Perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 kiranya masih beberapa tahun lagi. Namun walau kontestasi politik tersebut masih lama, tak sedikit orang membicarakannya akan siapa tokoh-tokoh yang berpotensial maju untuk memimpin Indonesia selama 5 tahun kedepan.
Dari sekian nama-nama tokoh yang muncul ke permukaan, diantaranya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Anies Baswedan, hingga Basuki Tjahaja Purnama.
Untuk sebagian kalangan, mungkin hadirnya nama tokoh-tokoh diatas menarik untuk disimak sepak terjangnya akan ambisi menjadi RI 1. Akan tetapi bagi Penulis pribadi menilai bahwa hadirnya nama-nama tokoh tersebut hanya sebuah pola "test on water" untuk mengetahui seberapa besar atensi masyarakat terhadap para kandidat.
Secara logika, dengan semakin sering nama-nama tokoh disebut maka akan besar atensi masyarakat terhadapnya. Dengan kata lain, siapapun yang mengemukakan nama-nama tokoh tersebut ke permukaan sebetulnya sedang melakukan proses seleksi agar pilihan masyarakat mengerucut dan munculah calon pemenang.
Tetapi perlu dicatat, bahwa dinamika politik dapat berubah sedemikian rupa dan cepatnya. Manuver politik bisa terjadi kapan saja dan kemungkinan masuknya nama calon baru bahkan tak diduga-duga bisa saja terjadi.
Berbicara mengenai calon atau kandidat dalam sebuah ajang kontestasi tidak musti selalu prihal apakah sosok itu menarik atau tidak bagi publik. Orang umum berkata si calon menang karena pamornya, tetapi fakta di lapangan tidak demikian.Â
Bicara kontestasi politik maka suka tidak suka publik harus mengerti bahwa seluruhnya menyangkut biaya atau ongkos politik. Logikanya, semakin prestisius kontestasi maka akan semakin besar pula ongkos politik yang dikeluarkan, semisalkan untuk biaya kampanye, dan lain-lain.
Kenapa Penulis bisa katakan demikian? Kembali Penulis ingatkan kontestasi itu pasti perlu biaya. Sebagai gambaran kecil saja, di RW tempat tinggal Anda ingin membuat perhelatan lomba 17 Agustusan, untuk itu setiap RT diminta untuk menyumbang sejumlah uang dan mengikutsertakan warganya sebagai panitia.Â
Lalu Anda bisa bayangkan, bagaimana lagi kontestasi macam pemilihan Kepala Desa, Gubernur, lebih-lebih lagi Pemilihan Presiden.
Lantas dari mana sumber ongkos politik tersebut? Ongkos politik itu didapat bisa dari sumbangan para simpatisan, kader, maupun uang personal si calon. Sebuah ironi memang, mengapa hal-hal dibalik layar ini kerap kali menjadi penyebab tokoh-tokoh terjerembab dalam kasus korupsi selain faktor keserakahan pribadi.
Dari sini setidaknya Anda tahu sebelum mengemukakan nama calon maka Anda perlu perhatikan apakah calon tersebut bukan saja mampu mendulang dukungan masyarakat, tetapi juga mampu mendulang baik moril maupun materil.
Bicara sumber darimana ongkos politik itu berasal maka Anda-anda harus pula membuka mata secara lebar-lebar. Sebagaimana Penulis katakan, semakin prestisius kontestasi maka semakin besar ongkos politik yang dikeluarkan maka otomatis jangkauan dari mana ongkos politik berasal akan semakin luas.
Jangan Anda pikir bahwa sumber ongkos politik paling besar itu hanya berasal dari Jakarta saja. Karena tidak demikian adanya, begitu banyak provinsi-provinsi di Indonesia punya potensi sebagai penyumbang terbesar dilatarbelakangi oleh kegiatan ekonomi maupun sumber alamnya.
Dari sekilas apa yang Penulis bahas diatas, sedikitnya Anda-anda tahu seperti apa dinamika politik. Selayaknya Anda hidup toh butuh biaya untuk ini dan itu, sebagaimana kontestasi yang notabene perlu ini dan itu pula.
Dan sebagai pengakhir, catatan dari Penulis cobalah ketika menghadirkan nama-nama calon agar lebih gunakan nalar dan jangan ngasal.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI