terhadap suatu golongan.
Terorisme kerap kali mempersepsikan bahwasanya negeri ini dipenuhi oleh keburukan. Namun hal tersebut bukannya membuat mereka berupaya agar menjadikan negeri ini lebih baik, tetapi malah melancarkan aksi teror yang berakibat kondisi negeri ini semakin buruk.
Embel-embel jihad maupun kumpul pengajian kerap kali dijadikan modus operandi para teroris dalam upaya mengkaderisasi calon-calon "boneka" mereka agar mau melakukan aksi teror.
Modus operandi seperti itu bukan tanpa alasan. Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, maka dengan kata lain modus operandi teroris untuk merekrut simpatisannya sangat memungkinkan dan minim menimbulkan kecurigaan di masyarakat.Â
Tak heran mengapa sulit sekali sel teroris di negeri ini diberantas seolah-olah beranakpinak.
Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, kerap kali skenario yang dimainkan oleh teroris ialah negeri ini jauh dari syariat.Â
Skenario itu kemudian dimainkan dengan berpura-pura bahwa kaumnya didiskriminasi oleh pemerintahan yang korup, alhasil memunculkan simpati dan pergolakan pada diri untuk melakukan perlawanan dengan aksi teror.
Pada hakikatnya individu-individu yang melakukan aksi teror ialah mereka yang dimanipulasi nalarnya agar mau melakukan hal bodoh yang dapat merugikan pribadi maupun sekitarnya. Mereka adalah individu yang tidak berkeinginan berpikir panjang.Â
Ingatlah bahwasanya mati bukanlah perjalanan akhir manusia melainkan sebuah transisi dimana manusia akan dimintai pertanggungjawabannya sebelum ke kehidupan berikutnya. Apa dikira akhirat itu milik manusia dimana masuk dan keluar bisa seenaknya?
Cobalah berpikir, bagaimana mungkin sebuah aksi teror dikatakan benar jikalau tujuannya justru mencelakakan orang lain?Â
Bagaimana logikanya bunuh diri dikatakan sebagai tiket masuk surga? Apa tidak terpikiran keluarga maupun orang-orang dicintai harus menanggung malu dan dampak dari kebodohan pribadi lakukan?
Sebagai mahluk Allah kita perlu ingat bahwa Allah memberi akal kepada manusia agar manusia mau berpikir, mana yang baik dan mana yang buruk.Â
Akal yang dapat menuntun bagaimana menjadi manusia yang berakhlak baik dan bermanfaat. Akal yang menghantarkan manusia kepada ilmu agar menjadikan kehidupan di dunia ini lebih baik.
Semoga Allah ta'ala selalu memberikan perlindungan kepada kita semua serta memberikan kekuatan pada akal dan hati manusia agar menjadi mahluk yang taat.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H