Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Hotel The Hill Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3).
Sebagaimana diinformasikan, Kepala Staf Kepresidenan (KSP)Mantan Panglima TNI itu pun terpilih secara aklamasi. Kemudian, peserta mengusulkan Marzuki diangkat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai dan permintaan itu langsung diterima oleh Jonny Allen berikut kader lainnya.
Sontak KLB Deli Serdang ini direspon langsung oleh kubu AHY, tak terkecuali Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Ada 8 poin tanggapan SBY terhadap KLB Deli Serdang, diantaranya Partai Demokrat dan bangsa Indonesia berkabung atas terjadinya KLB Demokrat di Deli Serdang yang disebutnya abal-abal, tidak sah, dan ilegal. Kemudian SBY menilai KLB Demokrat di Deli Serdang ilegal karena tidak memenuhi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat. SBY mengatakan bahwa ia tak pernah menyangka partai yang digagasnya akan diganggu dan dirusak. Ia pun berharap agar Presiden Jokowi arif menyikapi hasil Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang.
Sedangkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menanggapi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang adalah ilegal dan melanggar konstitusi. AHY pun menyinggung Moeldoko yang terpilih sebagai Ketua Umum versi KLB Deli Serdang tak mencintai Partai Demokrat. Dia menilai, mantan Panglima TNI itu hanya ingin memiliki Partai Demokrat.
AHY pun meminta agar Presiden Jokowi turun tangan menyelesaikan konflik partainya dengan memerintahkan Menkumham untuk tidak mengesahkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang.
Lebih lanjut, tepatnya Senin (8/3) AHY didampingi oleh pengurus DPP dan 34 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) hingga DPC se-Indonesia menyambangi kantor Kemenkumham guna menyatakan keberatan terkait pelaksaan KLB Demokrat di Deli Serdang.
Menanggapi hal diatas, Penulis menilai api dalam partai Demokrat nampaknya takkan kunjung padam seiring friksi yang terjadi pada internal partai. Lepas dari sah atau tidak sahnya KLB Demokrat di Deli Serdang setidaknya menggambarkan ada ketidaksinkronan visi maupun misi diantara para kader Demokrat serta ketidakpuasan sebagian dari kader Demokrat terhadap kepemimpinan AHY.
Lantas apakah KLB Demokrat di Deli Serdang ini sebuah upaya kudeta kepemimpinan? Penulis rasa tidak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) apa yang dimaksud dengan kudeta ialah perebutan kekuasaan secara paksa dan tidak sah. Namun perlu dicatat, kudeta umum terjadi dalam lingkup pengambilalihan kekuasaan negara, bukan partai. Kudeta dapat berhasil apabila disetujui oleh suara mayoritas rakyat dan tanpa penentangan.
Tentu hal itu menimbulkan pertanyaan bilamana kubu AHY menilai KLB Deli Serdang itu ilegal, lalu mengapa mereka nampak gentar menghadapinya?
Bahwasanya dari awal isu pengambilalihan kekuasaan di partai Demokrat mencuat nampak sekali kekehawatiran dari kubu AHY jika saja aksi "kudeta" yang mereka wanti-wanti menjadi kenyataan.
Mungkin hal tersebut wajar karena partai Demokrat tidak memiliki haluan, sedangkan kewenangan sah atau tidaknya KLB ada pada Kemenkumham yang notabene ada pada kubu pemerintah.Â
Dan mengapa kiranya menjadi alasan kubu AHY meminta pemerintah ikut turun tangan guna menyelesaikannya. Akan tetapi dengan kubu AHY meminta Presiden Jokowi untuk turut serta dalam kisruh internal partai jelas tidak bisa dibenarkan, hal itu dapat memberikan penafsiran penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden.
Dengan kubu AHY mendatangi Kemenkumham menurut Penulis itu sebagai langkah yang tepat, bijak, dan lebih beretika karena kubu AHY mendapatkan jawaban serta kepastian hukum akan statusnya. Kubu AHY pun dapat segera mempersiapkan langkah kedepan guna menghadapi konsesi yang dibuat oleh KLB Deli Serdang.
Menindaklanjuti KLB Demokrat di Deli Serdang, Penulis melihatnya sebagai upaya sembrono, upaya nekat yang tidak memiliki kekuatan valid sama sekali.
Apakah KLB di Deli Serdang itu dikatakan sesuai syarat dan ketentuan maka itupun hanya pandangan sepihak, karena apabila dari Kemenkumham memutuskan KLB itu tidak sah dan AHY masih sah sebagai Ketua Umum Partai maka dengan kata lain kubu Moeldoko hanya bisa gigit jari. Menurut Penulis akan lebih baik bilamana kubu Moeldoko membentuk partai baru sebagai upaya yang jauh lebih realistis dan gentle.
"dalam politik tidak ada musuh maupun kawan abadi"
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
___
Sumber : CNN Indonesia, Tempo, Kompas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H