Dikutip dari Kompas.com. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sampai saat ini polisi telah mengamankan 23 terduga teroris, pasca-teror bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021).
Terduga teroris tersebut ditangkap di tiga daerah, yakni Makassar, Jakarta dan Bima (Nusa Tenggara Barat).
"Total hingga hari ini ada 23 orang dari tiga tempat tersebut. Dan ini akan terus kita kembangkan, kita usut sampai tuntas," kata Sigit, di Gedung Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3/2021) malam.
Sigit menjelaskan, sebanyak 13 terduga teroris ditangkap di Makassar. Salah satu tersangka berinisial W disebut sebagai perakit bom di Makassar.
Kemudian, polisi mengamankan lima terduga teroris di Jakarta.
"Dan di Bima, NTB, kita amankan lima," ujar Sigit.
Dari pemberitaan diatas ini pun memunculkan pertanyaan di benak Penulis, mengapa seakan-akan teroris tumbuh subur di Indonesia?
Ini menjadi keprihatinan tersendiri dikarenakan di kondisi Indonesia yang sedang susah payah melawan pandemi Covid-19 dan berupaya bangkit agar dapat hidup normal kembali justru keadaan seolah kian dipersulit dengan tidak kondusifnya situasi pasca teror yang terjadi belakangan ini.
Munculnya aksi-aksi teror yang meresahkan masyarakat setidaknya menandakan bahwasanya jaringan teroris di Indonesia masih eksis. Dengan kata lain, propaganda atau doktrin yang menyesatkan individu agar mau melakukan tindakan keji masih berlangsung sekalipun pihak aparat berusaha menghalau pergerakan mereka maupun memberantas jaringan teroris hingga akar-akarnya.
Berbicara aksi teror maka tentu kita tak hanya sedang berbicara mengapa sampai ada individu yang terjerumus dan sampai tega mau melakukannya, akan tetapi dibalik itu apa yang menjadi trigger atau pemicu yang membuat para teroris nekat melancarkan aksinya?
Apakah aksi teror ini memberikan sinyal bahwa ada celah keamanan yang mengakibatkan kita kebobolan? Rasa-rasanya tidak.